-

Wednesday, October 17, 2012

Menyelami Nasihat Luqman

Dalam Surah Luqman, Allah SWT berfirman, “Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.” (QS Luqman: 13).
Petikan firman Allah di atas yang secara jelas termaktub dalam QS Luqman ayat 13 hingga 19. Dari beberapa nasihatnya yang Allah abadikan dalam Alquran, Luqman dikenal sebagai seorang ayah bijak yang menasihati anaknya perihal beberapa tanggungjawab manusia kepada Tuhannya, ibu-bapaknya, juga sesamanya.

Secara garis besar, Luqman menasihati anaknya dengan nasihat bijak, santun, indah, hingga Allah pun mengabadikan nama Luqman juga beberapa nasihat yang ia tuturkan untuk buah hatinya.

Tanggung jawab manusia kepada Tuhan, menurut Luqman, adalah dengan tidak mempersekutukan-Nya dengan apa pun, baik dalam hal keyakinan maupun material. Kedua, tanggung jawab manusia kepada orangtuanya adalah dengan berbakti, menghormati, dan tidak menyakiti keduanya kecuali jika orangtua tersebut menyuruh berbuat maksiat.

Ketiga, tanggung jawab manusia kepada sesamanya agar tidak berperilaku sombong, membiasakan diri untuk berperilaku sederhana, baik dalam berjalan dan bertutur. Dan poin terakhir inilah yang disadari maupun tidak, sering kita abaikan.

Imam Ali RA pernah berkata, “Jadilah manusia paling baik di sisi Allah, jadilah manusia paling buruk dalam pandangan dirimu dan jadilah manusia biasa di hadapan orang lain.”

Jadilah manusia yang paling baik di sisi Allah. Maksud paling baik disini ialah dengan memaksimalkan sisa usia dengan bertafakur, berusaha mengingat nikmat-nikmat Allah serta berusaha mensyukurinya.

Selain syukur, manusia juga dituntut untuk bersabar kala cobaan mendera dan menyapa secara tiba-tiba. Rasulullah SAW pernah bersabda, bahwa hati manusia hanya dituntut untuk dua hal, yakni syukur dan sabar. Syukur jika kita memperoleh nikmat yang secara langsung maupun tidak kita bersedia berbagi dengan sesama.

Kedua sabar, sabar dalam arti luas mampu melihat segala cobaan bukan dari ‘ujian’ semata, namun juga ‘teguran’ Allah SWT agar kita menyadari sepenuhnya bahwa setiap masalah yang datang, juga karena tindakan yang kita perbuat. Sebab apa yang kita tanam, itulah yang akan kita tuai di luar konteks ‘cobaan’ Allah. Sebab, tidak ada cobaan yang tidak membuahkan hikmah dan pelajaran yang berharga.

“… dan bersabarlah terhadap apa yang menimpamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).” (QS Luqman: 17).

Kedua, jadilah manusia yang paling buruk dalam pandangan dirimu. Nasihat Imam Ali RA ini setidaknya menyiratkan dua hal yaitu menyadari bahwa status kita hanyalah ‘hamba’ di hadapan Allah, juga mengajarkan kita bahwa (mungkin) manusia lain derajatnya justru lebih tinggi di hadapan Allah. Pada intinya, dua hal ini akan mengantarkan kita kepada sikap tawadhu dan menetralisir perasaan tinggi hati dalam diri.

Ketiga, jadilah orang biasa di hadapan sesama. Dalam pandangan Islam, semua manusia itu sama dan Allah tidak membedakan manusia hanya karena harta dan tahta, namun Allah membedakan manusia karena ketakwaannya. Oleh karenanya, sebagian besar ulama berdoa sebagai berikut:

“Allahummaj‘alnii shobuuron waj’alnii syakuuron waj’alnii fii ‘ainii shogiiron wa fii a’yunin naasi kabiiron” (Ya Allah jadikan aku orang yang bersabar dan bersyukur. Jadikanlah aku seorang yang hina menurut pandangan diriku sendiri, dan jadikanlah aku orang yang besar menurut pandangan orang lain).
Oleh: Ina Salma Febriani

sumber : www.republika.co.id

Artikel yang Berkaitan

0 komentar:

-

Post a Comment