-

Monday, January 23, 2012

Membangun Kembali Semangat Gotong Royong

FILOSOFI pembangunan di Jawa Barat itu seharusnya seperti membangun jalan. Mana yang harus dibangun oleh negara, mana yang harus dibangun oleh provinsi, dan mana yang harus dibangun oleh kabupaten/kota. Itu standar pembangunan. Kalau provinsi membangun sekolah, itu harusnya standar provinsi, jangan standar kabupaten kota.

Bagitu juga dalam membangun sekolah, seharusnya ada standar negara, standar provinsi dan standar kabupaten kota. Pembangunan sekolah standar tidak boleh disamakan. Termasuk di dalamnya, sekolah berstandar nasional yang berwawasan internasional (saya tidak terlalu suka dengan sebutan standar internasional). Untuk meningkatkan kualitas, standarisasi seperti ini harus ada.

Pemerintah Povinsi Jawa Barat (Pemprov Jabar) harusnya membangun proyek-proyek besar dengan nilai uang puluahan miliar. Misalnya membangun pasar ikan di Ciamis dan membangun lumbung padi di Subang dengan dana puluhan miliar. Sehingga, beberapa daerah di Jawa Barat ada pembangunan strategis yang merupakan keunggulan potensi daerahnya masing-masing. Nah sekarang saya yakin Pemprov kesulitan mau meresmikan proyek stategis yang mana, karena proyeknya kecil-kecil?

Sebetulnya, sekarang ini juga uang yang dianggarkan sangat besar, hanya dibagi-bagi pada pekerjaan-pekerjaan yang kecil. Seharusnya, Pemprov Jabar tidak perlu lagi mengerjakan proyek-proyek yang dikerjakan pihak kabupaten kota. Uangnya besar dan banyak tapi dibagi-bagi untuk bantuan SD, bantuan ini dan itu sehingga terkesan tidak memiliki proyek strategis. Hal ini sebenarnya sudah saya usulkan waktu Gubernur Danny Setiawan namun masih terjebak pada hal-hal rutinitas

Di Subang, saya mencoba keluar dari rutinitas itu. Kita punya kekuatan budaya gotong royong dan saya kembali menghidupkan budaya ini dalam membangun desa-desa. Artinya pembangunan fisik, dilakukan dengan melibatkan peran serta masyarakat, dan hasilnya kita daerah pertama di Jawa Barat yang menyelesaikan sekolah-sekolah butut.

Begitu pula dalam pembangunan desa dan kelurahan yang dikembangkan provinsi, pembangunan desa peradaban memang sudah benar, tetapi kalau desa yang lain ingin membangun seperti desa peradaban maka provinsi pun harus mengeluarkan anggaran yang sama. Strateginya, bisa menggunakan pola pendekatan gotong royong seperti yang dilakukan oleh saya.

Di semua desa di Subang sekarang ini sedang membangun GOR dengan dana stimulant cukup Rp 30 juta dan sekarang sudah ada lebih dari 120 GOR desa yang sudah dibangun. Yang harus kita lihat adalah berapa milyar dana yang disumbangkan masyarakat dalam pembangunan GOR di desa-desa ini.

Tabungan

Begitu pula dalam penguatan ekonomi masyarakat di pedesaan , sekarang ini Kabupaten Subang mungkin merupakan kabupaten yang paling banyak peserta tabungannya. Tabungan masyarakat yang awalnya dilakukan oleh pegawai negeri dan sempat mendapat protes sebagian masyarakat kini menjadi kekuatan ekonomi di desa-desa. Bahkan yang semula Rp 10 ribu/bulan kini minta dinaikan menjadi Rp 20 ribu/bulan. Di desa-desa masyarakat banyak yang menabung, uang di desa sangat besar.

