-

Tuesday, January 31, 2012

Memasyarakatkan Tahun Hijriah

BAGI umat Islam kalender Hijriah tampaknya belum memasyarakat secara luas dibandingkan dengan kalender Masehi. Contohnya, bila ingin mengetahui hari ini tanggal berapa dan bulan apa pada tahun Hijriah, masih banyak yang tidak bisa menjawab.

Sedangkan awal perhitungan hari pada kalender Masehi dimulai pada pukul 00.00, maka puncak peringatan tahun baru Masehi biasanya dilakukan pada pukul 00.00, bertepatan dengan tanggal 1 Januari, sedangkan awal perhitungan hari pada kalender Hijriah dimulai pada waktu terbenam matahari. Makanya, setiap bulan Ramadan dan tarawih hari pertama dilakukan pada malam tanggal 1 Ramadan.

Sebelum datang agama Islam, masyarakat Arab sudah menggunakan nama-nama bula Hijriah ini, namun disesuaikan dengan kalender Masehi, bulan pertama adalah September disebut Muharam sebab pada bulan tersebut semua suku (kabila) di semenanjung Arabia sepakat untuk mengharamkan peperangan.

Bulan kedua Oktober, daun-daun sedang menguning disebut bulan Safar (kuning), bulan November dan Desember musim gugur (Rabi'), disebut Rabi'u awal dan Rabi'ul Tsani, Januari dan Februari adalah musim dingin (Jumad=beku) disebut Jumadil Awal dan Jumadil Tsani, kemudian salju mencair (Rajab) pada bulan Maret. April adalah musim semi, saat turun ke lembah untuk mengolah lahan pertanian atau mengembala ternak, disebut bula Sya'ban (Syi'b=lembah).

Sementara pada bulan Mei suhu mulai panas membakar kulit disebut bulan Ramadhan (membakar) dan pada bulan Juni suhunya meningkat lebih panas disebut bulan Syawal (meningkat), pada bulan Juni puncaknya panas membuat orang suka duduk di rumah tidak berpergian disebut bulan Zulqaidah (qaid-duduk), pada bulan Agustus orang Arab biasanya menunaikan ibadah haji, disebut bulan Zulhijjah.

Setelah masyarakat Arab memeluk Islam dan bersatu di bawah pimpinan Nabi Muhammad SAW, turun perintah Allah SWT agar umat Islam menggunakan kalender Qamariah secara murni. Hal tersebut sebagaimana tercantum dalam Surat At Taubah ayat 36 dan 37.

Adapun hikmahnya adalah bulan-bulan Hijriah selalu bergeser setiap tahun, umat Islam melakukan saum Ramadan tidak selalu pada musim panas. Islam adalah untuk semua umat manusia di seluruh penjuru dunia yang letak geografisnya berbeda-beda.

Sedangkan kalender Hijriah mulai dipergunakan pada masa pemerintahan Umar Bin Khatab atas usul Ali Bin Abi Thalib dengan berbagai alasan diantaranya Al-quran sangat menghargai orang-orang yang berhijrah, masyarakat Islam yang berdaulat dan mandiri baru terwujud setelah hijrah, dan umat Islam sepanjang zaman diharapkan memiliki semangat hijrah.

Bukannya, pergantian Tahun Baru Masehi yang selalu dilakukan untuk berhura-hura. Namun, bagi setiap muslim sebaiknya menjadi bahan introspeksi diri apa yang telah dikerjakann baik perbuatan baik dan buruk.
(Penulis adalah Kasi Penerangan Agama Islam di Kantor Kementerian Agama Kota Bandung)**
Galamedia jumat, 16 desember 2011
Oleh : Mimin Sutisna, S.Ag.

Jiwa yang Hidup

KEBERADAAN manusia di dunia ini tidak hanya untuk dapat hidup secara fisik seperti bernapas, tetapi harus diikuti dan disertai dengan jiwa yang hidup. Jiwa yang hidup dapat menentukan kualitas pribadi seseorang. Dalam arti kata, baik buruknya seseorang dipengaruhi jiwanya.

Jiwa ini yang mengatur gerak langkah seseorang, apakah akan berbuat amal saleh dan kebajikan, atau melakukan hal-hal yang keji dan kemungkaran. Fisik atau tubuh hanyalah pelaksana dalam melakukan suatu perbuatan, sedangkan penentu kebijaksanaan adalah jiwa. Jika jiwanya mati, maka apa yang diperbuat tidak akan terarah dan hidupnya akan kesasar.

Seseorang yang mempunyai jiwa yang hidup dalam menjalankan atau menjalani kehidupannya penuh dengan dinamika, yaitu berlomba dalam berbuat kebaikan dan amal saleh. Hidupnya senantiasa diisi dengan ketakwaan dan menghindari perbuatan-perbuatan yang dapat mengotori kesucian jiwa.

Untuk itu, kita perlu mengetahui dan memahami tanda dan bukti jiwa yang hidup. Dengan memahami tanda dan bukti jiwa yang hidup tersebut, diharapkan menjadi motivasi atau pendorong untuk menjaga dan memupuk agar jiwa kita tetap hidup. Jiwa yang hidup tentu saja bersifat dinamis. Setiap saat bergerak dan berusaha untuk senantiasa berbuat amal saleh.

Adapun tanda dan bukti jiwa yang hidup, pertama, mematuhi perintah dan larangan Allah dengan rasa cinta kepada-Nya dan dengan kesungguhan hati. Karena kita percaya kepada Allah, kita wajib menaati atau mematuhi segala yang diperintahkan dan yang dilarang oleh Allah.

Hal ini sesuai dengan firman Allah, "Maka bersegeralah kembali kepada (menaati) Allah, sesungguhnya aku seorang pemberi peringatan yang nyata dari Allah untukmu." (Q.S. Adz-Dzaariyaat : 50).

Orang yang melaksanakan segala perintah Allah SWT dan menjauhi segala yang dilarang oleh-Nya, adalah orang yang bertakwa. Kadar ketakwaan seseorang dapat menetukan mulia tidaknya di antara sesama manusia. Semakin bertakwa kepada Allah, maka akan semakin mulia seseorang di sisi Allah.

Sebagaimana diterangkan dalam firman Allah, "Sesungguhnya orang yang paling mulia di antaramu sisi Allah, ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu." (Q.S. Al Hujurat : 13).

Seandainya kita telah bertakwa dengan sebenar-benarnya, berarti kita telah melaksanakan tugas hidup, yaitu ibadah. Ketakwaan kepada Allah akan diikuti dengan rasa cinta kepada yang dicintainya (Allah), maka apabila disebut nama Allah hatinya gemetar.

Hal ini digambarkan dalam firman Allah, "Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka (karenanya) dan kepada Tuhanlah mereka bertawakal." (Q.S. Al-Anfaal : 2).

Kedua, berusaha memperoleh pengampunan dan rida Allah. Orang baik itu bukan orang yang tidak pernah berbuat dosa, tapi orang baik itu adalah orang yang apabila berbuat dosa cepat bertobat. Ada dosa yang disadari dan ada dosa yang tidak disadari.

Berkaitan dengan memohon ampunan ini, sebagaimana dalam firman Allah, "Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampunan kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat." (Q.S. An Nashr : 3).

Kemudian dalam ayat lain, Allah berfirman, "Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah dan Rasulpun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang." (Q.S. An-Nisaa : 64)

Dalam ayat berikutnya Allah telah berfirman, "Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Tuhan kamu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai." (Q.S. At-Tahrim : 8).

Ketiga, membenarkan seluruh ajaran (risalah) yang dibawa Rasulullah SAW sebagai manusia yang beriman, harus menaati dan membenarkan seluruh ajaran yang disampaikan atau dibawa oleh Muhammad SAW sebagai Rasulullah. Dalam kaitannya dengan hal ini, Allah telah berfirman, "Kami tidak mengutus seseorang Rasul, melainkan untuk ditaati dengan seizin Allah." (Q.S. An-Nisaa : 64).
(Penulis, jemaah Masjid Baiturrahim Kompleks Riung Bandung, Jln. Saluyu C XI No. 221/ I M Kav. 9 Bandung)**
Galamedia jumat, 23 september 2011
Oleh : Drs. H. Sukmana

Tragedi Mesuji: Ketidakadilan Penguasaan Tanah

TRAGEDI Mesuji menyeruak ke ruang publik di tengah hiruk pikuk persoalan belenggu korupsi yang belum tertuntaskan, semisal skandal century, cek pelawat, dan wisma atlet. Nurani kemanusian kita terhenyak menyusul laporan warga yang mendatangi Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bahwa kasus yang terjadi dua tempat bernama Mesuji, baik di area perkebunan kelapa sawit di Sumatra Selatan maupun Lampung telah menewaskan banyak orang yang jauh dari nilai-nilai kemanusiaan. Tragedi Mesuji yang kini menjadi sorotan publik, merupakan rangkaian dari sederet insiden.

Salah satunya adalah peristiwa pada April 2011 di Desa Sungai Sodong, Kecamatan Mesuji, Ogan Komering Ilir, Sumatra Selatan. Setidaknya tujuh orang tewas dalam bentrokan antara penduduk dan pasukan pengamanan swakarsa P.T. Sumber Wangi Alam, Sebuah perusahaan kelapa sawit. Insiden lainnya terjadi pada November 2011 di wilayah berbeda yang juga bernama Mesuji, yakni di Kecamatan Mesuji Timur, Kabupaten Mesuji, Lampung.

Diperkirakan, satu orang petani tewas dalam konflik dengan PT Silva Inhutani (Tempo, 21/12). Namun demikian kedua insiden itu, kini sedang diselidiki lebih mendalam oleh tim bentukan pemerintah ataupun tim independen yang melibatkan LSM.

Satu sisi persoalan yang terjadi di Mesuji sungguh jauh dari nilainilai kemanusian, namun terlalau sederhana bila kasus Mesuji hanya dilihat dari sekedar pelanggaran kemanusian akibat sengketa lahan yang kemudian meminggirkan harkat dan martabat umat manusia.

Bagi penulis tatkala ditelisik lebih dalam ada persoalan mendasar yang belum tertuntaskan dalam melihat persoalan ini yakni ketidakadilan penguasaan tanah dan gagalnya pelaksanaan reforma agraria yang dicita-citakan para pendiri bangsa sesuai dengan UUPA No. 5 tahun 1960. Tak terlaksananya pedoman pokok pelaksanaan reforma agraria dan keberpihakan negara yang semakin jauh dari konsepsi tersebut. Bagi penulis menjadi persoalan hulu yang kemudian melahirkan persoalan hilir yang sarat dengan kekerasaan akibat arogansi penguasa yang memiliki modal kuat, entah itu berbentuk swasta, atau korporasi asing. Kemudian "bersekongkol" dengan negara lewat aparaturnya demi melanggengkan kepentingan ekonomi dan menjadikan tanah tak lagi sebagai fungsi sosial, tetapi untuk kepentingan ekonomi kelompok tertentu saja.

Konflik seperti itu terjadi di mana- mana. Sawit Watch, lembaga nirlaba pemantau persoalan perkebunan sawit, mencatat setidaknya ada 3.000 kasus sengketa lahan di perkebunan sawit. Yang terbanyak terjadi di Sumatra, disusul di kalimantan dan Sulawesi. Data Sawit Watch menunjukkan, di Riau, seorang ibu tewas karena konflik seperti di Mesuji. Di Jambi, 7 orang diberondong peluru.

Terlalu berpihak ke korporasi Sementara itu Direktorat Konflik Pertanahan melaporkan konflik tanah yang melibatkan komunitas pada 2006 ada 322 kasus, pada 2007 ada 858 kasus, pada 2008 ada 520 kasus dan pada 2009 ada 194 kasus. Yang menjadi akar masalahnya pun hampir sama, pemerintah begitu mudah memberikan izin penggunaan lahan kepada pengusaha besar, akibatnya perusahaan yang diberikan izin cenderung tidak mau merangkul penduduk setempat, menganggap pihaknya lebih berhak secara hukum, dan dengan segala cara pengusaha mempertahankan tanahnya, termasuk meminta bantuan aparat negara dan membentuk pasukan pengamanan swakarsa.

Pemerintah kehilangan keberpihakannya, di satu sisi begitu mudah memberikan dan terkesan mengobral izin penggunaan lahan kepada pengusaha besar atau dalam kasus Mesuji justru korporasi asing yakni perusahaan sawit asal Malaysia tetapi sangat pelit membaginya kepada rakyat kecil yang di mana-mana rakyat tinggal berimpit-impitan, bahkan di antara mereka ada yang rela mati demi sejengkal tanah padahal itu diamatkan di UUPA No. 5 tahun 1960.

Lewat tragedi Mesuji sejatinya ada hal yang patut di tata ulang kembali ke depan terutama terkait persoalan agraria dan peninjauan kembali persoalan penanaman modal asing. Peninjauan dan evaluasi terkait UU Penanaman Modal asing kian penting satu sisi bercermin pada tragedi Mesuji yang kian menyiratkan ekspansi korporasi asing tak hanya lagi menjarah sektor minyak bumi, batu bara, dan kekayaan alam lainya, akan tetapi sektor perkebunan sawit mulai dirambah terutama beberapa tahun belakangan ini.

Jika korporasi asing mulai merambah sektor perkebunan sawit maka secara langsung akan berhadapan dengan persoalan tanah baik itu hak ulayat, tanah komunitas petani gurem. Persoalan ini semakin rumit ketika terjadi kolaborasi korporasi asing ataupun pengusaha dengan modal kuat dengan pemerintah terkait pemberian izin penggunaan lahan.

Oleh sebab itu, kita sebagai warga negara baik itu mahasiswa, kelas menengah, dan kelompok progresif yang sadar akan konsepsi dan jalannya pembangunan kita ke depan sesuai dengan rancangan para pendiri bangsa ini, patutlah waspada dan mengontrol kejaliman rezim. Tanah bukan semata persoalan ekonomi melainkan sosial dan kepemilikaanya haruslah diatur sesuai yang diamatkan UUPA No. 5 tahun 1960 agar terjadi keadilan dan alat-alat produksi tidak dikuasai oleh segelintir kelompok saja ataupun korporasi asing.

