-

Saturday, April 28, 2012

Menjadi Umat Terbaik, Inilah Caranya

Manusia adalah wujud dari kemahasempurnaan Allah SWT yang menciptakan (al-Khaliq), yang mengadakan (al-Bari'), dan yang membentuk rupa (al-Mushawwir). Di samping kesempurnaan jasmani dan rohani, kapasitas intelektual adalah alasan penting mengapa manusia dipilih untuk menerima amanah sebagai khalifah di muka bumi.

Kesempurnaan manusia adalah pada kemampuannya berpikir, menerima dan mengembangkan ilmu pengetahuan, memanfaatkan fakultas-fakultas yang dimilikinya, yaitu as-samu (pendengaran), al-bashar (penglihatan), dan al-fuad (hati).

Menuntut ilmu adalah tugas pertama dan utama seorang anak manusia. Allah SWT telah mengajarkan nama-nama benda kepada Adam AS pada awal penciptaan sebagai landasan bagi penguasaan ilmu pengetahuan. (QS al-Baqarah [2]:31).

Perintah membaca (iqra) dan menulis dengan pena (al-qalam) juga merupakan perintah pertama dari risalah kenabian. Wahyu pertama yang diterima oleh Rasulullah SAW adalah perintah membaca dan menulis. (QS al-Alaq [96]:1-5).

Belajar, mencari, menguasai, dan mengembangkan ilmu pengetahuan adalah tugas yang pertama dan utama dari umat Muhammad SAW. Dengan bekal ilmu pengetahuan yang dimilikinya, manusia dapat memakmurkan bumi dan mencegahnya dari kerusakan.

Di samping sebagai hamba dan wakil Allah SWT di muka bumi, umat Islam adalah umat terbaik (khaira ummah) karena mereka senantiasa memerintahkan kebaikan, mencegah kemungkaran, dan beriman kepada Allah SWT. (QS Ali Imran [3]:110).

Untuk dapat memelihara eksistensi dan kehormatannya sebagai umat yang terbaik, khaira ummah, the best nation of peoples for the people, umat Islam perlu terus-menerus belajar, beriman, dan beramal menyampaikan pesan-pesan Islam dengan contoh dan perbuatan serta tetap bersabar di dalam melaksanakannya. Pengetahuan yang mencerdaskan sekaligus mencerahkan tersebut diperoleh dengan menjelajahi dan mendalami ayat-ayat Allah SWT (the Spoken Verses) dan tanda-tanda di dalam ciptaan-Nya (the Creation Verses).

Kemampuannya untuk menggunakan hati (zikir) dan nalar (pikir) di dalam menjelajahi tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah ciri utama dari seorang Muslim cendekia (ulul albab, men of understanding). Itu sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah SAW, para sahabat, pengikut, dan pewaris terbaiknya. (QS Ali Imran [3]: 190-191).

Mengenai turunnya ayat ini, Abdullah Ibnu Umar RA menceritakan, dari Ummul Mu'minin Aisyah RA bahwa Rasulullah SAW berdiri di dalam shalat malamnya dan menangis hingga janggutnya menjadi basah. Beliau menangis hingga air matanya membasahi lantai. Beliau kemudian berbaring dan bertumpu pada bagian sisinya seraya menangis.

Ketika Bilal datang untuk mengingatkan waktu shalat Subuh, dia berkata, "Ya Rasulullah, apa gerangan yang membuatmu menangis, padahal Allah SWT telah mengampuni dosa-dosamu yang telah lalu dan akan datang.” Beliau SAW berkata, "Ya Bilal, apa yang dapat menghalangi tangisku, ketika malam ini, ayat ini (QS Ali Imran [3]:190), diturunkan kepadaku. Celaka orang yang membaca ayat ini, tetapi tidak merenungkannya." Wallahu a'lam.
Republika
Oleh: Abi Muhammad Ismail Halim

 

Artikel yang Berkaitan

0 komentar:

-

Post a Comment