-

Thursday, August 30, 2012

Nasib Masjid Pasca-Lebaran



SALAH satu fenomena menarik di bulan Ramadan adalah ramainya masjid oleh jemaah, terutama saat salat fardu, tausiyah Ramadan, dan salat tarawih. Bahkan pada salat Idulfitri 1 Syawal, masjid dipadati hingga bagian teras dan halamannya. Namun pasca-Lebaran, masjid kembali lengang, seakan Ramadan gagal mendidik karakter umat untuk memakmurkan masjid.

Uniknya, jemaah masjid yang ramai selama Ramadan itu dimanfaatkan untuk menambah kas keuangan mas,jid. Begitu pula saat salat Idulfitri, pengurus pun berupaya untuk mengetuk pintu hati jemaah agar berinfak atau berwakaf demi pembangunan masjid.

Tidak sedikit di antara kita yang mengedepankan pembangunan masjid secara fisik daripada memakmurkan masjid dengan menghidupkan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat bagi pembinaan akidah dan sosial umat. Seakan kita lebih memamerkan dari pada memakmurkan masjid.

Ironisnya lagi, jemaah masjid me,minta sumbangan di jalan raya demi pembangunan fisik masjid. Bukankah hal ini akan menambah citra negatif umat Islam sebagai umat yang tidak kompak, dan peminta-minta? Lalu bagaimana aplikasi dari ajaran Nabi saw bahwa tangan di atas lebih baik dari pada tangan di bawah?

Materialis-pragmatis

Agaknya penyebab sebagian umat meninggalkan masjid adalah cara berpikir yang dipengaruhi oleh paham materialisme dan pragmatisme. Paham materialisme menyebabkan sebagian umat menilai sesuatu itu dari bentuk fisiknya. Bagi mereka lebih berharga dan lebih bernilai membangun fisik masjid yang megah, mewah, dan indah tanpa memerhatikan pembangunan dan pembinaan jemaahnya.

Paham pragmatisme membuat sebagian umat hanya meramaikan masjid jika dianggap menguntungkan. Salat tarawih, misalnya, pahalanya dianggap besar dan dilipatgandakan, sehingga umat ramai-ramai memenuhi masjid. Jika Ramadan telah usai, maka masjid pun ditinggalkan. Artinya sebagian umat beribadah karena motivasi pahala (untung), bukan mencari keridaan Allah.

Oleh karena itu, Allah menegaskan bahwa orang yang memakmurkan masjid itu mesti memiliki empat karakter (QS Attaubah:18). Pertama, beriman kepada Allah swt dan hari yang akhir. Iman menjadi syarat utama yang harus dimiliki oleh seseo-rang yang ingin memakmurkan masjid. Tanpa iman, maka keterlibatannya di masjid hanya dihitung berdasarkan untung-rugi atau kepetingan pribadi.

Kedua, mendirikan salat. Ketika azan berkumandang, mereka akan bersegera menuju masjid untuk mendirikan salat. Sebab salat yang terbaik adalah salat seperti yang dilakukan Nabi saw yaitu melaksanakannya di awal waktu, secara berjemaah, dan bertempat di masjid.

Ketiga, membayar zakat. Ketika seseorang mendirikan salat di masjid, mereka akan membentuk saf yang lurus dan rapat. Seluruh makmum berada di belakang imam tanpa mem,bedakan antara si kaya dengan si mikin. Seorang jenderal bisa bersentuhan bahu dengan seorang prajurit. Semua sama statusnya di antara jemaah, yaitu makmum. Mereka saling menghormati dengan penuh kasih sayang.

Wujud dari persatuan dan kasih sayang itu adalah berempati kepada sesama. Ketika melihat saudara seiman ada yang miskin, maka mereka yang mampu akan segera mengulurkan bantuan. Bantuan itu berupa zakat sebagai kewajiban utama, lalu di,perkuat dengan bantuan berupa infaq, sedekah, wakaf dan lainnya.

Keempat, tidak takut kecuali kepada Allah. Orang yang memakmurkan masjid adalah orang yang takut pada Allah (khauf). Ketakutan tersebut akan mendorong seseorang melaksanakan ibadah, bukan justru jauh dari Allah.

Seorang pedagang tidak takut rugi karena menutup sementara kedainya untuk mendirikan salat berjemaah di masjid. Seorang pemimpin perusahaan tidak khawatir bangkrut karena mengistirahatkan karyawannya agar mendirikan salat berjemaah ke masjid. Begitu seterusnya. Mereka hanya takut kepada Allah semata. Sebaliknya, mereka takut jika usaha duniawinya tidak memperoleh berkah dari Allah swt.

Masjid Rasulullah

Bangunan pertama saat Rasulullah memasuki Madinah adalah masjid. Masjid yang didirikan sangat sederhana dengan dinding dari susunan batu bata dan atap dari jalinan pelepah kurma. Tetapi jemaahnya sangat ramai. Pasar menjadi lengang tatkala waktu salat, karena para pedagang semuanya pergi ke masjid.

Mereka juga memakmurkan masjid dengan berbagai kegiatan ibadah, seperti salat berjemaah, membaca Alquran, iktikaf, dan zikir. Begitu pula kegiatan pembinaan spiritual dan sosial umat menjadi aktivitas penting dalam masjid.

Tidak kurang dari sepuluh peran masjid pada masa tersebut, yaitu: 1) tempat ibadah (salat dan zikir), 2) tempat konsultasi dan komunikasi (masalah ekonomi, sosial dan budaya), 3) tempat pendidikan, 4) tempat santunan sosial, 5) tempat latihan militer dan persiapan alat-alatnya, 6) tempat pengobatan para korban perang, 7) tempat perdamaian dan pengadilan sengketa, 8) aula dan tempat menerima tamu, 9) tempat menawan tahanan, dan 10) pusat penerangan atau pembelaan agama.

Berbagai aktivitas yang dilakukan di masjid saat itu beul-betul bermotif ketakwaan, sehingga berefek pada kebaikan perilaku di luar masjid. Pada saat hidup bermasyarakat, nilai-nilai ketakwaan begitu nyata teraplikasi di dalam pergaulan. Inilah makna memakmurkan masjid yang sesungguhnya.

Sejatinya Ramadan yang telah kita lalui selama sebulan penuh mampu membentuk perilaku kita untuk memakmurkan masjid, baik di dalam masjid maupun di luar masjid.
(Dosen UIN Sunan Gunung Djati Bandung dan STAI Alazhari Cianjur)**
Galamedia
senin, 27 agustus 2012 00:40 WIB
Oleh : ACEP HERMAWAN

Artikel yang Berkaitan

0 komentar:

-

Post a Comment