Ingatlah persoalan Mesuji, seharusnya mengingatkan kita akan bahaya penanaman modal asing tatkala berkloborasi dengan pemerintah. Persoalan Mesuji harusnya menyadarkan kita kepada konsepsi reforma agraria yang dicanangkan para pendiri bangsa sebagai tahapan menuju kemajuan bangsa sebagaimana diungkapkan Bung Karno dalam "Djalannya Revolusi Kita". Menurutnya, gembar-gembor tentang revolusi, masyarakat adil dan makmur, amanat penderitaan rakyat tanpa melaksanakan land reform adalah gembar gembornya tukang penjual obat di tanah abang atau pun pasar senen.
(Penulis, Mahasiswa Universitas Padjadjaran, Ketua Cabang GMNI Kab. Sumedang 2009-2011)**
Galamedia senin, 30 januari 2012
Oleh : ARDINANDA SINULINGGA

Jadilah Diri Sendiri

MENGENAL diri sendiri bukanlah perkara enteng. Kesulitan paling utama adalah ketidakmauan untuk mengakui diri sebagaimana adanya. Kesulitan ini tambah buruk lagi dengan makin banyaknya berbagai mode kepribadian yang diimpor dari kebudayaan asing. Padahal, jelas mode kepribadian itu tidak sesuai dengan nilai yang dianut mayoritas bangsa kita. Dampaknya, banyak orang menderita ketegangan saraf dan rupa-rupa penyakit jiwa.

Meyakini diri sendiri sebagaimana adanya memang butuh keberanian dan kejujuran. Jika berhasil menanamkan sikap ini, ia akan memberikan dampak yang positif terhadap kepercayaan pada diri sendiri. Kita akan makin percaya diri dan optimis jika kita mampu menilai secara objektif keadaan diri sendiri.

Untuk mengenal diri sendiri, Alquran mengajarkan agar kita selalu ingat kepada Allah SWT. Hal ini ditegaskan dalam Surat Al Hasyr 19, "Janganlah engkau seperti orang yang melupakan kamu (atau membuat kamu lupa) akan dirimu sendiri."

Inti ajaran tersebut, memerintahkan segenap umat agar selalu mengingat Allah SWT melalui zikir dan juga pikir. Zikir dapat dilakukan dengan hati yang ihsan, yakni merasakan bahwa Allah selalu melihat kita. Zikir dengan lisan, misalnya berdoa, bertahmid, bertahlil, bertakbir, berkata yang baik, dan berusaha menghindari lisan yang kotor atau tidak berguna (Al Mu'minun ayat 3).

Zikir dengan perbuatan ialah melaksanakan amalan-amalan yang Allah dan Rasul perintahkan sebagaimana tersirat pada prinsip muamalah; semua pekerjaan itu boleh, kecuali pekerjaan yang dilarang.

Pikir meliputi perenungan terhadap alam semesta, Bumi, dan diri manusia sendiri, bagaimana semua itu diciptakan. Landasan berpikir objektif terhadap ketiga faktor itu ditegaskan oleh ayat, "Ya ... Tuhan kami, tiadalah Engkau ciptakan ini dengan sia-sia. Mahasuci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa api neraka." (Q.S. Al Imran 191).

Zikir dan pikir itu akan membawa cinta kepada Allah SWT, sehingga setiap insan akan mengenal hakikat dirinya dan siapa dia sebenarnya. Islam tidak mengajarkan agar kita mengganti diri kita dengan diri orang lain. Allah SWT memberikan kelebihan dan kekurangan pada seseorang sebab kehendak-Nya. Hanya ketentuan Allah-lah yang terbaik.

Pada zaman Rasulullah SAW, diri-diri sahabat tidak berubah, baik sebelum maupun sesudah masuk Islam. Perubahan yang terjadi adalah dari tidak beriman menjadi beriman. Abu Bakar yang lembut dan penyayang tetap demikian setelah beliau beriman, bahkan semakin menonjol. Umar bin Khatab yang berwatak keras ketika masih musyrik, masih tetap sama kerasnya setelah beliau beriman. Saidina Ali RA memiliki watak yang keras terhadap orang kafir telah terlatih sejak kecil hingga dewasa.

Jadilah dirimu sendiri menjadi seseorang yang diciptakan oleh pengalaman, keluarga, dan lingkungan. Apa pun yang diterima dari Allah SWT, syukurilah. Hal yang baik atau buruk, rawatlah. Siapa lagi yang akan merawat kalau bukan diri kita sendiri, bukan? Jalanilah kehidupan ini. Ikuti iramanya dengan sabar dan tawakal.
(Penulis adalah pengajar tetap STAI Sabili dan pengajar LB Prodi Editing/Sastra Indonesia Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran)**
Galamedia jumat, 21 oktober 2011
Oleh : EDI WARSIDI

Hutan

MENCARI pegunungan di kawasan Cekungan Bandung yang masih hijausangatlah sulit. Telah banyak keperawanan pegunungan yang menjadi tempat hidup berbagai habitat kehidupan berubah fungsi. Pegunungan yang telah membentuk kawasan hutan berubah menjadi lahan pertanian, dan bukit-bukitnya habis ditambang.

Padahal hutan itu tidak hanya memberi manfaat bagi masyarakat sekitarnya, tapi juga bagi masyarakat secara luas. Bagaimana tidak, hutan merupakan pabrik oksigen bagi mahluk hidup. Bukan hanya itu, hutan pula yang menjaga keseimbangan alam. Hutan terganggu, berarti tinggal menunggu bencana datang.

Salah seorang petugas KSDA (Konservasi Sumber Daya Alam) Wilayah Kabupaten Bandung Siswoyo mencontohkan kawasan hutan Bandung Selatan khusunya Cagar Alam Gunung Tilu telah banyak memberi manfaat.

Bahkan jika dikonservasi ke dalam rupiah mungkin mencapai miliaran sampai triliunan rupiah. Sebut saja PLTA Saguling, Cirata, sampai Jatiluhur, begitu pun dengan PDAM Tirta Raharja dan PDAM Tirta Wening, dari manakah sumber airnya? Demikian pula perkebunan, kehutanan, sampai petani begitu besar ketergantungannya pada air. Sumber air itu anugrah Yang Maha Kuasa yang diberikan melalui hutan.

Terkadang manusia baru menyadari bahwa hutan begitu besar manfaatnya setelah terjadi bencana. Ketika PLTA lumpuh, PDAM tak lagi bisa mengaliri air, ketika petani tak bisa bercocok tanam. Lebih jauh lagi sampai kejadian tidak diinginkan seperti banjir dan longsor mengancam manusa barulah kita menyadari telah merusak hutan.

"Hampir ditiap musim penghujan Kabupaten Bandung bagian selatan selalu dilanda banjir. Sebaliknya pada musim kemarau tak mampu menyimpan cadangan air. Itu menjadi fakta bahwa telah terjadi kerusakan hutan," kata Siswoyo dalam satu kesempatan.

Kasus longsornya Gunung Geulis Gambung yang terjadi 10 Februari 2010 menewaskan satu orang. Longsor di Gunung Waringin tepatnya di perkebunan teh Dewata di Kecamatan Pasirjambu yang menewaskan 45 orang.

Menurut Siswoyo, berdasarkan penuturan masyarakat Dewata, dulu begitu mudah melihat dan menemukan satwa liar mulai dari suliri, owa, macan, kijang, ular, dan berbagai jenis burung. Namun itu dulu, sekarang alam sudah tak mampu lagi menahan keserakahan manusia.

Satwa-satwa liar sepertinya menyadari desakan manusia, membuat habibat kawanan binatang semakin terjepit kedalam hutan.

Lalu apakah kita akan terus membiarkan semuanya menjadi bertambah buruk. Bukan hanya mengancam kehidupan manusia saat ini, tapi juga mewariskan bencana bagi anak cucu. Juga mewariskan gambar-gambar satwa yang telah punah. Tegakah kita? (Wartawan Galamedia)**
Galamedia jumat, 27 januari 2012
Oleh : DICKY MAWARDI

Monday, January 30, 2012

Inilah Keutamaan Berbaik Sangka


Suatu hari Rasulullah SAW mengutus Umar RA untuk menarik zakat dari para sahabat. Akan tetapi, Ibnu Jamil, Khalid bin Walid, dan Abbas yang juga paman Nabi SAW tidak menyerahkan zakatnya. Umar pun kemudian melaporkan sikap ketiga sahabat itu kepada Rasulullah.

Mendengar laporan itu, Rasulullah bersabda, ''Tiada sesuatu yang membuat Ibnu Jamil enggan untuk menyerahkan zakat kecuali dirinya fakir, kemudian Allah menjadikannya kaya. Adapun Khalid, sesungguhnya kalian telah berbuat zalim terhadapnya (karena) ia menginfakkan baju besi dan peralatan perangnya di jalan Allah. Adapun Abbas, aku  telah mengambil zakatnya dua tahun lalu.''

Setelah itu, Rasulullah pun bersabda, ''Wahai Umar, apakah kamu tidak tahu bahwa paman seseorang itu sama seperti ayahnya?'' (HR Bukhari dan Muslim). Dari kisah itu, Rasulullah SAW mengajarkan kepada umatnya untuk berbaik sangka kepada sesama. Nabi SAW senantiasa mengingatkan umatnya untuk menjauhi prasangka buruk.

Allah SWT juga melarang hamba-Nya  yang beriman untuk berprasangka. ''Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa... ' (QS al-Hujurat:12).  Syekh Salim bin Ied al-Hilali dalam Syarah Riyadhus Shalihin, mengungkapkan, seorang hamba Allah yang beriman hendaknya menjauhkan diri dari menuduh, menghianati keluarga, kerabat dan orang-orang bukan pada tempatnya.

Rasulullah SAW menegaskan dalam hadisnya, ''Jauhilah olehmu prasangka. Sesungguhnya prasangka itu adalah perkataan yang paling dusta.'' (Muttafaq 'alaih).  Lalu apa sebenarnya prasangka itu? Dalam Alquran, prasangka disebut dengan az-Zhann. Syekh Mahmud al-Mishri dalam kitab Mausu'ah min Akhlaqir-Rasul, menjelaskan secara detail tentang jenis-jenis prasangka.

Menurut Syekh al-Mishri, ada empat macam prasangka yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Pertama, prasangka yang diharamkan. Prasangka yang termasuk kategori haram itu adalah berprasangka buruk terhadap Allah serta berprasangka buruk terhadap kaum Muslimin yang adil.

Kedua, prasangka yang diperbolehkan. ''Prasangka yang diperbolehkan adalah yang terlintas dalam hati seorang Muslim kepada saudaranya karena adanya hal yang mencurigakan,'' papar Syekh al-Mishri. Ketiga, prasangka yang dianjurkan. Menurut dia, prasangka jenis ini adalah prasangka yang baik terhadap sesama Muslim.

Keempat prasangka yang diperintahkan. Menurut Syekh al-Mishri, prasangka yang diperintahkan adalah prasangka dalam hal ibadah dan hukum yang belum ada nashnya. ''Dalam hal ibadah, kita cukup berdasarkan prasangka yang kuat, seperti menerima kesaksian dari saksi yang adil, mencari arah kiblat, menaksir kerusakan-kerusakan, dan denda pidana yang tidak ada nash yang menentukan jumlah atau kadarnya,'' ungkapnya.

Sufyan ats-Tsauri menjelaskan ada dua jenis prasangka, yakni berdosa dan tidak berdosa.  Prasangka yang berdosa, tutur ats-Tasuri,  jika seseorang berprasangka dan mengucapkannya kepada orang lain.  Sedangkan,  yang tak berdosa adalah  prasangka yang tidak diucapkan atau disebarkan kepada orang lain.

Rasulullah SAW senantiasa mendidik dan mengarahkan para sahabat agar berbaik sangka (ber-husnuzh-zhann) terhadap Allah SWT  dan manusia di sekitar mereka, agar hati mereka tetap bersatu. Tiga hari menjelang wafat, Rasulullah SAW bersabda, ''Janganlah seseorang meninggal dunia, kecuali dalam keadaan berbaik sangka terhadap Allah SWT.'' (HR Muslim, hadis sahih).

Berbaik sangka kepada Allah SWT merupakan kenikmatan yang paling agung. Abu Hurairah RA meriwayatkan sabda Rasulullah SAW tentang kemuliaan berprasangka baik kepada sang Khalik. ''Sesungguhnya Allah azza wa jalla berfirman, Aku menurut prasangka hamba-Ku. Aku bersamanya saat ia mengingat-Ku. Jika ia mengingatku dalam kesendirian, Aku akan mengingatnya dalam kesendirian-Ku.''

''Jika ia mengingat-Ku dalam keramaian, Aku akan mengingatnya dalam keramaian yang lebih baik daripada keramaiannya. Jika ia mendekat kepada-Ku sejengkal, Aku akan mendekat kepadanya sehasta. Jika ia mendekat kepada-Ku sehasta, Aku akan mendekat kepadanya se depa. Jika ia datang kepada-Ku dengan berjalan, Aku akan datang kepadanya dengan berlari.'' (HR Bukhari dan Muslim).

Ahmad bin Abbas an-Numri berkata, ''Sungguh aku berharap kepada Allah hingga seolah aku melihat betapa indahnya balasan Allah atas kebaikan prasangkaku.'' Syekh al-Mishri, mengungkapkan, kebersihan hati seorang Mukmin adalah salah satu hal yang penting diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Hati yang bersih akan memudahkan umat untuk menjalin ukhuwah Islamiyah. Salah satu cara memelihara jalinan ukhuwah Islamiyah adalah dengan berbaik sangka kepada saudara-saudara sesama Muslim.


sumber : www.republika.co.id

Dampak Bahayanya Dikerok

SAAT ini kondisi cuaca bisa dikatakan sedang tidak bersahabat. Terutama kerap munculnya angin kecang. Bahkan tidak hanya dipagi hari serta malam hari, angin kencang pun muncul saat di siang hari, dimana banyak orang yang melakukan aktivitasnya di luar rumah. Untuk itu, sangat diperlukan mengecek kondisi kesehatan dan jangan sesekali menganggap remeh yang namanya masuk angin.

Seperti diketahui, kerap mendengar istilah "angin duduk" untuk menggambarkan sakit mendadak yang ditandai keringat dingin, pusing dan sulit bernapas. Mirip gejala masuk angin. Bahayakah kondisi ini?

