-

Friday, January 20, 2012

Digugat, Ritual Budaya Mataram-Pajajaran

Para tokoh Sunda mempertanyakan pergelaran ritual budaya Mataram-Pajajaran, yang dilaksanakan di Pangandaran oleh sebuah lembaga swadaya masyarakat (LSM) semalam. Sebab kegiatan tersebut bisa mempertajam persoalan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) serta memecah belah masyarakat.

"Saya sendiri tidak mengerti kenapa acara tersebut digelar, pada dasarnya jangan mengungkit masa lalu. Sebab hal tersebut bisa memecah belah masyarakat," ujar salah seorang tokoh Sunda yang juga anggota DPR RI, T.B. Hasanudin dalam pertemuan yang dilaksanakan di Hotel Savoy Homann, Minggu (15/1).

Selain Hasanudin, hadir pula sejumlah inohong Sunda lainnya. Seperti Maman Iskandar Ki Sunda, Prof. Dr. Nina Lubis, T.B. Bhakti Sujana, Hayat, Endang Karman, Eddy Suryadi, Elan, dan Dedi.

Dikatakan, ritual budaya Mataram-Pajajaran bisa memicu perpecahan di masyarakat. Terlebih hal tersebut menyinggung masalah suku, yaitu Suku Sunda dan Jawa.

"Hal seperti itu sudah tidak relevan lagi. Apalagi sejarah Perang Bubat antara Pajajaran dan Majapahit, terjadi ratusan tahun lalu. Memang kalau berdasarkan cerita, di sana ada unsur penipuan terhadap Pajajaran. Tetapi data dan faktanya hingga saat ini masih belum jelas. Malah cenderung hanya perkiraan saja. Sehingga hal itu sangat rawan dan bisa memecah belah masyarakat," katanya.

Terlepas dari benar atau tidaknya kisah tersebut, lanjut Hasanudin, itu tidak perlu diungkap kembali. Apalagi saat ini masyarakat sudah bersatu dalam satu negara, yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Saat ini rasa kesatuan dan persatuan NKRI sudah menyelimuti hati masyarakat.

Terkait dengan itu, lanjut Hasanudin, dirinya sudah meminta pendapat sejarawan Prof Dr. Nina Lubis, yang cukup mengetahui Perang Bubat. Mengenai data dan fakta unsur penipuan pada Perang Bubat masih tidak jelas.

"Tapi kalaupun mau diungkap, siapa yang mau dituntut dan yang akan bertanggung jawab. Karena baik Pajajaran maupun Majapahit sudah tidak ada. Justru sebaliknya hal tersebut malah memicu terjadinya perpecahan di masyarakat," ujar pria yang mengaku sebagai keturunan Galuh Pajajaran tersebut.

Dirinya pun tidak habis pikir kenapa masih ada pihak-pihak yang mempermasalahkan hal itu. Padahal para keturunan Galuh Pajajaran sendiri tidak mempermasalahkannya. Apalagi saat ini masyarakat sudah disatukan melalui NKRI.

"Sebaiknya kita tidak perlu mengungkap masalah itu. Kita menilai ini ada indikasi politik praktis, yang ingin menarik perhatian rakyat banyak. Kenyataannya ini justru akan menanamkan rasa kebencian," katanya.

Hasanudin pun mengungkapkan, dirinya tidak setuju dengan rencana Wakil Gubernur Dede Yusuf yang akan membuat film tentang Perang Bubat. Pasalnya hal itu bisa menimbulkan kebencian masyarakat pada masyarakat lainnya.

"Pada intinya kita berharap semua pihak dapat menjaga kesatuan dan persatuan, jangan mengungkap hal-hal yang bisa memecah belah. Karena itu sebuah kekonyolan. Lebih baik kita berpandangan ke depan, berjuang demi kesejahteraan masyarakat," katanya. (B.99)**
Galamedia Senin, 16 Januari 2012

Artikel yang Berkaitan

0 komentar:

-

Post a Comment