-

Saturday, September 01, 2012

Strategi ASI: Antara Teori dan Implementasi



SEJAK tahun 1992, setiap tanggal 1-7 Agustus diperingati sebagai Pekan ASI Sedunia (World Breastfeeding Week - WBW), kelanjutan dari Deklarasi Innocenti yang dibuat oleh WHO dan UNICEF di tahun 1990. Deklarasi tersebut bertujuan melakukan upaya global untuk melindungi, mempromosikan dan mendukung pemberian ASI.

Tahun 2012, tema yang diangkat oleh World Alliance for Breastfeeding Action (WABA) adalah Understanding the Past - Planning the Future: Celebrating 10 years of WHO/UNICEF's Global Strategy for Infant and Young Child Feeding. Pemilihan tema ini untuk mengevaluasi kemajuan dari Strategi Global Peningkatan Pemberian Makan Bayi dan Anak yang dicanangkan oleh WHO dan UNICEF pada Agustus 2002. Selain itu untuk merencanakan kegiatan peningkatan pemberian makan bayi dan anak agar para ibu dapat memberikan makanan dan mengasuh anaknya secara optimal.

Ada empat strategi yang telah ditetapkan yaitu:

1. Inisiasi menyusui dini (IMD) setelah lahir dalam satu jam pertama, dilanjutkan dengan rawat gabung.

2. Memberikan air susu ibu (ASI) saja sejak lahir sampai bayi berumur 6 bulan.

3. Memberikan makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI) mulai umur 6 bulan.

4. Menyusui dilanjutkan sampai anak berumur 24 bulan atau lebih.

Evaluasi atas pelaksanaan strategi-strategi di atas sangatlah penting karena secara kuantitas, sudah lebih dari 176 negara yang mengakui keberadaan WBW. Permasalahannya, bagaimana dalam hal kualitas, apakah telah terjadi peningkatan dukungan terhadap pelaksanaan pemberian ASI? Bagaimanakah pencapaiannya setelah 10 tahun strategi tersebut dilaksanakan?

Berhasil?

WHO mengungkapkan, sebanyak 26 negara telah menemui sasaran dan dapat menunjukkan bahwa dengan upaya terfokus mungkin dapat mencapai atau bahkan melebihi target tujuan global. Namun masih banyak negara yang belum berhasil menyukseskan strategi-strategi di atas. Terbukti, saat ini, tingkat pemberian ASI eksklusif secara global masih 37 persen. Bagaimana dengan Indonesia?

Sungguh memprihatinkan. Tidak saja prosentasenya yang di bawah capaian global, trendnya juga mengalami penurunan. Bila di tahun 2007, prosentase cakupan pemberian ASI sebesar 62,2 persen, menurun menjadi 56,2 persen di tahun 2008. Begitupun dengan cakupan pemberian ASI eksklusif . Data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) menunjukkan adanya penurunan dari 40 persen (2003) menjadi 28,6 persen (2008) dan kemudian menjadi 24,3 persen di tahun 2007. Kondisi mutakhir memperlihatkan tinggal 8 persen ibu yang memberi ASI eksklusif bahkan hanya 4 persen bayi yang mengalami IMD.

Sebenarnya, secara alamiah sebagian besar ibu ingin menyusui anaknya. Hasil penelitian tim dari Pusat Pencegahan dan Pengawasan Penyakit Amerika Serikat di bawah pimpinan Cria Perrine terhadap sekitar 3 ribu perempuan, -dari mulai tengah hamil sampai melahirkan- pada rentang waktu 2005-2007 memperlihatkan bila 1.792 perempuan (60%) berencana memberi ASI eksklusif bagi anaknya. Mayoritas dari jumlah tersebut, sekitar 85%, mengaku akan memberi ASI selama tiga bulan atau lebih. Namun kenyataannya hanya 32% dari yang merencanakan memberi ASI eksklusif menjalankan niatnya. Hal yang serupa jugalah yang dialami ibu - ibu di Indonesia. Mengapa mereka gagal melaksanakan ambisi mulia tersebut?