"Angin duduk, selain seperti masuk angin, sering terasa seperti sedikit flu dan ada rasa tidak nyaman di dada. Ini sebenarnya adalah gejala serangan jantung, namun orang awam banyak menyebutnya dengan sebutan, 'angin duduk'," kata Dokter Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah, Dr. P. Tedjasukmana, SpJP, di Jakarta.

Berdasar penelitian beberapa dokter melalui teknik wawancara, 60 % pasien menyatakan mengalami serangan jantung dengan gejala awal menyerupai masuk angin.

Dr. Tedja mengatakan, banyak pasien penyakit jantung kerap terlambat mendapat penanganan karena mengacuhkan gejala yang muncul. Mereka menahan diri ke rumah sakit dan memberikan penanganan sendiri layaknya orang masuk angin, seperti kerik (dikerok -red.). Setelah dikerik mungkin mereka merasa lebih sehat, namun sesungguhnya itu berisiko menyebabkan kematian mendadak.

"Bukan akibat kerikannya mereka meninggal secara mendadak. Tetapi serangan jantung yang lebih lama mendapatkan pertolongan medis, semakin luas penyebab kerusakan jantung dan risiko kematian semakin tinggi," ujarnya.

Menurutnya, banyak hal yang bisa menyebabkan terjadinya serangan jantung, salah satunya adalah kolesterol. Untuk itu, selalu dianjurkan agar melakukan pola hidup sehat sejak dini, mengonsumsi makanan sehat dan seimbang, melakukan olahraga teratur dan rajin melakukan cek kesehatan ke dokter.

"Rekomendasinya, setiap orang yang memasuki usia dewasa disarankan untuk melakukan cek total kolesterol, LDL kolesterol, HDL kolesterol dan trigliserida selama lima tahun sekali, tapi untuk usia 35 tahun ke atas lakukan pemeriksaan setiap satu tahun sekali, jika tidak memiliki kelainan," katanya.

Banyak juga dari masyarakat yang menganut kebiasaan 'kerokan' saat menderita masuk angin. Kalian pasti sudah tahu, apa itu 'kerokan' bukan? 'Kerokan' itu suatu pengobatan tradisional untuk mengatasi gejala masuk angin dengan cara menggosokkan suatu benda tumpul seperti koin, batu giok, gundu, potongan jahe, potongan bawang, atau benda tumpul lainnya yang dipadupadakan dengan cairan licin seperti minyak telon, minyak olive, minyak kelapa, atau lotion. Agar saat dikerok atau digosok, kulit kita tidak mengalami iritasi.

Ampuh

Pengobatan tradisional yang sudah turun temurun ini banyak disinyalir ampuh mengobati masuk angin. Bahkan secara biaya, murah meriah. Namun dibalik kemurah-meriahannya, ada dampak yang mesti diperhatikan juga. Mengingat hal itu, berdampak pada kesehatan selanjutnya.

Nah, apa saja dampak negatif 'kerokan' bagi kesehatan tubuh. Mengakibatkan kontraksi dini. Kenapa bisa begitu? Karena saat tubuh dikerok atau dikerik, maka akan terjadi Inflamasi. Nah, yang menjadi masalah adalah reaksi penolakan terhadap Inflamasi tubuh.

Saat terjadi Inflamasi, maka mediator anti Inflamasi akan mengeluarkan suatu zat yang disebut "Cytokines" merupakan sel yang bisa meningkatkan kekebalan tubuh.

Zat ini akan memicu pelepasan Prostaglandin yang bisa menyebabkan kontraksi pada rahim. Oleh sebab itu, bagi ibu-ibu yang sedang hamil sangat dilarang penyembuhan dengan cara dikerok, karena bisa mengakibatkan timbulnya kontraksi dini akibat munculnya zat Prostaglandin. Kemudian masuknya bakteri dan virus.

Aktivitas mengerok atau mengerik tubuh, berdampak pada pori-pori kulit akan terbuka lebar oleh karena efek gesekan kulit dengan benda tumpul maupun karena panas tubuh yang meningkat. Saat poripori membesar, maka akan memudahkan angin masuk kembali ke tubuh dengan membawa bakteri dan virus dari udara ke dalam tubuh.

Memang efeknya tidak akan langsung terasa oleh tubuh, tapi akan muncul efek dikemudian hari. Sebagian besar orang akan merasa ketagihan saat dikerok dan pasti akan melakukannya lagi saat dia terserang masuk angin. Semakin sering dikerok dan semakin sering pula pori-pori tubuh melebar, maka akan semakin banyak juga virus dan bakteri yang masuk ke dalam tubuh.

Jadi, dalam hal ini bukan berarti mengindahkan terapi tradisional yang sudah turun temurun. Namun diharapkan, bisa lebih waspada dan bisa memilih yang terbaik untuk kesehatan tubuh.
(tri/"GM"/berbagai sumber)**

Sunday, January 29, 2012

Penggunaan Kipas Angin Membahayakan

TIDAK hanya angin langsung yang tenyata memiliki dampak buruk bagi kesehatan saat cuaca panas, AC atau kipas angin pun demikian. Ternyata kalau mengarahkan kipas angin secara langsung ke arah anak kecil dapat menyebabkan penyakit. Apalagi kalau langsung ke arah wajah, ini dapat menyebabkan penyakit bell palsy.

Bell palsy (BP) terjadi karena membengkaknya saluran saraf fasialis (wajah) yang melewati telinga. Beberapa ahli menyatakan, penyebab BP berupa paparan angin dingin di salah satu sisi wajah secara terus-menerus.

Ada juga yang menyatakan, hal itu disebabkan oleh virus herpes yang menetap di tubuh dan teraktivasi kembali karena trauma, faktor lingkungan, stres, dll. Sebagian penderita dapat sembuh tanpa pengobatan, tetapi tetap disarankan untuk menjalani terapi dan pengobatan.

Tanda-tanda jika seseorang terkena penyakit ini terutama anak kecil adalah pada saat tersenyum, maka bagian bibir yang satu sisi dengan pembengkakan saluran saraf akan sulit untuk bergerak mengikuti pola senyuman.

Begitu pun apabila anak hendak mengernyitkan alis, maka pada alis di sisi pembengkakan akan sulit terangkat.
(tri/"GM"/berbagai sumber)**

Saturday, January 28, 2012

Bangsa Pengejar Kuantitas

Hidup mengejar kuantitas yang diukur dengan angka atau jumlah bukanlah hal yang dilarang. Boleh saja setiap manusia mengejar statistika hidup dengan mengumpulkan dan menghitung aneka rupa harta milik yang serbawah. Seperti rumah besar, kendaraan mewah, kebun yang luas, pabrik besar (perusahaan), dan memiliki sejagat kuantum simbol seperti gelar dan pangkat. Namun, semua itu menjadi absurd bila yang bernama simbolitas angka itu tidak interaktif dengan nilai-nilai kehidupan umat. Agama mengajarkan perlunya umat manusia membangun hubungan dengan Allah dan menjaring kepedulian terhadap sesamanya.

Mengomentari (QS [3]: 112), Wahbah Zuhaili mengemukakan bahwa umat manusia akan terempas selamanya dalam penderitaan (kehinaan) manakala sisi kehidupannya lebih mengutamakan hubungan material simbolis (al-mu’amalah al-ramziyah). Sementara hubungan esensial (al-mu’amalah al-Madzmuniyyah) berupa komitmennya dengan perintah Allah terabaikan.

Kecendrungan hidup mengejar “material simbolis” (angka) ketimbang kualitas tampaknya telah merasuk ke sebagian elite bangsa. Demi gengsi mereka mengejar tren hidup modern berupa harta dengan mengukir gaya konsumtif. Dari sisi kuantum kemewahan, mereka memang bangsa yang tengah mencapai puncak sukses. Namun, dari sisi interaksi dan komitmennya menegakkan kondusivitas, kohesivitas, dan kualitas kehidupan sosial patut dipertanyakan.

Fenomenanya dapat kita rasakan bagaimana karut-marutnya bangsa yang berada di tepi keresahan sosial dalam menggenggam keadilan dan kesejahteraan hidup. Akibatnya, di berbagai tempat terjadi kemerosotan indek kepuasan masyarakat yang berujung pada konflik mengerikan, seperti di Mesuji dan Bima. Belum lagi kasus penegakan hukum yang hingga kini masih dirasakan menjepit rakyat kecil. Ini menunjukkan betapa rapuh dan limbungnya sebagian kualitas elite bangsa dalam mengatasi keresahan masyarakat.

Peristiwa ini amat menyakitkan rakyat karena ternyata para pengejar kuantitas dari kalangan elite bangsa itu tak bernyali (lumpuh) mengatasi penderitaan rakyat. Ke mana saja nyali kemewahan mereka itu bersembunyi. Justru mereka lebih mampu mengatasi dirinya sendiri lewat simbol dan angka-angka kuantitas kemewahan dan kekuasaan. Namun, dengan kemewahan itu sebenarnya mereka telah menanggung “dosa sosial” lantaran tega membiarkan rakyat dalam kondisi kehidupan menderita dan tertindas.

Bagi para pengejar kemewahan (kuantitas), sadarlah bahwa kemewahan yang telah Anda genggam bukan mutlak milik sendiri. Tetapi, Allah yang telah memberikan kemewahan itu melalui rakyat kecil (buruh) yang telah bersusah payah membantu jabatan dan perusahaan Anda. Oleh karena itu agar Anda selamat, keturunan Anda bahagia, dan kondisi bangsa keluar dari jeritan penderitaan perkuatlah hubungan Anda dengan Allah dan umat. Kejarlah harta itu dengan jalan yang benar dan halal lalu perdayakanlah harta tersebut untuk membangun umat menuju kualitas kemakmuran, kejayaan, dan kedamaian bangsa. Jangan sampai masa tua Anda bernasib amat mengenaskan. (QS [2]: 266).

REPUBLIKA.CO.ID,  Kamis, 19 Januari 2012 19:40 WIB
Oleh Prof Dr H Fauzul Iman MA

Friday, January 27, 2012

Kelembutan Hati

Ada seorang syekh melihat seorang anak berwudhu di tepi sungai sambil menangis. Syekh tersebut bertanya, “Wahai anak, mengapa engkau menangis?”

Anak tersebut menjawab, “Saya membaca ayat Alquran, hingga sampai ayat: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (QS At-Tahrim [66]: 6). Saya takut, jangan-jangan Allah memasukkan saya ke neraka.”
  
Syekh tersebut berkata, “Wahai anak kecil, kamu tidak akan disiksa, karena kamu belum baligh, jangan merasa takut, kamu tidak  berhak memasuki neraka.”

Anak kecil tersebut menjawab, “Wahai syekh, engkau adalah orang yang pandai, tidakkah syekh tahu bahwa seorang yang menyalakan api untuk satu keperluannya itu memulai dengan kayu-kayu yang kecil baru kemudian yang besar.”

Seraya menangis seorang syekh tersebut berkata, “Anak ini lebih takut kepada neraka daripada saya.”

Itulah gambaran kelembutan hati seseorang yang dibingkai dengan iman. Seorang yang betul-betul beriman dan senantiasa bertambah keimanannya akan semakin peka dan mudah merasai sesuatu, karena semua perkara akan dilihat dari kehendak-kehendak Allah, bukan dari kehendak-kehendaknya.

Seorang yang beriman kepada Allah pasti akan sedih apabila tidak dapat bersedekah karena tidak memiliki harta, akan takut apabila azab akan menimpa dirinya sewaktu-waktu, akan bersedih bila tidak mampu membantu orang-orang yang susah, akan meneteskan air mata kesedihan apabila melihat anak-anak yang terlantar, akan harap apabila nanti dimasukkan ke dalam surga, akan gembira apabila imannya terus kekal hingga ke penghujung usia, dan begitu seterusnya.

Rasulullah SAW pernah bersabda, “Demi Allah, seandainya kamu mengetahui apa yang aku ketahui niscaya kamu akan sedikit tertawa dan akan banyak menangis.” (HR Tirmidzi).

Seorang Tabi’in pernah berkata, “Siapa diberi ilmu dan tidak membuatnya menangis maka lebih baik baginya untuk tidak diberi ilmu, kerana Allah telah menerangkan bahwa sifat orang yang berilmu itu adalah menangis.” (HR Ad-Daraami).

Oleh karena itu, Rasulullah SAW menjelaskan bahwa orang yang takut kepada Allah (karena kelembutan hatinya) adalah orang-orang yang berilmu, sebagaimana firman Allah SWT, “Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah ulama (orang-orang yang berilmu).” (QS Fathir [35]: 28). Wallahu a’lam.

REPUBLIKA.CO.ID, Senin, 16 Januari 2012 04:35 WIB
Oleh H Imam Nur Suharno MPdI

Thursday, January 26, 2012

Syukur Bukan Kufur

Dikisahkan, pada suatu hari Rasulullah SAW pergi keluar rumah. Di tengah jalan, beliau bertemu Abu Bakar dan Umar bin Khattab. “Mengapa kalian keluar rumah,” tanya Nabi. Jawab mereka, “Tak ada yang membuat kami keluar rumah selain rasa lapar.”

Rasulullah SAW sendiri pergi keluar rumah juga karena lapar. Lalu, beliau mengajak dua sahabatnya itu datang ke rumah seorang sahabat bernama Abu Ayyub al-Anshari. Sang tuan rumah, Abu Ayyub, bergembira ria oleh kedatangan tamu-tamu yang sangat dihormatinya itu. Abu Ayyub menyuguhkan roti, daging, kurma basah dan kering (tamar). Setelah mereka menyantap suguhan itu, Nabi SAW dengan mata berkaca-kaca berkata, “Kenikmatan ini akan ditanya oleh Allah kelak di hari Kiamat.” (HR Muslim, Thabrani, dan Baihaqi).

Kisah ini mengajarkan kepada kita kewajiban syukur atas berbagai kenikmatan yang diberikan oleh Allah SWT kepada kita, baik kecil maupun besar. Dengan syukur dan mengingat Allah Sang Pemberi nikmat maka kegiatan yang tampaknya sepele, seperti makan dan minum, dapat bernilai ibadah dan menjadi bagian dari bentuk kepatuhan kepada Allah SWT (min alwan al-tha’ah).

