-

Monday, August 27, 2012

Setelah Ramadan Berlalu



BEGITU cepat Ramadan berlalu seiring dengan berjalannya waktu. Kepergiannya ternyata menyisakan sebaris kenangan yang tersirat di dalam sanubari. Ada perasaan lega beraduk resah memenuhi hati setiap muslim yang senantiasa mengharap rida Allah swt. Lega sebab selama sebulan bersabar dalam ketaatan dan menjauhi kemaksiatan. Resah jika semua amal ibadah hanya sia-sia dan tidak terima di sisi Allah serta tiada mendapatkan balasan.

Tidak dapat dipungkiri berlalunya Ramadan melarutkan pula jiwa-jiwa yang hanya menyembah Allah di bulan Ramadan. Ternyata pendidikan (tarbiyah imaniah) di saat Ramadan pada sebagian insan bukan malah mendidik jiwanya, tetapi menjadikannya bertambah nista dengan kembali berbuat kemaksiatan dan dosa. Kemudian, bagaimama kita merefleksi diri pasca-Ramadan?

Apakah yang kita peroleh di bulan Ramadan? Kita hendaknya selalu menghisab diri dengan cermat. Sudahkah kita mendapatkan manfaat dari puasa, salat, dan semua amalan di bulan Ramadan? Bertambah kokohkah iman kita pasca-Ramadan? Benarkah kita mendapatkan ketakwaan yang merupakan tujuan utama puasa Ramadan? Banyak sekali pertanyaan untuk jiwa yang benar-benar tulus mengharap rida Allah swt.

Bukankah Ramadan itu bulan tobat dan kesabaran? Akan tetapi, mengapa perilaku kita tidak mencerminkan sikap orang yang bersabar dan bertakwa setela keluar dari Ramadan? Mengapa kita masih saja tenggelam dalam dosa dan lupa akhirat? Bukankah Allah berfirman, "Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah swt. dan hendaklah tiap diri memerhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan." (Q.S. Alhasyr 59: 18).

Sungguh beruntung mereka yang keluar dari Ramadan dengan tobat dan ampunan. Lautan kebahagiaan untuk siapa saja yang meraih mahkota takwa dalam jiwa mereka di bulan mulia. Mereka itulah yang mendapatkan manfaat di bulan Ramadan sebab mereka seolah-olah hadir kembali di dunia ini dengan lembaran baru yang berharga dalam perjalanan hidup sejatinya menuju Allah swt.

Janganlah mengurai benang yang sudah dipintal. Jika termasuk orang yang mendapatkan manfaat dari puasa, salat, dan semua amalan kita di bulan Ramadan, selalu bersyukurlah memuji Allah swt. Jangan pernah melirik lagi untuk kembali ke jurang kemaksiatan. Sangat disayangkan jika mahkota takwa yang tersemat indah di jiwa kita, tergantikan dengan corengan dosa dan kemaksiatan. Jagalah ikatan iman yang telah terjalin kuat di dalam dada kita dengan selalu menambah ilmu dan keimanan. Betapa banyak orang saat Ramadan membangun istana ketakwaan, lalu setelah berlalu Ramadan kembali lagi pada tipu daya setan. Masjid yang tadinya semarak, sepi lagi dari kegiatan berjamaah. Tempat maksiat yang semula ditutup, sekarang kembali ramai diisi jiwa-jiwa yang awalnya mengabdi. Sungguh sebuah fenomena yang mengiris hati dan mencabik nurani. Oleh sebab itu, Allah swt. mengingatkan, "Janganlah kalian seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali...." (Q.S. Annahl 16: 92).

Apakah amalan diterima? Sesungguhnya orang yang berhasil di bulan Ramadan adalah mereka yang ketika Ramadan mempergunakan detik-detik waktunya untuk ketaatan. Ia lalui siang hari bulan Ramadan dengan puasa dan menjaga adabnya. Pada malam harinya, ia mendirikan salat dan mengisi waktunya dengan membaca Alqruan. Mulutnya selalu basah dengan zikir kepada Allah, bahkan linangan air mata tobatnya selalu mengalir di sepertiga malam terakhir.

Bukan sekadar itu, ia senantiasa berusaha istikamah menjaga amalannya di luar Ramadan. Ia selalu meningkatkan ketakwaan dengan memperdalam keilmuan. Ia tidak rida jika jalinan iman yang ia rajut susah payah, cerai-berai dengan perginya Ramadan. Akan tetapi, ia selalu takut jika amalannya tidak diterima. Begitu pula ia selalu cemas jika amalannya tidak ikhlas karena Allah.

Ali bin Abi Thalib berkata, "Jadilah engkau orang-orang yang lebih memikirkan bagaimana diterimanya suatu amalan daripada memikirkan untuk beramal itu sendiri. Tidakkah engkau mendengar Allah swt. berfirman, "Sesunggunya Allah hanya menerima suatu amalan dari orang-orang yang bertakwa." (Q.S. Almaidah 5: 27).

Dahulu orang saleh pun selalu berdoa selama setengah tahun (pasca-Ramadan) agar diterima amal ibadahnya dan setengah tahun berikutnya berdoa agar dipertemukan dengan Ramadan lagi.

Janganlah menjadi hamba Ramadan. Bahagia sekali saat di bulan Ramadan kita berlomba melakukan kebaikan. Berbagai sarana/tempat maksiat ditutup. Masjid semarak dengan kegiatan ibadah berjamaah. Indah rasanya suasana imani di bulan Ramadan. Sampai-sampai kaum selebritas yang tadinya tidak suka pamer aurat, hadirnya Ramadan membuat mereka menutup auratnya. Kedatangan Ramadan benar-benar membawa berkah untuk semua. Sayang, berlalunya Ramadan, redup pula nuansa keimanan itu. Tempat-tempat maksiat kembali dibuka lebar-lebar. Masjid kembali diisi oleh orang itu-itu saja. Bahkan, terkadang perilaku maksiat lebih parah dari sebelumnya.

Iman apakah itu? Islam apakah seperti ini? Tidak lain semua ini adalah bermain-main dengan Allah swt; kedustaan dan kenifakan terhadap agama Allah. Bukankah Robb yang kita ibadahi di bulan Ramadan, Dialah Robb yang kita sembah di luar Ramadan pula?

Kita adalah hamba Allah, bukan hamba Ramadan. Ya, hamba Allah yang memerintahkan agar kita senantiasa tsabat dan istikamah pada tiap amalan kita, baik Ramadan maupun di luar Ramadan. "Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benarnya takwa kepada-Nyal dan janganlah sekali-kali kalian mati, melainkan dalam keadaan beragama Islam." (Q.S. Ali Imran 3: 102).

Akhirnya, kita berharap menjadi hamba Allah sejati yang selalu beribadah kepada-Nya, baik di bulan Ramadan maupun bulan lainnya.
(Pengajar LB FIB Unpad dan STAI Sabili Bandung)**
Galamedia
kamis, 23 agustus 2012 00:43 WIB
Oleh : EDI WARSIDI

Artikel yang Berkaitan

0 komentar:

-

Post a Comment