Ada beberapa kondisi yang menyebabkan gagalnya pelaksanaan ASI di negeri ini.

Pertama, masih belum kuatnya dukungan Pemerintah. Memang benar bahwa sejak 1 Maret 2012 telah disahkan Peraturan Pemerintah No. 33 tentang Pemberian ASI Eksklusif (PP ASI). Namun sayangnya, pasal-pasal dalam PP ASI masih belum sepenuhnya melindungi ibu dalam memberikan ASI, yaitu di pasal 6, pasal 15 dan pasal 21 (2). Pasal-pasal tersebut masih membuka celah bagi produsen susu formula untuk berpromosi. Hal ini sangat menguatirkan karena Indonesia merupakan salah satu target dari produsen susu setelah China

Kedua, masih minimnya fasilitas layanan kesehatan (rumah sakit) yang mendukung aktivitas menyusui, seperti tidak adanya ruang rawat gabung dan tidak dilaksanakannya IMD. Padahal itu merupakan salah satu langkah penting dalam keberhasilan menyusui.

Ketiga, masih minimnya dukungan dunia kerja dan fasilitas publik terhadap aktifitas menyusui sebagaimana hasil penelitian AIMI dan Save the Children, mengenai implementasi kebijakan menyusui di Aceh (Kab.Bireun, Kab.Bener Meriah), Jawa Barat (Kabupaten Bekasi, Kerawang, Padalarang), dan NTT (Kupang). Penelitian yang dilakukan pada November 2011 tersebut melibatkan sejumlah perkantoran pemerintah dan swata. Hasilnya, dari 37 perkantoran pemerintah hanya 4 yang mempunyai ruang khusus menyusui dan hanya 1 yang memiliki kebijakan tertulis mengenai pengadaan ruang menyusui/memerah ASI. Sedangkan dari 18 perkantoran swasta hanya 2 yang memiliki ruangan khusus menyusui bahkan tidak ada satu pun yang memiliki kebijakan tertulis mengenai pengadaan ruang menyusui/memerah ASI.

Keempat, kurangnya dukungan keluarga dan lingkungan. Masih banyak suami yang beranggapan bahwa menyusui hanyalah kewajiban istri. Padahal kalaupun hanya terlihat sebagai interaksi antara ibu dan bayi namun sesungguhnya ada banyak pihak yang berperan, mulai dari suami, orangtua, mertua, keluarga besar, sahabat, hingga rekan kerja dan tetangga. Bila mereka tidak mendukung, ibu pasti akan merasa lelah, tidak percaya diri dan stress. Apalagi bila ibu mengalami puting lecet, bayi bingung puting, bayi menangis terus, sementara ibu tidak tahu harus meminta bantuan kepada siapa? Ini akan menghambat keluarnya ASI dan bukan mustahil jika akhirnya ibu memutuskan menggunakan susu formula sampai akhirnya berhenti menyusui.

Semua kendala di atas harus segera dibenahi, bila tidak sia - sialah Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menargetkan setidaknya 50 Persen bayi di bawah usia enam bulan harus sudah mendapatkan ASI eksklusif pada tahun 2025. Tanpa implementasi yang konsisten dan kerjasama pihak-pihak yang terkait, semua target dan strategi hanya sekedar teori yang sia-sia belaka. Inikah yang kita mau? (Neni Utami Adiningsih, Ir., M.T., penggagas Forum Studi Pemberdayaan Keluarga.
(Family Empowerment Studies Forum, Pemerhati masalah anak perempuan dan keluaraga, Alumni Pascasarjana Teknik Elektro ITB)**
Galamedia
jumat, 31 agustus 2012 01:06 WIB
Oleh : NENI UTAMI ADININGSIH

Artikel yang Berkaitan

0 komentar:

-

Post a Comment