-

Monday, November 28, 2011

Santun dan Jangan Kasar di Rumah Allah


Oleh Abubakar Kasim *

Dua remaja bepergian berkilometer jauhnya ke Toronto untuk mendatangi shalat Jumat. Itu adalah kali pertama mereka menghadiri pertemuan Muslim.

Mereka berharap mendapatkan pengalaman berharga yang layak dikenang dan diingat lama. Namun semuanya berjalan tak sesuai kehendak dan justru pengalaman buruk begitu mereka memasuki masjid.

Seorang lelaki berujar dengan nada keras kepada mereka karena berpakaian seperti gadis nakal. Ia berkata pada dua remaja tadi bahwa mereka bukan untuk masjid melainkan klub malam.

Dua remaja Muslim mualaf tadi pun meninggalkan masjid menangis. Mereka kaget dan tak percaya dan setelah itu berjanji tidak akan masuk masjid lagi.

Sungguh kisah yang sangat disayangkan di tempat ibadah orang bersikap hanya berdasar pandangannya sendiri. Mereka berkeliling dan melihat keburukan orang lain lalu berbicara dengan cara kasar.

Sikap arogan hingga lupa tidak melihat kekurangan diri sendiri. Orang mulai menghakimi orang seperti mereka Tuhan yang mewakili dunia.

Kadang sering dijumpai bahkan, saat ditengah shalat, mereka menengok sekeliling untuk melihat siapa yang tidak beribadah dengan benar. Mereka tak menggunakan sikap santun saat berbicara dengan orang.

Mengikuti dan menjalankan apa yang baik lalu melarang dan meninggalkan apa yang baik memang prinsip penting dalam Islam. Malah inilah yang dianjurkan sekaligus kriteria menjadi umat terbaik.

Firman Allah s.w.t sangat jelas, "Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk mansusia, menyuruh pada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar," (QS Ali Imran:110)

Namun menjalankan tugas ini tidak sesederhana yang mungkin orang pikir. Sungguh membuthkan pengetahuan, ilmu, kebijaksanan tingkat tinggi dan bahkan kemampuan komunikasi luar biasa.

Seseorang yang mungkin membuat kesalahan ketika shalat bisa jadi seorang mualaf yang tengah berjuang mempelajari hal-hal dasar dalam Islam, atau seorang pengunjung yang tengah tertarik terhadap Islam.

Kisah Sedih lain, seorang mualaf baru-baru ini bercerita kepada istri saya. Putranya yang bukan seorang Muslim biasa menemaninya ke Islamic Center. Namun kini ia tak melakukan lagi.

Setiap kali ia mengikuti ibunya ke masjid, ia menjumpai orang-orang bersikap kasar padanya mengapa ia belum menjadi Muslim, apa yang ia tunggu.

Bahkan ketika menjemput ibunya, ia menunggu di luar demi menghindari perlakukan kasar dan penghinaan. Sangat penting untuk memiliki kualitas istimewa dan kemampuan komunikasi ketika mendekati orang lain.

Rasul pun memberi peringatan langsung mengenai pentingnya bersikap kasih sayang terhadap orang lain. Orang yang merasa nyaman akan datang mendekat padanya dan lalu ikhlas mendengar tutur katanya. Bila Rasul menggunakan kata-kata kasar, tentu sudah lama mereka menjauh dari beliau dan sedikit saja yang mau mendengar ucapan beliau.

Seseorang sungguh tak seharusnya bersikap kasar dan keras ketika membenarkan orang lain. Fokus terhadap kelemahan diri adalah yang pertama dan utama.

Al Qur'an pun menekankan pentingnya mendekati orang dengan cara-cara baik. "Serulah (semua manusia) kepada Jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran dengan cara yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik (QS An Nahl:125)

Ketika berhadapan dengan masalah yang membutuhkan perhatian khusus, tak sepatunya seorang muslim menggunakan cara pandangnya sendiri dan beraksi seperti petugas polisi kepada sesama manusia.

Masjid bukanlah tempat seperti hutan. Ketika seseorang memiliki masalah di supermarket saja misal, mereka bisa dengan aman dan tidak takut untuk berbicara kepada pihak berwenang. Sering kali pihak berwenang menjawab mereka dengan ramah.

Pendekatan di Masjid tentulah mesti lebih baik ketimbang di supermarket. Ada imam dan takmir masjid yang bisa ditanyai tanpa harus menimbulkan perasaan was-was.

Masjid selayaknya menjadi tempat memperoleh kedamaian, menimbulkan kedamaian dalam diri seseorang dan dengan itu membuat damai orang-orang lain.

Seseorang yang datang ke masjid sebenarnya telah membuat pengorbanan besar, meninggalkan semuanya demi beribadah di rumah Allah dengan kondisi mental yang damai. Orang-orang ini berhak mendapat dukungan dan rasa hormat, bukan sikap kasar dan keras.

Apabila seseorang berbuat salah, tentu sangat berbeda hasil bila kita melihat kesalahanan itu milik seorang saudara yang perlu dingatkan dengan lembut alih-alih bersikap seperti pengawas atau polisi.

Atmosfer dalam masjid bukan sesuatu yang menyengat yang membuat orang enggan mendekat. Untuk itu setiap orang mesti bersama-sama menjaga suasana tersebut sehingga ketika seseorang datang dengan harapan baik, atau bahkan dalam duka dan kesedihan, ia bisa merasakan kelegaan dan kedamaian yang tak bisa ditemukan di manapun kecuali di rumah Allah.

* Penulis adalah seorang pengarang lepas asal Kanada yang membagi pengalaman pribadinya

sumber : www.republika.co.id

Artikel yang Berkaitan

0 komentar:

-

Post a Comment