Air mata Nabi, dalam kisah ini, bisa dipahami sebagai ekspresi keprihatinan beliau atas kenyataan bahwa manusia pada umumnya kurang bersyukur, tetapi kufur nikmat. Kalau kenikmatan kecil-kecilan saja seperti makan dan minum wajib disyukuri, bagaimana dengan kenikmatan yang besar-besar seperti nikmat iman, kesehatan, dan kekayaan (yang berlimpah)? “Dan terhadap nikmat Tuhanmu maka hendaklah kamu siarkan.” (QS al-Dhuha [93]: 11).

Menurut pakar tafsir al-Ishfahani, syukur bermakna mengerti dan menyadari nikmat, lalu menampakkannya melalui zakat, infak, dan sedekah. Syukur juga berarti mempergunakan nikmat sesuai maksud dan tujuan diberikannya nikmat itu. Maka, pemberian fasilitas nagara untuk pelaksanaan tugas tak boleh diselewengkan untuk keperluan pribadi dan golongan. Ini salah satu bentuk kekufuran.

Syukur juga bermakna mengembangkan nikmat (potensi baik) agar tumbuh dan berkembang lebih produktif. Maka, sikap pembiaran terhadap kekayaan alam dan budaya kita yang melimpah sebagai anugerah Allah, merupakan bentuk kekufuran yang lain lagi.

Kita semua disuruh bersyukur, bukan kufur. Namun, pada kenyataannya, tak semua orang pandai bersyukur. Menurut Imam Ghazali, agar menjadi manusia yang penuh syukur, kita harus sadar bahwa semua anugerah dan nikmat yang kita miliki sejatinya datang dan berasal dari Allah. Konglomerat seperti Qarun menjadi kufur, karena merasa semua kekayaannya yang sangat besar itu diperoleh karena kehebatannya sendiri. Ketika ditanya tentang kekayaannya, Qarun berkata, "Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku". (QS al-Qashash [28]: 78).

Berlainan dengan Qarun, Nabi Sulaiman AS, dengan kuasa dan kekayaan yang jauh lebih besar, justru menyandarkan semua kuasa dan kekayaannya itu kepada Allah SWT semata. “Ini termasuk kurnia Tuhanku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau mengingkari (kufur) akan nikmat-Nya.” (QS al-Naml [27]: 40). Maka, bersyukurlah, bukan kufur! Wallahu a`lam
REPUBLIKA.CO.ID,   Rabu, 18 Januari 2012 18:14 WIB
Oleh Dr A llyas Ismail

Wednesday, January 25, 2012

Lalab Khas Sunda, Nasibmu Kini dan di Masa Datang


Daratan Sunda adalah surga bagi para penggemar lalab. Lalab adalah daun-daun muda dan bagian tanaman lain seperti buah, biji ataupun bunga yang dimakan bersama dengan makananan utama (nasi). Kebiasaan memakan lalab bagi masyarakat Sunda sudah berlangsung turun - temurun dan masih berlangsung sampai saat ini. Bahkan ada pepatah yang mengatakan bahwa orang Sunda tidak akan pernah mati kelaparan jika dilepas di tengah hutan karena mereka bisa memakan semua daun yang ada. Pepatah yang kadang digunakan sebagai bahan “guyonan” orang Jawa tersebut sebenarnya mempunyai makna yang dalam. Mengapa demikian? Karena budaya makan lalab mucul sebagai suatu bentuk adaptasi masyarakat Sunda terhadap alamnya yang kaya akan keanekaragaman hayati. Kalau kita mengamati fenomena yang terjadi saat ini, budaya makan lalab tersebut telah mengalami perubahan. Keanekaragaman jenis lalab mulai berkurang. Menurut informasi yang dimuat dalam buku Indische Groenten tahun 1931 (Suriawirya, 1987) disebutkan bahwa yang namanya lalab adalah berupa tanaman liar atau tumbuh dengan sendirinya yang kemudian dipelihara. Suriawirya menambahkan bahwa tidak satupun lalab tempo doeloe yang termasuk sayuran seperti yang ada saat ini.

Kebenaran pernyataan Suriawirya tersebut dapat kita lihat di rumah - rumah makan khas Sunda sampai ke pedagang - pedagang kaki lima yang menjajakan makanan pada malam hari. Jenis lalab yang disajikan tidak beragam dan cenderung seragam. Daun slada dan kol (kubis) seakan menjadi lalaban utama. Petersely merupakan lalab mahal yang disajikan di restoran-restoran. Padahal ketiga jenis lalab tersebut adalah jenis tanaman introduksi (tanaman asing) dari negara lain.
Konsumsi lalab yang disajikan di rumah tangga khususnya bagi keluarga yang tinggal di perkotaan juga tidak jauh berbeda. Bahkan ada seorang ibu yang sudah cukup berumur yang tinggal di daerah Garut mengatakan bahwa dulu ia mengkonsumsi segala macam daun di sekitar rumahnya untuk lalab. Tumbuhan yang tumbuh liar di pinggir jalan pun ia jadikan lalab. Tetapi kebiasaan tersebut saat ini sudah jarang ia lakukan karena ia dengan mudah dapat memperolehnya di pasar dan lalab yang tersedia menurutnya seperti yang dimakan oleh orang kota.
Sekelumit pernyataan yang diutarakan oleh ibu tersebut mungkin juga terjadi pada masyarakat Sunda lainnya. Mereka tahu akan perubahan pola konsumsi makan dengan semakin berkurangnya dan berubahnya jenis - jenis lalab. Tetapi apakah mereka sadar akan arti perubahan itu bagi diri mereka dan keturunannya serta bagi keberlanjutan alam tempat mereka tinggal masih menjadi pertanyaan.
Membanjirnya berbagai jenis lalab dan sayuran asing yang telah berhasil mempengaruhi perubahan pola konsumsi makanan perlu kita sadari sebagai suatu fenomena yang penting untuk diperhatikan. Sebagaimana kita ketahui bahwa Indonesia adalah negara megabiodiversitas terbesar nomor dua di dunia. Perubahan pola konsumsi makanan dan budi daya pertanian yang beralih ke tanaman asing merupakan suatu hal yang aneh.
Apabila dilihat dari sudut pandang biologi, fenomena di atas akan berakibat buruk pada keberlanjutan keanekaragaman hayati kita. Erosi genetis terhadap tanaman - tanaman lokal akan terjadi secara signifikan. Tanaman - tanaman lokal akan punah karena tidak lagi dibudidayakan dan habitatnya digantikan oleh tanaman asing.
Tanaman asing yang merupakan tamu di suatu habitat yang bukan aslinya tentu saja memerlukan perlakuan - perlakuan yang membutuhkan energi tinggi. Bahkan seringkali diperlukan suatu kondisi ekstrem untuk mengadaptasikan tanaman asing tersebut ke habitat barunya. Hal ini dapat kita lihat pada budidaya sayuran atau padi. Pemupukan dan pemberantasan hama diperlukan supaya tanaman tersebut dapat hidup dan berproduksi dengan baik. Aktivitas tersebut saat ini telah terbukti berhasil merusak kemampuan tanah untuk membangun dirinya sendiri serta telah menimbulkan hama yang resisten yang justru sangat merugikan bagi petani dan terutama sangat mengganggu keseimbangan ekosistem lokal dan keberlanjutan makhluk hidup lokal lainnya.
Punahnya tanaman lokal juga dapat disebabkan oleh adanya invasi tanaman - tanaman asing. Salah satu contoh adalah invasi tanaman konyal (passiflora) di hutan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP). Tanaman merambat ini telah mematikan beberapa jenis tanaman asli di hutan tersebut. Jika invasi konyal ini tidak segera ditangani maka spesies - spesies tanaman yang ada di hutan tersebut lambat laun akan mati.
Dunia pertanian, perkebunan dan kehutanan hendaknya bersikap hati - hati terhadap adanya introduksi spesies asing ini. Perilaku suatu spesies tanaman di habitat aslinya dengan di habitat asing bisa sangat berbeda. Di habitat aslinya, suatu tanaman mungkin tidak berbahaya bagi tanaman lainnya. Tetapi di habitat asing ia bisa menjadi sangat invasif dan dapat mematikan berbagai jenis tanaman asli lainnya seperti kasus invasi tanaman konyal di TNGP.
Salah satu contoh kasus menarik lainnya adalah hasil penyelidikan oleh G.F. van der Meulen, seorang ahli pertanian tanaman tropika dari universitas Wageningen Belanda. Ia menemukan suatu jenis tanaman herba Eupatorium odoratum di daerah Jawa Barat pada tahun 1953. Jenis tanaman ini sangat ganas, ia mampu mengalahkan dan membunuh tanaman alang - alang yang juga merupakan salah satu rumput ganas di daerah terbuka.
Menurut Meulen, keberadaan Eupatorium beserta tanaman legume seperti Centrosema pubescen, Tephrosia candida dan Pueraria javanica mampu membangun unsur hara tanah. Tanaman-tanaman tersebut dapat menggantikan fungsi hutan asli dalam menciptakan unsur hara tanah.
Hasil penelitian Meulen ini perlu kita analisis secara cermat. Di satu sisi tanaman tersebut dapat membangun unsur hara tanah (soil builder), tetapi di sisi lain keganasan tanaman tersebut dapat mematikan jenis tanaman asli yang tumbuh rendah di daerah terbuka. Apabila tanaman tersebut berada di dekat daerah hutan, maka pembukaan hutan secara liar akan menjadi lahan empuk bagi invasi jenis asing tersebut. Barangkali tanaman pohpohan yang merupakan jenis asli yang hidup liar di hutan akan hilang dan kita tidak akan pernah dapat menikmatinya lagi. Nasibnya akan sama dengan lalab tempo doeloe seperti buni, koang, godobos dan lain-lain yang kini tinggal kenangan. Demikian juga dengan jenis - jenis lainnya, sementara itu kita belum sempat melakukan domestikasi dan melakukan budi daya terhadap jenis - jenis tanaman asli tersebut.
Apabila hal tersebut terjadi di seluruh wilayah Indonesia, kita dapat membayangkan betapa besar kerugian secara ekonomi oleh hilangnya jenis - jenis tanaman asli yang merupakan sumber gen di masa depan. Kemandirian untuk memenuhi kebutuhan pangan dengan tanaman kita sendiri tidak dapat dilakukan lagi. Kita akan semakin bergantung dengan tanaman asing yang kadangkala benihnya pun harus kita beli dari daerah asalnya.
Selain itu munculnya jenis - jenis tanaman asing yang sangat invasif akan mengacaubalaukan perkembangan keanekaragaman hayati asli kita. Kerawanan pangan dan kelaparan bukanlah hal yang mustahil di masa depan jika kondisi ini tidak cepat diantisipasi.
Prediksi akan kerawanan dan kelaparan tersebut bukanlah mengada - ada. Kita dapat melihat dan menyadarinya melalui fenomena - fenomena yang ada di lingkungan kita selama ini. Masyarakat Sunda barangkali tidak akan lagi menikmati lalab segar khas daerahnya. Mereka akan sangat familiar dengan jenis lalab dan sayur - mayur dari daerah lain sementara jenis lalab dan sayur aslinya sendiri yang jumlahnya jauh lebih beragam tidak lagi mereka kenal. Lalu siapakah yang seharusnya bertanggung jawab terhadap keadaan masyarakat dan alam di masa depan nanti ?” Seandainya keanekaragaman hayati asli benar - benar kacau dan rawan pangan benar - benar terjadi, siapakah yang harus disalahkan dan bertanggung jawab ? Apakah kita sebagai manusia, alamnya sendiri ataukah sistem yang kita bangun di alam ini ?
Saat ini pilihan ada di depan kita semua. Memilih tanaman asing atau tanaman lokal atau kedua–duanya. Satu hal yang perlu diingat adalah bahwa alam beserta keanekaragaman hayatinya bukanlah hak generasi saat ini saja. Keturunan kita juga berhak menikmati kondisi alam yang sehat. Oleh sebab itu penting bagi kita untuk berbuat dan memikirkan alam beserta keanekaragaman hayatinya guna kelangsungan hidup saat ini dan di masa depan. Dengan demikian masyarakat Sunda tetap dapat menikmati pucuk daun pohpohan sebagai lalab. Demikian pula dengan daerah – daerah lainnya di Indonesia. Di masa datang, mereka tetap dapat menikmati pangan hasil dari tanaman asli milik sendiri.
Oleh : Sri Indiyastuti
sumber http://www.terranet.or.id/tulisandetil.php?id=1366

Ini Dia Atraksi Wisata Menarik Tahun 2012

 Festival-festival seni budaya dan wisata bertaburan di Indonesia. Jika Anda masih merancang akan berwisata ke mana di tahun 2012 ini, maka Anda bisa lirik destinasi-destinasi wisata yang menawarkan festival-festival menarik. Setiap provinsi di Indonesia menawarkan agenda wisata yang bisa menjadi panduan calon pelancong. Berikut beberapa agenda wisata pada 2012 yang bisa menjadi pilihan Anda di setiap bulannya.

Januari. Dalam rangka perayaan Imlek, Ancol Taman Impian Jakarta akan menghadirkan "The Longest Firework Musical". Atraksi kembang api akan berlangsung selama 25 menit. Bukan sekadar kembang api biasa, ledakan kembang api akan seirama dengan musik baik di dalam laut maupun udara. Pentas kembang api bertemakan "Dragon Light" tersebut bisa Anda saksikan di Dermaga Beach Pool.

Februari. Anda bisa merencanakan perjalanan ke Lombok, Nusa Tenggara Barat. Mampir ke Pantai Kuta untuk ikut kemeriahan Festival Bau Nyale. Sejak lama, masyarakat setempat mengadakan upacara Menyisik atau memanggil cacing laut. Cacing inilah yang disebut Nyale. Upacara akan diikuti oleh ribuan masyarakat dan biasa dilakukan di sore hari. Puncak acara, orang-orang akan memadati pinggiran pantai untuk menangkap nyale. Nyale hanya muncul setahun sekali. Menurut legenda setempat, nyale merupakan perwujudan dari putri cantik bernama Mandalika.

Maret. Sumba, Nusa Tenggara Timur, bisa menjadi pilihan destinasi wisata di bulan Maret untuk menyaksikan Festival Pasola. Pasola adalah "perang-perangan" antara dua kelompok berkuda. Dua ratus pemuda dengan tombak kayu, saling beradu di atas kuda. Kuda Sumba memang terkenal besar-besar karena merupakan hasil persilangan antara kuda Arab dan lokal.

