-

Saturday, July 16, 2011

Anakku, Sang 'Taliban Amerika' (1): Walau Beda Keyakinan, Dia Tetap Sayang Keluarga

Anakku, Sang 'Taliban Amerika' (1): Walau Beda Keyakinan, Dia Tetap Sayang Keluarga

Berita, CALIFORNIA - Pada pertengahan Desember tahun 2001, media massa di Amerika Serikat seolah tak bosan-bosannya memberitakan tentang John Walker Lindh Phillip. Dia adalah warga negara AS yang turut berjuang menghadang invasi negaranya ke Afghanistan. Seluruh kehidupan pribadinya dikuliti, termasuk pilihannya pada Islam garis keras.

Siapa John Walker Lindh Phillip? Dia adalah mualaf, yang masuk islam saat berusia 16 tahun dan berganti nama menjadi Sulaiman Al Faris. Usianya meningjak 21 tahun ketika ia berbulat tekad pergi ke Afghanistan, bergabung dengan kaum Taliban. Teman-teman seangkatannya saat ini kebanyakan masih sibuk dengan urusan perkuliahan, pacaran, alkohol, narkotika dan hura-hura.


Lama berdiam dalam kebungkaman, ayah Sulaiman, Frank Lindh Phillip, buka suara. Pada harian The Observer, ia menuliskan curahan hatinya. Berikut ini kutipannya:

John Walker Lindh Phillip, anakku, dibesarkan sebagai seorang Katolik Roma, namun masuk Islam ketika ia berusia 16 tahun. Dia memiliki seorang kakak dan adik. John adalah anakku yang sangat 'ilmiah' dan taat, berdedikasi pada keluarganya, dan diberkati dengan kecerdasan yang kuat, pikiran yang senantiasa penasaran, dan rasa humor yang masam.

Ia dicap oleh Pemerintah Amerika sebagai "Tahanan 001" dalam "perang melawan teror". John menempati sel penjara di Terre Haute, Indiana. Dia telah menjadi tawanan pemerintah Amerika sejak 1 Desember 2001, kurang dari tiga bulan setelah serangan teror 11 September.

John, buah hatiku, dinyatakan bersalah atas keterlibatan dalam serangan teror, atau kesetiaan terhadap terorisme, yang tidak dibantah oleh Pemerintah Amerika. Memang, semua tuduhan terorisme melawan John dijatuhkan oleh Pemerintah dalam tawar-menawar, yang pada gilirannya telah disetujui oleh pengadilan distrik Amerika Serikat di mana kasus itu disidangkan.

Meskipun sejarah yang membanggakan sebagai demokrasi konstitusional yang stabil, AS, selama 10 tahun, telah dipengaruhi oleh luka post-traumatic setelah peristiwa mengerikan 11 September 2001. Namun, aku tidak dapat menemukan penjelasan lain untuk penganiayaan barbar dan penahanan lanjutan dari seorang pemuda yang lembut seperti John Lindh.

John anakku diberkati dengan sifat tenang dan penasaran. Sebagai seorang anak, ia lebih skeptis daripada yang lain, dua saudara kandungnya. Misalnya tentang hal-hal seperti Santa Claus.

Ketika ia berusia 12 tahun, ia melihat film Malcolm X, dan tergerak oleh penggambaran para peziarah di Makkah. Dia mulai mengeksplorasi Islam dan, empat tahun kemudian, memutuskan untuk menjadi mualaf.

Apa yang menarik dari Islam bagi John? Aku pikir, adalah kesederhanaan keyakinan, dan keaslian dokumen sumbernya - Quran dan Hadis. Ini menarik bagi otak serta hatinya. bagiku dan istriku, ibu John, pertobatannya adalah perkembangan positif dan tentunya tidak menjadi sumber kekhawatiran. Aku pernah mengatakan padanya bahwa dia sesungguhnya sudah menjadi seorang Muslim sejak kelahirannya, dan hanya perlu untuk menemukan Islam untuk menemukan dirinya sendiri. Dia tetap mencintai kami orang tuanya, dan saudara-saudaranya. Tidak pernah ada yang berubah dalam hubungan kami setelah ia menjadi Muslim.

John juga murid yang baik, dan menjadi semakin baik belajarnya setelah pertobatannya. Dia menenggelamkan diri dalam literatur Islam, dan cepat sampai pada kesimpulan bahwa dia perlu belajar bahasa Arab dalam rangka untuk melanjutkan studinya.

Pada tahun 1998, pada usia 17, John meninggalkan rumah di California dan pergi ke Sana'a, ibukota kuno Yaman, di mana dia memulai suatu program studi yang ketat. Dia bertekad tidak hanya menjadi fasih dalam bahasa Arab, tapi juga untuk mengejar pendidikan dalam tradisi lama Islam. Dia kembali ke rumah sebentar pada tahun 1999, dan kemudian kembali ke Yaman pada bulan Februari 2000, tepat sebelum ulang tahunnya yang ke-19. Aku dan istriku sangat mendukung dia, baik secara emosional dan finansial.

Pada bulan September 2000, John mengatakan kepada saya ia bermaksud untuk melanjutkan studi di Pakistan, dengan fokus pada tata bahasa Arab dan menghafal Quran. Dia tiba di Pakistan pada bulan November 2000 dan terdaftar dalam program menghafal Alquran di madrasah.

Surat yang rutin dikirimnya ke rumah menceritakan betapa antusias dan bergairahnya dia berada di Yaman dan Pakistan. Dia mencintai budaya yang ditemukan di kedua negara itu. Ya...John anakku, dia seorang Muslim di dunia Muslim saat itu.

Pada akhir April 2001, John menulis kepada aku, ayahnya, dan juga ibunya, mengatakan ia berencana untuk pergi ke pegunungan untuk menghindari musim panas yang dirasanya terlalu panas. Kami tidak punya kontak lebih lanjut setelah itu selama tujuh bulan. Tanpa diketahui kami, dia melintasi Khyber Pass ke Afghanistan, dengan maksud menjadi relawan untuk layanan bagi tentara Afghanistan di bawah kendali Pemerintah Taliban. (Bersambung)


sumber : www.republika.co.id

Artikel yang Berkaitan

0 komentar:

-

Post a Comment