-

Friday, December 23, 2011

Keteladanan dalam Mendidik

Oleh: DADAN SAEPUDIN
DEWASA ini, ada sebuah pergeseran nilai mengenai eksistensi guru di dunia pendidikan. Hal ini ditandai dengan menipisnya makna guru sebagai pekerjaan profesi yang dalam kirata masyarakat Sunda digugu jeunga ditiru. Perkataan-perkataan seorang guru, baik dalam menyampaikan materi ataupun ketika memberi nasehat, seringkali masuk dari telinga kanan keluar di telinga kiri di sebagian peserta didik (siswa).

Artinya, ada sebagian siswa yang menganggap sepele perkataan-perkataan gurunya yang mengandung nilai edukatif. Guru dalam persepsi siswa tidak dipandang sebagai sosok yang harus diikuti atau dalam istilah Alquran surat Al-Ahzab ayat 21, uswah hasanah. Dari sini timbul sebuah kekhawatiran akan terjadinya pergeseran nilai dan hilangnya identitas guru di hadapan peserta didik.

Menyikapi hal itu, kalau kita membicarakan keberadaan kredibilitas guru dalam dunia pendidikan memiliki nilai strategis dan urgen. Sebagaimana hal ini diungkapkan oleh Wina Sanjaya (2006:18) bahwa guru sering dianggap sebagai sosok yang memiliki kepribadian ideal. Karena itu, pribadi guru sering dianggap sebagai model atau panutan (yang harus digugu dan ditiru). Sebagai seorang model, guru harus mempunyai kompetensi yang berhubungan dengan pengembangan kepribadian (personal competencies).

Berkenaan dengan hal di atas, tutur kata (ceramah) dalam proses pendidikan merupakan metode yang cukup dominan digunakan oleh guru saat ini. Sehingga, ada kesan jika tidak ada ceramah atau nasihat, maka dapat dikatakan proses belajar mengajar tidak ada. Sebenarnya, jika berbicara metode dalam mendidik siswa sangat banyak, namun ada hal yang paling penting untuk kita kaji saat ini yaitu mendidik siswa dengan keteladanan. Keteladanan (uswah hasanah) adalah metode mendidik dengan memberikan contoh yang baik kepada peserta didik.

Kenapa keteladanan dewasa ini begitu penting? Jawabannya sederhana, bahwa mendidik bukan sekader transfer of knowledge, melainkan lebih jauh dari itu mendidik adalah proses pembentukan manusia seutuhnya melalui transfer of knowledge dan transformasi moral --dalam bahasa agama pembentukkan akhlakul karimah-- sesuai dengan tuntunan ajaran Islam.

Keteladanan dan transformasi moral

Jika kita menilik perjalanan dakwah yang dilakukan Nabi Muhammad saw, baik pada periode Makkah maupun periode Madinah, maka kita akan menemukan metode dakwah beliau dalam mendidik ummat melalui keteladanan. Menurut Ahmad Tafsir dalam "Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam" (2007:143), pribadi Rasul itu adalah interpretasi Alquran secara nyata. Tidak hanya caranya beribadah, tetapi cara beliau berkehidupan sehari-hari pun kebanyakan merupakan contoh berkehidupan Islami.

Keteladanan Rasulullah saw dalam mendidik umat pada saat itu mengisyaratkan kepada umat Islam (dalam hal ini guru) agar mendidik tidak hanya pandai dalam berbicara dan memberikan nasihat kepada anak didik, tetapi juga harus tampil di depan mereka memberikan contoh yang baik secara langsung. Allah swt sangat membenci hamba-Nya yang hanya pandai berbicara tanpa ada aksi nyata. "Wahai orang-orang yang beriman, mengapa kalian mengatakan sesuatu yang tidak kalian kerjakan?. Allah sangat membenci kalian yang hanya mengatakan sesuatu yang tidak pernah kalian kerjakan." (QS. Ash Shaff : 2-3, Depag RI, 1992:928).

Keteladanan dalam mendidik ini sangat penting sebagaimana gambaran di atas bahwa saat ini ada gejala menipisnya kredibilitas pendidik di mata siswa. Secara gradual sosok guru bukan lagi sosok yang harus digugu jeung ditiru, bahkan anak lebih bangga mengidolakan artis sinetron dari pada orang yang selama ini berupaya mencerdaskan dirinya.

Nah, dalam proses mendidik, guru harus menjadi sosok yang dapat menjadi panutan bagi siswa. Uswah hasanah (contoh yang baik) secara sederhana dapat dilakukan dengan bertutur kata yang baik kepada siswa, datang ke sekolah tepat waktu, penampilan yang rapih, sikap yang ramah, memberikan pujian dan kritik kepada siswa yang kontruktif, peka serta berupaya membantu permasalahan yang dihadapi anak didik kita, dan sebagainya.

Untuk itu, dalam mengemban misi suci sebagai guru, keteladan melalui ucapan, sikap, dan perbuatan merupakan sebuah keniscayaan, conditio sine qua non! Keberhasilan dalam mendidik siswa tidak hanya diukur oleh transfer of knowledge tetapi oleh keberhasilan mentransformasikan nilai-nilai moral kepada siswa-siswanya.

Mengakhiri tulisan ini, ada baiknya kita renungi beberapa baris sajak yang ditulis oleh Dorothy Law Nolte dalam Jalaluddin Rakhmat, "Psikologi Komunikasi" (1996: 102-103). "Jika anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki. Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar berkelahi. Jika anak dibesarkan dengan cemoohan, ia belajar rendah diri. Jika anak dibesarkan dengan toleransi, ia belajar menahan diri. Jika anak dibesarkan dengan dorongan, ia belajar menghargai. Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baik perlakuan, ia belajar keadilan". (Penulis adalah Sekretaris Umum FKGHS Kabupaten Bandung Barat)
galamedia Sabtu, 17 Desember 2011

Artikel yang Berkaitan

1 komentar:

Tulisan sederhana, mudah-mudahan bermanfaat.

-

Post a Comment