-

Tuesday, June 26, 2012

Kepariwisataan Selamatkan Indonesia

SEANDAINYA pada tahun 2030 tersedia dua planet bumi, itu pun tidak akan cukup untuk mendukung kebutuhan manusia. Pernyataan yang membuat miris masyarakat perduli lingkungan ini, disampaikan Direktur Konservasi WWF Indonesia, Nazir Foead, dalam pernyataan persnya di Jakarta, pertengahan Mei lalu. WWF merilis laporan bahwa saat ini manusia menggunakan sumber daya bumi 50% lebih banyak daripada yang mampu disediakan bumi secara berkelanjutan. Apabila penduduk dunia tidak mengubah tabiat ini, laju permintaan akan terus tumbuh secara cepat.

Dalam laporannya tentang kondisi kesehatan planet bumi (The Living Planet Report) 2012, menunjukkan peningkatan populasi dunia mengakibatkan meningkatnya permintaan sumber daya alam. Keadaan ini menyebabkan tekanan luar biasa pada keanekaragaman hayati, juga berdampak pada kesehatan, kesejahteraan, dan keaman-an masa depan penduduk bumi.

The Living Planet Report 2012 menggunakan Global Living Planet Index untuk mengukur perubahan pada kesehatan ekosistem planet dengan memantau 9.000 populasi dari sekitar 2.600 spesies. Indeks global ini menunjukkan, hampir 30% mengalami penurunan sejak 1970. Dengan penurunan paling besar pada wilayah tropis, sebanyak 60% dalam waktu kurang dari 40 tahun. Selain tren penurunan keanekaragaman hayati, ecological footprints atau jejak ekologis --sebagai indikator kunci laporan ini-- menunjukkan konsumsi sumber daya alam ini tidak lestari.

Laporan WWF ini layaknya sebuah chek-up kesehatan bagi planet. Hasilnya mengindikasikan, planet kita sedang sangat sakit. Menurut Global Living Planet Index, penurunan keragaman hayati sejak 1970 lebih cepat terjadi di negara berpendapatan rendah. Kondisi ini menunjukkan, bagaimana negara miskin menyangga gaya hidup negara-negara kaya.

Masih pada bulan Mei, tersiar kabar sumber daya manusia (SDM) pariwisata Indonesia mampu bersaing di tingkat dunia. Hal itu terkait dengan diraihnya tenaga perhotelan dan para koki Indonesia terbaik ke dua di Asia Tenggara setelah Singapura. Dengan kabar baik ini, kita layak optimistis SDM Indonesia bisa bersaing di dunia. Kita yakin SDM lulusan sekolah tinggi pariwisata (STP) di Indonesia bisa mengangkat potensi wisata Indonesia di kancah internasional.

Pada kenyataannya, saat ini index kapabilitas SDM kepariwisataan kita nomor 35 dari 125 negara di dunia. Di Asia Tenggara kita nomor 2, setelah Singapura. Beberapa sekolah tinggi yang bergerak dalam bidang pariwisata di Indonesia yang saat ini sudah mulai mengembangkan sayapnya di tingkat internasional. Namun, ada dua STP yang berhasil mendapat sertifikasi tingkat internasional. Di Asia Pasifik, hanya 16 yang dapat sertifikasi, termasuk STP Bandung dan STP Bali.

Untuk level SDM sendiri, Indonesia memiliki tingkat yang cukup membanggakan. Lulusan dari STP di Indonesia sudah unggul di kawasan negara-negara ASEAN. Untuk tingkat dunia akan segara menyusul, bila kita responsif menjalin kerjasama dengan pihak luar, seperti universitas di luar negeri. Hal tersebut, diyakini mampu meningkatkan kualitas SDM di Indonesia.