Dengan gerakan partisipasi masyarakat ini, masyarakat sendiri yang sangat diuntungkan. Karena memang program seperti ini dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat. Beda dengan program bantuan dana bergulir yang disalurkan pemerintah seperti PDMDKE yang kebanyakan gagal, program ini tingkat kemacetannya dibawah 2 persen, karena merasa masyarakat sendiri yang memilikinya. Sebagai contoh, kalau seorang anggota masyarakat menabung atau mendepositokan uangnya di Koperasi Lembaga Ekonomi Desa, misalnya di Koperasi LED Wanita, shu-nya per bulan diatas 1 % atau lebih tinggi dari bunga bank.

Ia juga mencontohkan Koperasi Lumbung Ekonomi Desa (LED) Leles di Desa Leles Kecamatan Sagalaherang Kabupaten Subang berkembang pesat, volume usahanya sudah mencapai Rp 1,3 miliar dengan jumlah anggota ratusan orang.

Selain dikelola kaum wanita, di koperasi tersebut anggotanya bisa menabung maupun membayar cicilan pinjaman dengan menggunakan berbagai komoditas hasil panen, seperti kelapa, telur, maupun beras. Saya selaku penggagas sekaligus pendiri Koperasi LED memang memberikan kemudahan-kemudahan ini sehingga mereka bisa menabung maupun membayar cicilan pinjaman, anggotanya bisa menggunakan berbagai komoditas hasil panen seperti kelapa, telur, maupun beras.

Total aset koperasi tahun buku 2011 dibanding tahun 2010 mengalami kenaikan 195 persen. Demikian pula dengan sisa hasil usaha naik 106 persen. Modal sendiri tahun 2011 Rp 192 juta naik dari asalnya (2010-red) Rp 147 juta.

Kemudian modal pinjaman Rp 519 juta dari Rp 91 juta, dan sisa hasil usaha 2011 Rp 22 juta dari asalnya Rp 10 juta. Total modal tahun 2011 Rp 734 juta, dari asalnya Rp 249 juta.

Keberadaan Koperasi LED ini merupakan upaya pemberdayaan ekonomi masyarakat, sekaligus menekan berkembangnya praktik rentenir. Saya sangat gembira melihat perkembangannya yang pesat dengan perputaran uangnya sudah lebih dari Rp 1 miliar.

Koperasi LED di Kabupaten Subang saat ini yang sudah berjalan lebih dari 100 koperasi LED. Kemudian sudah mendapat kepercayaan perbankan, malahan bisa mengajukan pinjaman sampai ratusan juta.

Perhatian bank ke koperasi LED sudah mulai terbangun, beda dengan awal. Itu karena waktu uji coba, bisa mengembalikan pinjaman tepat waktu.

Terlepas dari siapa yang mengelola, paling penting perkembangan koperasi LED cukup menggembirakan sehingga aktivitas ekonomi bisa tumbuh di desa. Apalagi LED sudah banyak yang berbadan hukum dan terus berkembang. Volume usahanya pun terus meningkat begitu pula anggotanya.

Kami berharap kedepan semua warga desa leles bisa menjadi anggota koperasi. Kemudian bisa mendorong pertumbuhan roda ekonomi masyarakat. Jadi masyarakat tidak ada lagi yang pinjam ke rentenir.

Dengan pola seperti ini, kalau dulu orang menyimpan dana di BPR BPR dan kemudian banyak BPR-nya yang bangkrut, maka sekarang sudah dalam posisi sebaliknya. Kini BPR BPR di Subang menjadi yang terbaik dan terbesar di Jawa Barat. Seorang anggota masyarakat yang Rp 900 ribu lebih, dalam kurun waktu yang tidak lama saat diambil ada yang sampai mendapat lebih Rp. 3 juta untuk pokok simpanan dan jasa-jasanya. (Penulis, Bupati Subang)**
Galamedia Jumat, 20 Januari 2012
Oleh: EEP HIDAYAT

Artikel yang Berkaitan

0 komentar:

-

Post a Comment