April. Festival Legu Gam di Ternate, Maluku Utara, bisa menjadi agenda wisata yang menarik di bulan April. Pesta rakyat ini diadakan untuk memperingati ulang tahun Sultan Ternate. Uniknya, pesta ini diadakan selama seminggu dan dipenuhi dengan pertunjukan aneka budaya khas masyarakat setempat. Acara akan berpusat di Kedaton dengan puncak acara berupa silahturahmi antara Sultan dan masyarakat.

Mei. Siapkan perjalanan Anda ke Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Anda dapat menyaksikan Festival Budaya Issen Mulang. Pawai mobil hias akan meramaikan kota Palangkaraya. Tidak hanya itu, aneka pertunjukan budaya seperti permainan rakyat, olahraga tradisional, tarian tradisional Dayak, hingga kesenian khas daerah setempat akan meramaikan festival tersebut. Anda juga dapat bertemu pria-pria suku Dayak yang tambil dengan aneka senjata tradisional seperti mandau dan sumpit.

Juni. Ikuti semarak Festival Malioboro di Yogyakarta yang akan bertempat di empat titik, yaitu Taman Parkir Abu Bakar Ali, sepanjang Jalan Malioboro, Benteng Vredeburg, dan kantor Dinas Pariwisata Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Aneka pagelaran seni dan budaya akan memeriahkan festival ini dan tumpah di tengah keramaian kota Yogyakarta. Ibarat melihat pentas seni di tengah jalan.

Juli. Jember memang identik dengan Jember Fashion Carnaval. Jika Anda belum pernah menyaksikan carnaval tenar ini, maka rencanakan perjalanan Anda ke Jember, Jawa Timur. Pusat kota Jember disulap bagaikan catwalk yang menampilkan gabungan antara kreativitas fashion dan seni pentas karnaval. Acara ini sudah dikenal hingga ke mancanegara. Parade busana warna warni dengan balutan unsur teatrikal akan memukau mata dan telinga Anda.

Agustus. Festival Layang-layang Muna di Kota Raha, Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara, bisa menjadi pilihan agenda wisata Anda. Layang-layang sudah menjadi ritual masyarakat Muna setiap tiba musim panen. Mereka akan menaikkan layang-layang selama tujuh hari. Saat diturunkan, makanan akan digantung di tali layangan. Kemudian tali diputuskan sehingga makanan akan terbang bersama layang-layang. Hal ini sebagai simbol menolak bala.

September. Jika Anda penggila diving, maka agendakan Festival Bahari Raja Ampat untuk wisata Anda. Festival tersebut akan berlangsung di Raja Ampat, Papua. Raja Ampat sudah terkenal di dunia sebagai salah satu tempat menyelam terbaik dunia. Selain diving, saat festival terdapat aneka kegiatan seperti lomba perahu dayung, lomba kano, sampai atraksi budaya lokal. Wisatawan juga dapat melihat aneka perahu tradisional seperti jawati dan perahu kajang. Juga atraksi menangkap ikan di laut dengan cara tradisional yaitu menggunakan tombak dan panah.

Oktober. Angklung mungkin alat musik yang terlintas di kepala bila menyebut musik bambu. Nyatanya, ada beragam aneka alat musik yang dibuat dari bambu. Tak percaya? Datang saja ke Festival Musik Bambu Nusantara di Bandung, Jawa Barat. Anda dapat melihat penampilan musik menggunakan angklung, karinding, celempung, seruling, calung, sampai lodong. Pertunjukan musik makin apik karena berupa kolaborasi alat musik tradisional bambu dengan alat musik modern.

November. Bali juga mengenal tradisi ala karapan sapi milik Madura. Penasaran seperti apa acara tersebut? Anda bisa datang ke Jembrana untuk melihat Festival Makepung. Ajang lomba balap kerbau tersebut menjadi tradisi para petani Jembrana. Acara juga menampilkan penampilan tarian kreasi Makepung yang terinspirasi dari lomba balap kerbau, dengan iringan gamelan Jegog.

Desember. Festival Way Kambas di Lampung bertempat di Taman Nasional Way Kambas sebagai obyek wisata favorit di Lampung. Taman nasional tersebut merupakan tempat konservasi gajah. Sehingga, dalam festival akan tampil atraksi gajah seperti tarik tambang antara gajah dan manusia. Selain itu, aneka kesenian daerah juga akan unjuk gigi di Festival Way Kambas. Kompas.com

Bergerak Menyusuri Sesar Lembang

Setelah menuntaskan rute di Jawa Tengah, tim Ekspedisi Cincin Api Kompas memasuki rute Jawa Barat. Tim melakukan perjalanan 22 Januari dengan memulai menelusuri Sesar Lembang.

Berdasarkan catatan Kompas.com, Sesar Lembang selama ini diketahui oleh para peneliti sebagai salah satu sesar aktif yang bergerak dengan kecepatan 2-4 milimeter per tahun. Sesar adalah kenampakan morfologis yang khas akibat proses tektonik

Tim dijadwalkan akan menapaki ruang-ruang ekonomi serta menggali persepsi orang-orang yang hidup di sekitar sesar tersebut. Masyarakat selama ini banyak yang belum mengetahui bahwa mereka hidup di wilayah yang rawan gempa. Pusat-pusat komunitas juga banyak membuat bangunan di daerah sesar termasuk bangunan Observatorium Bosscha.

Tim kemudian bergeser ke Tangkuban Perahu untuk melihat jejak geologis pembentukan serta mencatat potensi ancamannya. Aspek ekonomi juga didalami, bagaimana peran ekonomi masyarakat di sekitar Tangkuban perahu terhadap warga di perkotaan.

Setelah itu, tim menuju Gunung Guntur di Kabupaten Garut. Seperti halnya di gunung-gunung api rute sebelumnya, tim akan menelusuri jejak letusan gunung tersebut sehingga bisa mempelajari indeks kerawanan bencana.

Jika gunung tersebut meletus, bagaimana dampak langsung terhadap ekonomi masyarakat di kota Garut. Serta seperti apa efeknya bagi Kota Bandung dan Jakarta. Di Garut, di antaranya tim akan menuju Kecamatan Samarang, Tarogong Kidul, Tarogong Kaler.

Kawasan Gunung Galunggung juga menjadi titik eksplorasi tim ekspedisi. Tim akan menggali lagi ingatan tentang letusan dahsyat 1982 dengan menapaki lokasi-lokasi yang paling parah terdampak oleh letusan yang kini sudah dipadati oleh permukiman.

Tim juga akan melacak tentang keberadaan Kerajaan Galunggung yang ibu kotanya berada di kawasan bencana berdasar pada temuan prasasti Geger Hanjuang yang ditemukan di Galunggung dekat bukit Geger Hanjuang di Desa Linggawangi, Kecamatan Leuwisari.

Selanjutnya tim mengakhiri perjalanan di kawasan Gunung Gede-Pangrango. Kawasan gunung ini yaitu di daerah Puncak dan Cipanas merupakan daerah wisata dan permukiman.

Indira Permanasari, anggota tim ekspedisi mengatakan, bahwa dalam rute kali ini tim akan menekankan liputan mengenai dampak langsung bencana gempa dan gunung api terhadap sosial ekonomi masyarakat desa dan perkotaan. (kompas.com)

Tuesday, January 24, 2012

Monyet Punah Ditemukan Lagi di Indonesia

Ilmuwan yang meneliti hutan hujan tropis di Indonesia menemukan kembali spesies monyet besar dan berwarna abu-abu yang diduga telah punah. Mereka menemukan kembali langur abu-abu (Presbytis hosei canicrus) yang memiliki wajah hitam dengan bulu-bulu halus di bagian leher yang berwarna abu-abu.

Penemuan itu tak disengaja. Tim sebenarnya sedang memasang kamera jebakan untuk menangkap gambar orangutan, leopard, dan lainnya di hutan Wehea, bagian timur Kalimantan, Juni 2011. Tak disangka, grup monyet yang tak pernah dijumpai sebelumnya muncul.

Penemuan itu menantang tim ilmuwan yang dikepalai oleh Brent Loken dari Simon Fraser University di Kanada. Mereka tak punya foto langur abu-abu. Satu-satunya yang dimiliki adalah sketsa dari museum. "Kami gembira luar biasa mengetahui fakta bahwa ternyata monyet jenis ini masih ada, juga bahwa ini didapati di Wehea," kata Loken seperti dikutip AP, Jumat (20/1).

Langur yang memiliki ciri mata agak tertutup dan hidung serta bibir yang berwarna sedikit pink ini dipercaya tersebar di Kalimantan, Jawa, Sumatera, dan Thailand. Namun, sebelumnya dinyatakan bahwa jenis ini sudah punah.

Aktivitas pembakaran hutan, konversi lahan, dan pertambangan diduga menjadi sebab jenis ini makin sulit ditemukan. "Bagi saya, penemuan monyet ini adalah representasi betapa banyaknya spesies yang ada di Indonesia," ucap Loken.

"Ada banyak satwa yang ciri khas dan sebarannya sangat sedikit kita ketahui menghilang begitu cepat. Rasanya, banyak jenis satwa ini akan punah dengan cepat," tambah Loken.

Sebagai langkah lanjut dari penemuan ini, ilmuwan akan meneliti lebih jauh jumlah langur abu-abu yang ada di wilayah seluas 38.000 hektar. Sejumlah ilmuwan internasional dan dari Indonesia akan terlibat. "Kita akan coba sebisa mungkin. Namun, ini seperti berpacu melawan waktu," kata Loken.

Pakar primata yang tak tergabung dalam studi ini, Erick Meijaard, menyatakan dukungan terhadap upaya para ilmuwan. "Ini adalah spesies yang penuh teka-teki," katanya.

Meijaard mengungkapkan, langur abu-abu dipercaya merupakan subspesies dari monyet daun Indonesia (Presbytis hosei) yang juga terdapat di wilayah Malaysia di Borneo. Namun, ada dugaan bahwa langur abu-abu adalah spesies yang berbeda.

"Kami berpikir bahwa mungkin ini spesies yang berbeda. Ini menjadikan penemuan di Kalimantan ini jauh lebih penting," kata Meijaard. (kompas.com)

Korupsi dan Virus AI

SAYA sengaja mengangkat judul di atas, karena keduanya termasuk virus mematikan. Kejahatan korupsi bisa membunuh sendi-sendi perekonomian, begitu pula virus AI sangat berbahaya bahkan bisa sampai merenggut jiwa manusia apabila tidak segera ditangani serius.

Sebenarnya pemerintah sudah berusaha maksimal memberantas korupsi dan virus AI. Namun, tetap saja kedua wabah penyakit ini menebar ancaman hingga ke mana-mana. Aparat penegak hukum seperti jaksa dan polisi, oleh para koruptor dianggap angin lalu. Bahkan, KPK juga terkesan bukanlah sebagai penghalang untuk memperkaya diri sendiri atau golongan. Lebih parahnya lagi, tidak sedikit aparat penegak hukum di negara kita yang justru turut terlibat kasus korupsi. Terbukti, sudah banyak jaksa, polisi, dan hakim yang terlibat di dalamnya. Tak heran, hingga kini negara kita masih tercatat sebagai salah satu negara terkorup di dunia.

Ikhwal Virus AI, pemerintah melalui Kementrian Kesehatan sejak beberapa tahun silam sudah berupaya agar virus jenis H5N1 ini tidak mewabah. Sayangnya, hingga sekarang virus ini tetap menjadi momok menakutkan. Bahkan, kejadian terakhir menyebabkan seorang anak di Jakarta meninggal karena terjangkit virus AI.

George Aditjondro dalam bukunya berjudul "Oligarki Tiga Kaki", menegaskan ada tiga faktor utama yang menjadi penyebab terjadinya korupsi. Pertama karena rendahnya mutu SDM, adanya keinginan, serta faktor ketiga karena adanya kesempatan (peluang).

Pengarang buku fenomenal karena mayoritas hasil karyanya bertemakan korupsi ini menjelaskan, mutu SDM di negara kita sangat rendah. Demikian juga mutu aparat penegak hukum, bobrok. Sehingga tak mengherankan banyak aparat penegak hukum yang terlibat kurupsi.

Meski mutu SDM rendah, apabila di hatinya tidak ada niat korupsi, dipastikan kejahatan kerah putih ini tidak terjadi. Lalu, sebesar apapun peluang, bila mutu SDM-nya bagus dan tidak punya keinginan, korupsi akan hilang dari bumi Pertiwi. Intinya, ketiga faktor tersebut memiliki keterkaitan satu sama lainnya.

Membaca buku karya George Aditjondro tersebut, terus terang saya merasa miris karena jika suatu negara mutu SDM para pejabat negara dan aparat penegak hukumnya bobrok, maka korupsi akan tumbuh subur. Imbasnya tentu saja kepada jumlah angka kemiskinan, pengangguran, dan perekonomian.

Pemerintah boleh berdalih kejahatan korupsi menurun, tapi faktanya, korupsi-korupsi kelas kakap malah terjadi di masa pemerintahan sekarang. Misalnya kasus BLBI, Wisma Atlet, dan rekening gendut pejabat. Anehnya, kasus-kasus kakap tersebut seperti ditelan bumi lantaran pengusutannya tidak jelas.

Rendahnya mutu SDM itu pulalah yang menyebabkan virus AI betah mewabah. Mayoritas masyarakat kita sudah terbiasa membuang limbah (sampah) seenaknya, sehingga menyebabkan banjir dan kotor. Dalam kondisi seperti inilah virus AI betah hidup.

Para pakar WHO dan Kemenkes sepakat, virus AI termasuk virus mematikan tapi mudah mati. Penyebarannya pun bisa memerlukan waktu singkat, layaknya flu biasa. Namun, virus jenis ini akan mati bila dipanaskan (dibakar) di atas suhu 60 derajat celcius.

Berkaca kepada penanganan virus AI itulah, kalau boleh penulis usul, sebaiknya para koruptor juga dipanaskan dengan suhu di atas 60 derajat celcius, biar tidak menyebar ke mana-mana. Karena kalau sudah menyebar ke mana-mana, saya hanya bisa bertanya, "Mau dibawa ke mana negara kita? (Wartawan Galamedia)** Jumat, 20 Januari 2012
Oleh: ASEP SOBANDI

Snorkeling di Pasir Putih

 PANGANDARAN memang menyimpan banyak objek wisata yang menawan, mulai dari pantainya yang begitu indah, Cagar Alam Pananjung, Batu Karas dan Batu Hiu, Cukang Taneuh (Grand Canyon), Pasar Wisata dan tempat makan sea food, panorama alam bawah laut, hingga keberadaan Pantai Pasir Putihnya yang bersebelahan dengan Cagar Alam Pananjung.

