-

Tuesday, January 31, 2012

Hutan

MENCARI pegunungan di kawasan Cekungan Bandung yang masih hijausangatlah sulit. Telah banyak keperawanan pegunungan yang menjadi tempat hidup berbagai habitat kehidupan berubah fungsi. Pegunungan yang telah membentuk kawasan hutan berubah menjadi lahan pertanian, dan bukit-bukitnya habis ditambang.

Padahal hutan itu tidak hanya memberi manfaat bagi masyarakat sekitarnya, tapi juga bagi masyarakat secara luas. Bagaimana tidak, hutan merupakan pabrik oksigen bagi mahluk hidup. Bukan hanya itu, hutan pula yang menjaga keseimbangan alam. Hutan terganggu, berarti tinggal menunggu bencana datang.

Salah seorang petugas KSDA (Konservasi Sumber Daya Alam) Wilayah Kabupaten Bandung Siswoyo mencontohkan kawasan hutan Bandung Selatan khusunya Cagar Alam Gunung Tilu telah banyak memberi manfaat.

Bahkan jika dikonservasi ke dalam rupiah mungkin mencapai miliaran sampai triliunan rupiah. Sebut saja PLTA Saguling, Cirata, sampai Jatiluhur, begitu pun dengan PDAM Tirta Raharja dan PDAM Tirta Wening, dari manakah sumber airnya? Demikian pula perkebunan, kehutanan, sampai petani begitu besar ketergantungannya pada air. Sumber air itu anugrah Yang Maha Kuasa yang diberikan melalui hutan.

Terkadang manusia baru menyadari bahwa hutan begitu besar manfaatnya setelah terjadi bencana. Ketika PLTA lumpuh, PDAM tak lagi bisa mengaliri air, ketika petani tak bisa bercocok tanam. Lebih jauh lagi sampai kejadian tidak diinginkan seperti banjir dan longsor mengancam manusa barulah kita menyadari telah merusak hutan.

"Hampir ditiap musim penghujan Kabupaten Bandung bagian selatan selalu dilanda banjir. Sebaliknya pada musim kemarau tak mampu menyimpan cadangan air. Itu menjadi fakta bahwa telah terjadi kerusakan hutan," kata Siswoyo dalam satu kesempatan.

Kasus longsornya Gunung Geulis Gambung yang terjadi 10 Februari 2010 menewaskan satu orang. Longsor di Gunung Waringin tepatnya di perkebunan teh Dewata di Kecamatan Pasirjambu yang menewaskan 45 orang.

Menurut Siswoyo, berdasarkan penuturan masyarakat Dewata, dulu begitu mudah melihat dan menemukan satwa liar mulai dari suliri, owa, macan, kijang, ular, dan berbagai jenis burung. Namun itu dulu, sekarang alam sudah tak mampu lagi menahan keserakahan manusia.

Satwa-satwa liar sepertinya menyadari desakan manusia, membuat habibat kawanan binatang semakin terjepit kedalam hutan.

Lalu apakah kita akan terus membiarkan semuanya menjadi bertambah buruk. Bukan hanya mengancam kehidupan manusia saat ini, tapi juga mewariskan bencana bagi anak cucu. Juga mewariskan gambar-gambar satwa yang telah punah. Tegakah kita? (Wartawan Galamedia)**
Galamedia jumat, 27 januari 2012
Oleh : DICKY MAWARDI

Artikel yang Berkaitan

0 komentar:

-

Post a Comment