Prestasi yang diraih generasi muda kita di bidang pariwisata pada tingkat dunia, adalah salah satu kunci jawaban. Kunci jawaban agar kita tidak "keukeuh" setia menyangga gaya hidup negara-negara kaya dengan terus mengeksplorasi dan mengeksploitasi sumber daya alam dan mineral yang negara kita miliki. Alasan selama ini yang dikukuhi sebagai pembenaran bahwa pemanfaatan "eksplorasi dan eksploitasi" sumber daya alam dan mineral adalah sebagai sumber pendapatan utama negara, serta-merta bisa ditepiskan dengan memaksimalkan potensi kepariwisataan Tanah Air.

Indonesia kaya berbagai potensi wisata, tetapi tidak pernah secara serius digarap oleh pemerintah kita, setidaknya oleh mereka yang berkecimpung di bidang wisata. Kebijakan pemerintah lebih banyak berkutat pada bagaimana mendatangkan devisa di bidang tertentu, menekan atau menghilangkan utang luar negeri yang menumpuk, tetapi nyaris tidak pernah menyinggung sektor kepariwisataan.

Padahal, pariwisata adalah salah satu sektor untuk merealisasikan visi Indonesia 2030. Core bisnis yang harus dikembangkan adalah kepariwisataan, karena bisnis ini ready to use. Selain itu, pasarnya jelas karena telah sejak lama pariwisata adalah sumber devisa.

Berdasarkan data Organisasi Pariwisata Dunia, ada 1,3 miliar manusia yang lalu lalang di dunia ini setiap tahun, tetapi hanya empat juta orang lebih yang mampir ke Indonesia, kalau data kepariwisataan Indonesia mengklaim 7 juta wisatawan mancanegara mampir ke Indonesia. Turis asing yang datang ke Malaysia dalam rentang waktu yang sama berjumlah 14,7 juta orang, yang datang ke Thailand lebih banyak lagi, lebih dari 15 juta orang. Dengan datangnya secara massif turis asing ke Malaysia dan Thailand, keluarlah kedua negara ini dari krisis ekonomi.

Dengan mengembangkan sektor kepariwisataan, Indonesia tidak lagi mengandalkan sumber daya alam dan mineral yang semuanya akan habis. Pariwisata harus menjadi prioritas utama, harus menjadi sumber devisa yang menyerap tenaga kerja dan kesempatan berusaha. Pariwisata jangan hanya digarap ketika ingat.

Salah satu masalah dalam mengembangkan usaha jasa pariwisata adalah belum cukup tersedianya tenaga-tenaga yang cakap, terampil, memiliki skill yang tinggi, dan pengabdian kepada bidangnya (profesional), padahal kebutuhan tersebut sangat mutlak dalam bersaing di pasar global, di samping tidak tersedianya fasilitas yang cukup untuk menunjang pendidikan pariwisata.

Memang SDM di bidang pariwisata kita belum lama mampu bersaing di tingkat dunia. Namun itu masih sporadis, masih individual, hanya dihasilkan STP Bandung dan Bali. Oleh karena itu, mendesak dilakukan peningkatan kualitas pelayanan sektor kepariwisataan yang bertumpu pada SDM kepariwisataan, dan dukungan dari seluruh lapisan masyarakat perlu terus digalang dan dibina. Kita sadar, peran masyarakat dalam pembangunan kepariwisataan lokal maupun nasional sangat penting artinya, ...agar tercapai kesamaan pikir, keseragaman gerak langkah dan tindak kita dalam mengembangkan kepariwisataan.

Intinya, paradigma perubahan bagi Indonesia yang lebih baik, mendesak dilakukan. Saatnya rakyat kita berperan lebih banyak dalam perubahan itu. Rakyat mutlak menjadi agen perubahan ke arah yang lebih baik. Bila tidak --dari kasus eksplorasi-ekploitasi sumber daya alam dan mineral--, kita bisa selamanya menjadi "negara miskin" penyangga gaya hidup negara-negara kaya. Dunia pun pesimis bisa diselamatkan.
(Penulis adalah Ketua Dewan Pakar Partai NasDem Jawa Barat, President of SSEAYP International Indonesia Inc.)**
Galamedia
jumat, 01 juni 2012 03:28 WIB
Oleh : Dr. Ir. Rino Wicaksono

Artikel yang Berkaitan

0 komentar:

-

Post a Comment