Bila ke Pangandaran, cobalah untuk menyempatkan diri berkunjung ke Pasir Putih. Dari Pantai Barat Pangandaran, akan terlihat di sebelah kiri hamparan Pantai Pasir Putih dengan berlatar belakang Cagar Alam Pananjung sebagai kawa-san konservasi flora dan fauna. Pemandangan elok yang ditawarkan Pantai Pasir Putih, sangat sayang kalau dilewatkan begitu saja.

Dari Pantai Barat, para pengunjung bisa menggunakan perahu ke Pasir Putih. Sebelum ke Pasir Putih, dari atas perahu kita dapat menikmati panorama alam bawah laut yang begitu indah. Selain menggunakan perahu, untuk sampai ke Pasir Putih bisa pula dengan berjalan kaki menyusuri kawasan wisata Cagar Alam Pananjung.

Di Pasir Putih, kita dapat menikmati snorkeling (menyelam sambil menikmati biota bawah laut, red). Namun jangan membayangkan snorkeling di sini lengkap dengan tangki oksigennya. Sebab peralatan yang ditawarkan sangat sederhana, cukup dengan menggunakan pelampung, kacamata selam, sepatu selam, dan alat pernapasan biasa.

Namun sensasi yang dirasakan sangat luar biasa. Apalagi sewa peralatan tersebut tidak mahal, dalam artian masih terjangkau oleh kocek wisatawan. Tak hanya orang dewasa, bocak-bocah usia SD juga tampak asyik menyelam di Pasir Putih yang tidak terlalu dalam tersebut.

Orang tua mereka bisa mengawasi sambil ikut berenang, karena rata-rata kedalamannya hanya semeter. Hanya terkadang gelombang keras menghantam, sehingga "penyelam" terombang-ambing dan harus melihat daratan agar tidak terseret ke tengah laut.

Memang kehidupan bawah laut yang terlihat, hampir kebanyakan merupakan ikan-ikan kecil serta terumbu karang dan bebatuan. Namun semua itu tak membuat pengunjung berpaling, mereka terus terbuai oleh kenyamanan snorkeling di Pantai Pasir Putih Pangandaran.

Sayangnya aktivitas menyelam di kawasan itu kerap terganggu oleh kedatangan perahu tempel, yang berlabuh mengangkut para wisatawan dari Pantai Barat. Terkadang cukup membahayakan bagi perenang atau penyelam yang tengah menikmati indahnya Pasir Putih.

Salah satu keistimewaan dari Pasir Putih ini, meski tujuh tahun lalu Pangandaran diterjang Tsunami, namun tidak terlalu merusak kawasan ini. Karang-karang yang ada di dalamnya masih tetap kokoh dan menjadi tempat berenang ikan-ikan kecil yang menghibur wisatawan.

Bisa dikatakan, panorama yang ditawarkan Pasir Putih menjadi salah satu daya tarik untuk mengembalikan tingkat kunjungan wisatawan ke sana. Pasir Putih dengan snorkelingnya memang bisa menjadi objek wisata unggulan bagi kawasan Pangandaran. Pasir Putih memang beda dan selalu menjadi daya tarik bagi wisatawan. (efrie ch./"GM")**
Galamedia Sabtu, 21 Januari 2012

Monday, January 23, 2012

Kota Keripik

MUSIM liburan kemarin, saya kedatangan keponakan yang masih duduk di bangku SD. Dia sengaja datang ke Bandung dari Bogor untuk berlibur di Kota Bandung yang disebutnya sebagai Kota Kembang. Dia mengetahui Bandung Kota Kembang karena diajarkan oleh gurunya sebutan atau julukan kota-kota. Selain Bandung, dia juga tahu bahwa Sumedang adalah Kota Tahu. Disebut Kota Tahu, karena di Sumedang banyak terdapat penjual dan produsen tahu. Tahu juga menjadi makanan khas oleh-oleh Cimahi. Hampir di sepanjang jalan terjaja para penjual tahu.

Juga Bogor yang dienal dengan sebutan Kota Hujan. Karena, hujan konon datang hampir setiap hari baik di musim hujan ataupun bukan. Nah, berbicara Bandung sebagai Kota Kembang, yang artinya kota yang banyak terdapat bunga, sebenarnya dia bertanya-tanya. Katanya, Bandung Kota Kembang mana bunganya? Pertanyaan itu muncul saat saya membawanya jalan-jalan ke pusat kota yaitu ke daerah Alun-alun dan Dago. Ya, memang sulit menemukan hamparan bunga di taman pusat kota.

Bandung Kota Kembang seharusnya relevan dengan julukannya itu. Seharusnya di Bandung banyak tumbuh aneka ragam bunga. hamparan bunga ada dimana-mana. Sehingga ketika orang berkunjung ke Bandung, dengan sangat mudah mereka menemukan bunga yang menjadi pemandangan di setiap sudut kota. Mungkin, pemandangan bunga itu hanya gambaran Bandung tempo dulu. Buktinya, saat ini ketika orang luar kota berkunjung ke Bandung, katanya sulit untuk mencari bunga. Sepertinya julukan bandung kota Kembang hanya sebuah romantisme masa lalu.

Karena saat ini Bandung adalah pusat industri kreatif dan pusat niaga. Semuanya ada di Bandung. Dan salah satu yang sudah menjadi ikon Bandung yaitu krepik singkong pedas. Saat ini hampir di setiap sudut banyak orang berjualan keripik singkong. Dengan berbagai macam merek. Tren berdagang keripik memang sudah populer sejak setahun lalu sejak kemunculan keripik Ma Icih yang awalnya dijual berdasarkan info di online. Namun kehadirannya sekarang tidak lagi menjadi makanan ekslusif yang membuat orang penasaran mencobanya. Dari fenomena Ma Icih, lantas banyak masyarakat yang tergiur melakoni jualan keripik serupa. Tidak memandang kalangan dan profesi mulai dari artis, sampai pemain Persib pun latah berjualan keripik. Pedagang kripik sekarang ada di mana-mana. Apakah latah berjualan keripik hanya musiman dan tren sesaat atau bahkan bertahan lama? Entahlah. Yang jelas, mudah-mudahan jangan sampai menggeser julukan Kota Bandung dari Kota Kembang menjadi Kota Keripik. (cucu sumiati/"GM")**
Galamedia Kamis, 19 Januari 2012
Oleh: CUCU SUMIATI

Kisruh Dunia Perberasan

ADA Instruksi Presiden yang diluncurkan tahun 2011, yang secara khusus melakukan pengamanan produksi beras dan pengamanan cadangan beras, sebagai dampak dari adanya darurat anomali iklim. Ke dua Inpres tersebut (Inpres 5/2011 dan Inpres 8/2011) rupanya "menggugah" banyak pihak untuk berani tampil dengan langkah-langkah nyata nya. Salah satunya adalah "sergapan" Kementrian BUMN yang tampil dengan "Konsorsium Perberasan"-nya (PT SHS, PT Pertani, PT Pusri, Perum Perhutani dan Perum Bulog). Dari sinilah kemudian lahir yang disebut dengan Gerakan Peningkatan Produksi Pangan berbasis Koorporasi atau GP3K.

Karut-marut perberasan

Carut marut sistem perberasan nasional, mestinya menjadi perhatian yang serius Pemerintah. Perhatian yang diberikan Pemerintah terhadap masalah yang melibatkan kebutuhan bahan makanan pokok bangsa, seharusnya tidak kalah serius dibanding dengan kebijakan-kebijakan yang diluncurkan dalam menangani korupsi dan terorisme.

Pemerintah sepatutnya lebih peduli terhadap masalah perberasan di masa kini, khususnya yang menyangkut soal pengamanan produksi dan penguatan cadangan beras. Untuk itu, langkah yang digarap Pemerintah dengan membentuk Konsorsium BMUN yang terdiri dari perusahaan negara di bidang pertanian, pangan, pupuk, dan kehutanan yang dimohon untruk memproduksi beras lalu menjualnya ke Perum Bulog selaku pembeli siapa (off-taker), pada hakekatnya perlu kita dukung dengan sepenuh hati.

Geliat Pemerintah semacam ini mestinya dilakukan sejak jauh-jauh hari dan bukan pada saat bangsa ini dihadapkan pada kondisi "darurat beras", yang disebabkan oleh ketidak-mampuan kita dalam mengendalikan anomali iklim. Namun, apa mau dikata, jika Pemerintah kelihatannya masih belum mampu melepaskan diri dari kebijakan-kebijakan klasikalnya. Pemerintah rupanya masih senang dengan pola-pola selaku "pemadam kebakaran" ketimbang membangun dan mencari sebuah sistem yang mampu menciptakan "early warning systeml".

Perubahan mindset seperti ini sangat penting untuk dipahami, agar apa pun langkah yang ditempuh selalu berbasis pada grand desain yang ada, baik yang terkait dengan strategi peningkatan produksi, pengmbangan distribusi dan pasar mau pun yang terkait dengan gerakan penganeka-ragaman menu makanan rakyat. Belum lagi yang menyangkut kelembagaan pangan, yang hingga kini masih belum tertata dengan baik.

Dihadapkan pada fakta yang demikian, solusi yang selayaknya dilakukan adalah dalam tempo yang sesingkat-singkatnya kita diminta untuk melaksanakan "kaji ulang" dan "rancang bangun" kembali sistem perberasan yang selama ini ada di negara kita. Jika dapat dijalankan sesuai komitmen awal dan dalam pelaksanaannya mampu diltempuh secara konsisten, boleh jadi peluncuran Konsorsium BUMN Perberasan merupakan sebuah terobosan cerdas yang bakal mampu membawa perubahan.

Justru yang menjadi pokok masalahnya, memang bukan terletak pada political will pemerintah, tapi ada yang lebih strategis untuk dikenali lebih jauh adalah bagaimana dengan political action-nya? Paling tidak, ada dua tantangan yang harus segera dituntaskan, sekiranya rancang-bangun sistem perberasan akan dijadikan gerakan peningkatan produksi dan perkuatan cadangan beras nasional. Pertama, yang berkaitan dengan lemahnya kualitas berkoordinasi dan yang ke dua adalah belum optimalnya kapasitas kelembagaan yang dimiliki, baik yang berhubungan dengan mutu sumber daya manusia nya, atau pun yang terkait dengan sisi kepemimpinan/leadership yang dijalani nya.

Selama ke dua hal ini tidak mampu diselesaikan, besar peluangnya apa-apa yang kita lakukan, sangat sukar diwujudkan. Ya tak ubahnya ibarat kita mengecat langit atau laksana menggarami lautan lepas semata. Apalagi jika dalam birokrasi pemerintahan sendiri telah berkembang kritikan bahwa Pemerintah selama ini hanyalah mampu merancang dan melahirkan program, namun tidak terlalu pinter dan cerdas dalam merawat program-program yang telah digelindingkannya itu.

Jika saja kita ingin memulainya lewat sebuah "gerakan", maka akan sangat keliru jika para petani dan pengusaha hanya dilibatkan sebagai "pelengkap penderita" saja. Sebab ada tugas yang lebih mulia dari hanya sekedar meningkatkan produksi atau menguatkan cadangan beras nasional an sih. Tugas itu tentu bertalian dengan upaya meningkatkan kesejahteraan petani padinya itu sendiri. Kira-kira bagaimana Konsorsium BUMN akan merancangnya secara sistimatis dan sistemik. Jangan-jangan memang tidak pernah terpikir atau masih belum mengingat kelahiran Konsorsiunm BMUN ini pun memang hanya sebagai "pemadam kebakaran". Pasti bukan ini yang diinginkan.

GP3K sebagai solusi

GP3K memang bagian yang tak terpisahkan dari kebijakan Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN). Semangatnya adalah melakukan pengamanan produksi beras dan pengamanan cadangan beras yang dikaitkan dengan adanya kondisi iklim ekstrim. GP3K ini, tentu saja tidak mungkin lepas kaitannya dengan P2BN. Dengan kata lain, dapat saja dikatakan bahwa P2BN dan GP3K adalah program-program Pemerintah yang lebih memfokuskan diri pada kemampuan kita selaku bangsa, guna memenuhi dan mencukupi kebutuhan bahan makanan utama nya, khususnya beras, secara mandiri.

Kemauan politik Pemerintah yang demikian, sudah barang tentu patut kita sokong dengan sepenuh hati. Terlebih-lebih bila yang menjadi kekhawatiran utamanya adalah dikarenakan adanya anomali iklim yang hingga kini belum diperoleh cara-cara untuk menanggulanginya secara signifikan. Selain itu, dengan adanya impor beras sekitar 2 juta ton per tahun, tentu saja bakal merontokan Proklamasi Swasembada Beras yang selama ini sudah menjadi "trade mark" bangsa kita di mata warga dunia. Untuk itu, sangat berargumen jika Pemerintah tampak serius guna mencari solusi terbaik nya.

GP3K sendiri, pada hakekatnya merupakan sebuah gerakan yang dimotori oleh beberapa BUMN seperti Pertani, Pusri, Sang Hiyang Sri, Perhutani, dan Perum Bulog. Sebagai sebuah "gerakan", para BUMN di atas diharapkan mampu membangun dan mewujudkan sinergitas sekaligus berkoordinasi dalam kiprah sehariannya, sehingga dapat memberi hasil yang optimal. GP3K, mestinya telah menggelinding dan menjadi penopang utama program P2BN. Rencananya untuk tahun 2011, GP3K harusnya sudah memberikan hasil. Sayang harapan itu masih belum dapat diwujudkan. Beberapa BUMN penopang utama GP3K, kelihatannya masih banyak yang gamang dan belum tahu persis bagaimana kebijakan itu harus dilaksanakan. Mereka juga ada yang belum berpengalaman bagaimana berusahatani padi atau kedele dan jagung. Sebut saja BUMN yang bernama Perum Perhutani. Mereka memang cukup pengalaman berbudidaya kayu. Tapi, kalau padi, rasa-rasanya merupakan hal yang baru bagi mereka. Oleh karena itu, wajar-wajar saja jika mereka yang ditugaskan untuk menanganinya menjadi agak kebingungan, apalagi jika dibarengi dengan pembebanan target yang harus dicapai nya.

Harapan kita mudah-mudahan berbagai kendala yang menghadang GP3K ini dapat kita halau, sehingga niat luhur dari program GP3K benar-benar sesuai dengan komitmen awalnya. (Penulis adalah Ketua Harian DPD HKTI Jawa Barat)**
Galamedia Sabtu, 21 Januari 2012
Oleh: ENTANG SASTRAATMADJA

Membangun Kembali Semangat Gotong Royong

FILOSOFI pembangunan di Jawa Barat itu seharusnya seperti membangun jalan. Mana yang harus dibangun oleh negara, mana yang harus dibangun oleh provinsi, dan mana yang harus dibangun oleh kabupaten/kota. Itu standar pembangunan. Kalau provinsi membangun sekolah, itu harusnya standar provinsi, jangan standar kabupaten kota.

Bagitu juga dalam membangun sekolah, seharusnya ada standar negara, standar provinsi dan standar kabupaten kota. Pembangunan sekolah standar tidak boleh disamakan. Termasuk di dalamnya, sekolah berstandar nasional yang berwawasan internasional (saya tidak terlalu suka dengan sebutan standar internasional). Untuk meningkatkan kualitas, standarisasi seperti ini harus ada.

Pemerintah Povinsi Jawa Barat (Pemprov Jabar) harusnya membangun proyek-proyek besar dengan nilai uang puluahan miliar. Misalnya membangun pasar ikan di Ciamis dan membangun lumbung padi di Subang dengan dana puluhan miliar. Sehingga, beberapa daerah di Jawa Barat ada pembangunan strategis yang merupakan keunggulan potensi daerahnya masing-masing. Nah sekarang saya yakin Pemprov kesulitan mau meresmikan proyek stategis yang mana, karena proyeknya kecil-kecil?

Sebetulnya, sekarang ini juga uang yang dianggarkan sangat besar, hanya dibagi-bagi pada pekerjaan-pekerjaan yang kecil. Seharusnya, Pemprov Jabar tidak perlu lagi mengerjakan proyek-proyek yang dikerjakan pihak kabupaten kota. Uangnya besar dan banyak tapi dibagi-bagi untuk bantuan SD, bantuan ini dan itu sehingga terkesan tidak memiliki proyek strategis. Hal ini sebenarnya sudah saya usulkan waktu Gubernur Danny Setiawan namun masih terjebak pada hal-hal rutinitas

Di Subang, saya mencoba keluar dari rutinitas itu. Kita punya kekuatan budaya gotong royong dan saya kembali menghidupkan budaya ini dalam membangun desa-desa. Artinya pembangunan fisik, dilakukan dengan melibatkan peran serta masyarakat, dan hasilnya kita daerah pertama di Jawa Barat yang menyelesaikan sekolah-sekolah butut.

Begitu pula dalam pembangunan desa dan kelurahan yang dikembangkan provinsi, pembangunan desa peradaban memang sudah benar, tetapi kalau desa yang lain ingin membangun seperti desa peradaban maka provinsi pun harus mengeluarkan anggaran yang sama. Strateginya, bisa menggunakan pola pendekatan gotong royong seperti yang dilakukan oleh saya.

Di semua desa di Subang sekarang ini sedang membangun GOR dengan dana stimulant cukup Rp 30 juta dan sekarang sudah ada lebih dari 120 GOR desa yang sudah dibangun. Yang harus kita lihat adalah berapa milyar dana yang disumbangkan masyarakat dalam pembangunan GOR di desa-desa ini.

Tabungan

Begitu pula dalam penguatan ekonomi masyarakat di pedesaan , sekarang ini Kabupaten Subang mungkin merupakan kabupaten yang paling banyak peserta tabungannya. Tabungan masyarakat yang awalnya dilakukan oleh pegawai negeri dan sempat mendapat protes sebagian masyarakat kini menjadi kekuatan ekonomi di desa-desa. Bahkan yang semula Rp 10 ribu/bulan kini minta dinaikan menjadi Rp 20 ribu/bulan. Di desa-desa masyarakat banyak yang menabung, uang di desa sangat besar.

Dengan gerakan partisipasi masyarakat ini, masyarakat sendiri yang sangat diuntungkan. Karena memang program seperti ini dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat. Beda dengan program bantuan dana bergulir yang disalurkan pemerintah seperti PDMDKE yang kebanyakan gagal, program ini tingkat kemacetannya dibawah 2 persen, karena merasa masyarakat sendiri yang memilikinya. Sebagai contoh, kalau seorang anggota masyarakat menabung atau mendepositokan uangnya di Koperasi Lembaga Ekonomi Desa, misalnya di Koperasi LED Wanita, shu-nya per bulan diatas 1 % atau lebih tinggi dari bunga bank.

Ia juga mencontohkan Koperasi Lumbung Ekonomi Desa (LED) Leles di Desa Leles Kecamatan Sagalaherang Kabupaten Subang berkembang pesat, volume usahanya sudah mencapai Rp 1,3 miliar dengan jumlah anggota ratusan orang.

Selain dikelola kaum wanita, di koperasi tersebut anggotanya bisa menabung maupun membayar cicilan pinjaman dengan menggunakan berbagai komoditas hasil panen, seperti kelapa, telur, maupun beras. Saya selaku penggagas sekaligus pendiri Koperasi LED memang memberikan kemudahan-kemudahan ini sehingga mereka bisa menabung maupun membayar cicilan pinjaman, anggotanya bisa menggunakan berbagai komoditas hasil panen seperti kelapa, telur, maupun beras.

Total aset koperasi tahun buku 2011 dibanding tahun 2010 mengalami kenaikan 195 persen. Demikian pula dengan sisa hasil usaha naik 106 persen. Modal sendiri tahun 2011 Rp 192 juta naik dari asalnya (2010-red) Rp 147 juta.

Kemudian modal pinjaman Rp 519 juta dari Rp 91 juta, dan sisa hasil usaha 2011 Rp 22 juta dari asalnya Rp 10 juta. Total modal tahun 2011 Rp 734 juta, dari asalnya Rp 249 juta.

Keberadaan Koperasi LED ini merupakan upaya pemberdayaan ekonomi masyarakat, sekaligus menekan berkembangnya praktik rentenir. Saya sangat gembira melihat perkembangannya yang pesat dengan perputaran uangnya sudah lebih dari Rp 1 miliar.

Koperasi LED di Kabupaten Subang saat ini yang sudah berjalan lebih dari 100 koperasi LED. Kemudian sudah mendapat kepercayaan perbankan, malahan bisa mengajukan pinjaman sampai ratusan juta.

Perhatian bank ke koperasi LED sudah mulai terbangun, beda dengan awal. Itu karena waktu uji coba, bisa mengembalikan pinjaman tepat waktu.

Terlepas dari siapa yang mengelola, paling penting perkembangan koperasi LED cukup menggembirakan sehingga aktivitas ekonomi bisa tumbuh di desa. Apalagi LED sudah banyak yang berbadan hukum dan terus berkembang. Volume usahanya pun terus meningkat begitu pula anggotanya.

Kami berharap kedepan semua warga desa leles bisa menjadi anggota koperasi. Kemudian bisa mendorong pertumbuhan roda ekonomi masyarakat. Jadi masyarakat tidak ada lagi yang pinjam ke rentenir.

Dengan pola seperti ini, kalau dulu orang menyimpan dana di BPR BPR dan kemudian banyak BPR-nya yang bangkrut, maka sekarang sudah dalam posisi sebaliknya. Kini BPR BPR di Subang menjadi yang terbaik dan terbesar di Jawa Barat. Seorang anggota masyarakat yang Rp 900 ribu lebih, dalam kurun waktu yang tidak lama saat diambil ada yang sampai mendapat lebih Rp. 3 juta untuk pokok simpanan dan jasa-jasanya. (Penulis, Bupati Subang)**
Galamedia Jumat, 20 Januari 2012
Oleh: EEP HIDAYAT

Sunday, January 22, 2012

Potensi Wisata Selatan KBB Butuh Sentuhan

Bisa Mendongkrak PAD dan Perekonomian Warga
Potensi wisata di wilayah selatan Kabupaten Bandung Barat (KBB) sangat menjanjikan. Namun sayangnya potensi itu belum digali secara profesional. Salah satu potensi wisata yang cukup menjanjikan untuk dikembangkan tersebut, yaitu banyaknya curug yang masih alami. Bila dikembangkan dengan baik, tentu saja sangat menguntungkan sehingga bisa menambah penghasilan masyarakat dan PAD.

"Di wilayah selatan KBB tidak hanya Curug Malela, masih banyak lagi potensi wisata lainnya yang belum digali. Kalau sudah dikembangkan, tentu akan sangat bagus," ungkap istri Wakil Bupati Bandung Barat, Erni Rusyani Ernawan di Kota Baru Parahyangan, Padalarang, Kamis (19/1).

Menurutnya, kalau dikembangkan, potensi wisata yang berada di selatan KBB ini akan sama bagusnya dengan wilayah utara. Hanya sayangnya, hingga saat ini belum ada yang mau mengembangkannya. "Pengembangan objek wisata semestinya jangan hanya dilakukan di wilayah utara, karena di wilayah selatan KBB juga banyak potensi wisata alam yang tak kalah menariknya," jelas Erni.

Dikatakan, pengembangan potensi wisata selatan KBB tersebut tentu saja harus ditunjang sarana dan prasarana. Misalnya akses jalan yang harus segera diperbaiki agar para wisatawan bisa dengan mudah menuju lokasi.

"Penataan awal yang dilakukan tentunya masalah fasilitas jalan. Bila sudah ditata dengan baik, tentu potensi wisata pun akan menjadi lebih baik," ucapnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan KBB, Aos Kaosar mengatakan, saat ini Kab. Bandung Barat akan dijadikan wisata ramah lingkungan, sekaligus menjaga konservasi alam.

Situs gua pawon

Potensi alam yang ditawarkan sebagai tempat wisata, di antaranya kawasan yang rentan dirusak. Seperti kawasan wisata situs Gua Pawon di Desa Gunungmasigit, Kecamatan Cipatat, yang sempat tertutup oleh aktivitas pertambangan batu alam karst Citatah.

Aos menambahkan, diperlukan penanganan dari banyak pihak sehingga daerah tersebut terbebas dari eksploitasi industri tambang yang berkontribusi mengubah bentang alam sebagai ciri khas karst Citatah.

"Memang dibutuhkan waktu cukup lama untuk memulihkan kondisi alam yang telah rusak. Bahkan setelah dijadikan kawasan lindung pun, masih ada saja tangan jahil yang mencorat-coret, merusak hingga mencuri objek sakral di kawasan tersebut, seperti patung dan temuan benda berharga lainnya di Gua Pawon," katanya.

Karena itu, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan KBB merasa harus ikut berperan dalam konservasi alam, sekaligus mengenalkan identitas daerah di sejumlah kawasan wisata yang ada di KBB. (B.84)**
Galamedia Jumat, 20 Januari 2012

Ukuran Takwa

UKURAN takwa seseorang sangat menentukan bagi setiap hambanya ketika menghadap Allah SWT. Nilai ketakwaan seseorang seakan menjadi modal di hadapan Tuhannya, salah satunya dalam menjalani kehidupan di alam dunia.

Alquran Surat Al-Baqarah ayat 197 yang artinya: "Berbekallah dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa". Sedangkan pada ayat lainnya Surat Al-Hijr ayat 45 menyebutkan: "Sesungguhnya orang-orang bertaqwa itu berada dalam Surga (taman-taman) dan (didekat) mata air-mata air yang mengalir".

Allah menciptakan makhluk dan Allah menyertakan juga para nabi-nabi, dan rasul-rasul sebagai utusan untuk menerangkan dan menjelaskan konsep tatanan hidup selama berada di alam yang serba cepat dan fana ini.

Allah juga menurunkan kitab-kitab bersama para utusan-utusan itu, guna mengatur berbagai kehidupan di dalam dalam dunia, baik hubungan sesama mahluk, serta hubungan makhluk dengan penciptanya.

Salah satu kitab yang Allah turunkan yakni Alquran, yang merupakan salah satu mujizat nabi mulia yang menjelaskan tuntunan Allah, aturan terakhir penutup para nabi dan rasul.

Hal tersebut sebagaimana tertera dalam Alquran Surat Al-Baqarah ayat 119 yang artinya: "Sesungguhnya kami telah pengutusmu (muhammad) dengan kebenaran sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan".

Akan tetapi, realita yang terjadi dan kita sering dikejutkan serta menjadi prihatin dengan berbagai musibah yang seringkali menimpa negeri ini.

Banyak peristiwa bencana di negeri ini, seperti gempa bumi, gunung meletus, banjir bandang atau tsunami yang banyak memakan korban jiwa manusia. Juga, banyak penduduk yang terpaksa harus mengungsi dari tempat-tempat kediaman mereka.

Selain itu, berbagai peristiwa yang melibatkan huru-hara terjadi diberbagai kota diiringi hancurnya tempat-tempat tinggal dan pusat keramaian disertai kobaran api. Berbagai kejadian tersebut juga mengakibatkan kemiskiman, pengangguran, dan kelaparan yang masih dirasakan.

Bila menengok ke belakang, kaum terdahulu juga mengalaminya dan Allah Swt menghancurkan dan luluh lantahkan disebabkan berbagai kejadian maksiat yang terjadi di mana-mana, pergaulan lawan jenis dan perzinaan yang keluar dari norma-norma agama.

Salah satu firman Allah yang harus diingat setiap kaum muslim yakni: "Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan jalan yang buruk." (Al-Isra: 32). (Penulis Kepala Seksi Pendidikan Keagamaan pada Pondok Pesantren Kantor Kementerian Agama Kota Bandung)**
Galamedia Jumat, 20 Januari 2012 Oleh: DRS. H. Mualip

Pramuka Bangun Pendidikan Karakter Generasi Muda


Bupati Bandung, Dadang M. Naser menyatakan, Pramuka merupakan wadah generasi muda untuk pendidikan karakter. Pendidikan yang berbasis di luar sekolah ini memiliki tugas dan tanggung jawab dalam membina generasi muda.

"Di era globalisasi dan kemajuan teknologi seperti saat ini, Pramuka tetap memiliki arti penting sehingga harus secara terus-menerus dilakukan dalam rangka membangun rasa cinta Tanah Air di kalangan remaja," kata Dadang di Baleendah, belum lama ini.

Ia berharap, gerakan Pramuka di Kab. Bandung bisa memiliki kharisma dan daya tarik tersendiri bagi para remaja, sehingga mereka berminat masuk organisasi kepramukaan.

Menurutnya, gerakan Pramuka dituntut mampu merevitalisasikan tugas dan fungsinya melalui program nyata. Hal tersebut, menurutnya, dapat diaktualisasikan melalui keaktifan Pramuka Kab. Bandung dalam mengikuti even-even seperti Jambore Nasional, agar bisa menjadi garda terdepan dalam membawa nama baik daerah.

"Saya menilai, Jambore Nasional merupakan ajang perkenalan sekaligus pembelajaran dalam meningkatkan prestasi Pramuka Kabupaten Bandung di tingkat nasional. Oleh karenanya, pergunakan momentum tersebut dengan sebaik-baiknya," tutur Dadang.

Muscab

Sementara itu, mantan Ketua Kwarcab Gerakan Pramuka Kabupaten Bandung, Idjudin mengungkapkan, Pramuka Kabupaten Bandung sudah melaksanakan Musyawarah Cabang (Muscab) XV, akhir pekan lalu. Muscab diikuti 250 peserta yang merupakan utusan dari berbagai ranting di wilayah Kabupaten Bandung.

"Muscab dilakukan dalam rangka mempertanggungjawabkan kepengurusan Kwarcab 2007-2012 dan memilih ketua serta menyusun rancangan kepengurusan untuk masa bhakti 2012-2017," jelas Idjudin.

Hasil Muscab tersebut, secara aklamasi telah menetapkan Dadang M. Naser sebagai Ketua Kwarcab Gerakan Pramuka Kab. Bandung periode 2012-2017. Pada periode sebelumnya Dadang menduduki jabatan wakil ketua yang membidangi sarana dan prasarana. Selain memilih Dadang sebagai ketua, Muscab juga menetapkan lima orang formartur untuk menyusun kepengurusan Mabicab dan Kwartir Ranting.

Rangkaian Muscab diisi dengan penyerahan piagam penghargaan berupa Tunggul Tergiat Utama, Madya, dan Purwa Kabupaten Bandung Masa Bakti 2007-2012, yang untuk kategori wilayah antara lain diberikan pada Wilayah I yang meliputi Kec. Soreang, Margahayu dan Rancabali. Wilayah II meliputi Kec. Cikancung, Cimenyan, dan Bojongsoang. Wilayah III Kec. Ciparay, Solokanjeruk, dan Majalaya. Wilayah IV meliputi Kec. Cimaung, Pangalengan, dan Arjasari.

"Piagam ini diberikan sebagai bentuk penghargaan atas dukungan serta partisipasi para camat selaku Ketua Majelis Pembimbing Ranting (Mabiran) di tingkat kecamatan terhadap kegiatan kepramukaan di wilayahnya," ungkap Idjudin. (B.104)**

Galamdia Kamis, 19 Januari 2012

Saturday, January 21, 2012

Wajah Perempuan dalam Dunia Realistis


KUMPULAN cerpen Wajah Terakhir karya Mona Sylviana ini memuat 13 cerita pendek. Semua cerpen dalam buku ini pernah dimuat oleh Koran Tempo, Kompas, Media Indonesia, dan Pikiran Rakyat. Terbitnya kumpulan cerpen karya Mona ini mengangkat kehidupan biasa menjadi sebuah cerita yang luar biasa.

Hidup memiliki dua sisi kehidupan yang bertolak belakang dan selalu ada kalanya pepatah, "Hidup itu berputar seperti roda, terkadang di atas dan kadang di bawah" membuktikan hal tersebut. Namun, sering kehidupan manusia dalam fiksi dideskripsikan dari sudut yang melulu dalam lingkup imajinasi yang manis dan muluk-muluk sehingga kita lupa bahwa sisi kehidupan yang gelap juga memiliki eksistensi separuh dari kehidupan manusia, berimbang dengan separuh eksistensi sisi kehidupan yang terang; cemerlang.

Dalam kumpulan cerpen ini, Mona menunjukkan sisi gelap kehidupan yang sering terlupakan dan dilupakan oleh manusia. Ia mengangkat cerita kehidupan yang biasa, peristiwa sehari-hari. Berangkat dari kehidupan yang marginal, mengungkapkan kekumuhan, kerentaan, dan keterpurukan kaum kecil, khususnya perempuan.

Jika belakangan ini banyak pengarang sibuk menyuarakan keadilan untuk perempuan, maka Mona jujur dan realistis dalam menunjukkan sisi gelap kehidupan perempuan. Bagaimana perempuan dilecehkan, diintimidasi, dan dikorbankan? Bagaimana perempuan mempertahankan hidup, memberontak, dan membalas dendam?

Dalam kumpulan cerpen ini, kita dapat menemukan tokoh Ibu yang tidak lagi stereotip dalam kemuliaannya; seorang anak yang meragukan pernikahan karena konflik kedua orang tuanya, seorang anak perempuan yang membakar kucing kesayangannya, seorang perempuan berumur yang jatuh hati dengan anak muda, sampai dengan seorang pelacur yang mati kelaparan. Cerpen-cerpen dalam kumcer ini benar-benar menunjukkan perempuan sebagai manusia biasa.

Cerita kehidupan yang biasa tidak lantas menjadi cerita yang biasa, terutama dalam hal penceritaanya. Kelihaian Mona dalam mengarang dapat dirasakan dari cara ia mengolah hal yang biasa tersebut menjadi hal yang luar biasa. Ia mengungkapkan gagasan cerita secara perlahan, dengan iringan penyisipan gambaran latar yang amat mendetail. Kemudian, mengakhiri cerita-ceritanya dengan kejutan, yaitu sebagai jawaban atas runtutan cerita yang selalu membuat penasaran; bagaimana akhirnya, apa yang terjadi selanjutnya, apa sebenarnya maksud dari rentetan peristiwa ini, dsb.

Pendeskripsian latar yang begitu tajam dan detail adalah salah satu aspek penting yang menjadikan cerita biasa Mona menjadi luar biasa. Ia sukses membuat pembaca terlibat di dalam ceritanya sehingga membuat pembaca merasa terbawa arus emosi tokoh-tokoh yang terlibat dalam cerita.

Membaca keseluruhan cerpen ini, akan membuat kita menyadari betapa hidup tidak sekadar gumpalan tawa, tetapi gumpalan kekelaman yang durja. Oleh sebab itu, terbitnya kumpulan cerpen ini akan menyadarkan kaum perempuan. Paling tidak, realitas wajah kelam perempuan yang digambarkan Mona, akan mampu membijakkan kaum perempuan dan bukannya menyerahkan diri pada keadaan yang justru melemahkannya. (Sheila Fera Phina, mahasiswa Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Padjadjaran)**
Galamedia Kamis, 19 Januari 2012

Ada Apa dengan Cina, Cinta?


ADA apa dengan Cina, Cinta? Tentu ini bukan judul film yang kesohor itu. Toh, beberapa ustaz kerap bertutur carilah ilmu hingga ke negeri Cina. Ini bisa jadi, benar. Yang jelas, Herman Khan dari Hudson Institute kepada Reader Digest, September 1980 menganggap enteng bangsa manapun juga yang tidak kebagian warisan Kong Hu-Cu. Khan meyakini Kong Hu-Cu dari abad ke-5 sebelum masehi telah mewariskan etos bisnis luar biasa luar dalam bagi bangsa Cina.

Khan, benar. Membaca jiwa manusia Cina seperti melihat lukisan cinta berwarna abu-abu di selembar jalinan antagonis sekaligus protagonis. Mata sipit yang melingkar eksklusif itu, meski terkesan tertutup tetapi memiliki kedekatan kultur oikonomie dengan penduduk pribumi. Maklum, meski diadopsi sejarah sebagai "kelompok minoritas", tapi selalu saja dicatat sejarah sebagai sang mahkota ekonomi yang jauh lebih mumpuni di atas kemampuan mayoritas penduduk. Meski ujung dari etos kerja bisnis itu, kerap dicatat dengan tinta Cina tanpa cinta.

Etos Bisnis

Ini bermula ketika komunitas Hakka melihat ada pelangi di Batavia. Mereka hijrah menuju tanah yang menjanjikan masa depan. Menjadi pekerja kasar di tanah Parahiangan, mengerjakan pemasangan rel di jalur kereta api dari Bogor sampai ke Bandung. Hmm, berbekal kue keras terbuat dari tepung wijen, pekerja keras Cina itu tak lekang ditelan hujan tak basah ditelan matahari. Bergerak dari satu titik ke titik lain mengadiop kearifan kepercayaan leluhur sebagai etos kerja yang aduhai.

Itulah sudah! Sesudah itu, Cina adalah sejenis kue cakue, ampyang hingga moho. Juga sosok sederhana di teras minoritas berkaos singlet dan celana kolor berebut suara seraya makan kwaci. Bahkan dari titik tertentu, Cina yang dikenal sebagai kuli itu meubah diri menjadi sosok kuliner paling penting abad 19. Terus? Kuli kuliner itu mampu aktualkan diri menjadi sang primadosa ilegal bisnis.

Sebut saja sebuah nama pada 1874, Tam Long. Ia dikenal tidak hanya sebagai tukang kayu, juga berprofesi sebagai pemangkas rambut dan mengorek kotoran telinga dengan alat yang disebut "kili-kili". Dan pada saat lain ternyata menjadi penjaja "menu jajanan khas cina" di berbagai restoran. Salah satu jajanan itu adalah bacang ketan buatan Nyonya Jauw.

Bermula menjadi kuli, terus kuliner dan berakhir menjadi pebisnis, itulah Cina. Sejarah mencatat, menjelang lebaran, tanggal 15 Januari 1930, ada iklan potongan harga hingga 50% untuk berbagai barang manufactur di sebuah toko di sekitar Pasar Baru No. 32. Toko itu bernama Paris Bazar. Pemilik toko itu orang Cina. Tidak jauh dari tempat itu, tepatnya di Bragaweg ada sebuah toko milik orang Belanda dengan nama Au Bon Marche. Meski tak jelas apakah pribumi lebih tertarik pada penawarkan khas Cina atau gaya jualan khas Belanda, tapi di sini sejarah mencatat ada etos kerja khas leluhur Cina yang mulai merisaukan pedagang-pedagang Eropah.

Etos bisnis Cina itu tidak hanya berada di pusaran perkotaan, akan tetapi merebak hingga ke desa paling terpencil. Mereka menawarkan barang berkeliling dari desa ke desa. Dan dari sini, muncul sebutan khas dengan apa yang disebut Cina Mindring atau kerap disebut juga Cina rentenir. Mereka meminjamkan sejumlah kecil uang kepada pedagang kecil, pedagang penjaja, istri petani yang berjualan di pasar atau di pinggir jalan.

Era Jepang, perekonomian bergerak pada pusaran prihatin. Ini berpengaruh terhadap bisnis Cina. Tapi lagi-lagi etos kerja yang berakar kultur leluhur mencerdaskan mereka. Bukan Cina bila tidak piawai dalam bersiasat bisnis. Larangan dan pengawasan yang ketat ini malah menimbulkan perdagangan ilegal dalam skala yang cukup besar.

Akhir Juli 1946 adalah tahun emas Cina yang piawai dalam mengelola perdagangan ilegal dalam skala besar. Selalu saja ada cerita tentang penyelundupan yang memanfaatkan perusahaan-perusahaan negara dan kalangan revolusionis di berbagai daerah. Bahkan tidak sedikit pengusaha Cina berkolaborasi dengan personel militer. Konon, terbetik cerita ada puluhan ton gula diangkut dengan konvoi militer menuju Batavia.

Pada tahun 1950, Belanda meninggalkan Indonesia. Sebagai sang pesilat yang pintar menebak arah angin, pengusaha Cina mampu mengisi ruang kosong perdagangan. Mereka menguasai kehidupan ekonomi perdagangan. Mereka menjadi pemilik perusahaan besar, perantara, perusahaan kecil dan pengecer! Tak pelak, dunia bisnis sebagian besar berada di tangan orang Cina.

Belajar dari sejarah, perilaku orang Cina sangat adaptif. Mereka pintar menunjukkan kemampuan mereka untuk merasakan dan/atau menerima informasi yang pada akhirnya melahirkan etos sikap untuk tetap ajeg dalam memperjuangankan etnitas diri sebagai sang pemegang mahkota ekonomi. Ada usaha-usaha tertentu, ada trik-trik siasat tertentu, ada pendekatan kultural tertentu agar dapat menyesuaikan dengan situasi yang ada. Situasi yang terkadang tidak nyaman di tengah kebijakan yang cenderung diskriminatif tidak membuat mereka undur langkah dari pertarungan ekonomi malah mereka mampu menjadi pemain akrobat dalam ruang gelap korup.

Wong Ati Saudagar

Ada apa dengan Cina, Cinta? Saya hanya mantuk-mantuk. Terlebih ketika etos priyayi dalam perspektif budaya Jawa kerap memandang sinis terhadap bisnis. Para saudagar dituding sebagai bayang-bayang mentalitas tak terpuji. Selalu saja terdengar kearifan kuno yang mematikan hasrat untuk berbisnis bahwa sangu urip dudu emas dudu pari.

Bahkan tidak sedikit yang bertutur aneh bahwa dari setiap gemerencing uang yang dihitung, maka samar-samar akan terdengar keprihatinan suluk "Duwe duit duwe anggit" Bukankah gemerencing uang adalah pedang dosa yang akan memotong nasib kita untuk menjadi menusa Jawa yang linuwih? Bahkan tak sedikit yang berpendapat salah satu dari cacad besar sang priyayi adalah wong ati saudagar.

Dari kuli, kuliner hingga illegal bisnis, Cina mengalir dan terus mengalir hingga jauh, hinga tak terditeksi. Di titik tertentu, adakah kita pintar memaknai ini? Entahlah! (Penulis adalah kolumnis senior tingal di Bandung)**
Galamedia Kamis, 19 Januari 2012
Oleh: TANDI SKOBER