-

Thursday, November 26, 2015

Isi Pesan Shalat

Alquran dan hadis Nabi SAW telah menerangkan tentang kedudukan ibadah shalat, termasuk menjelaskan fungsi dan keutamaannya, baik secara eksplisit maupun implisit.

Misalnya, apabila shalat dikerjakan dengan sempurna, hati dan jiwa seseorang menjadi tenang dan tenteram (QS ar-Ra'du [13]: 28). Shalat juga bisa mencegah diri dari sifat keluh-kesah atau galau (QS al-Ma'arij [70]: 19-23).

Shalat pun dapat mencegah perbuatan keji dan munkar (QS al-Ankabut [29]: 45). Dengan shalat pintu keberkahan dari langit dan bumi akan terbuka (QS al-Araf [7]: 96). Ibadah shalat akan menjadi penolong di saat seorang hamba berada dalam kondisi serbasulit dan susah (QS al-Baqarah [2]: 45-46). Dan sejumlah pesan spiritualitas kehidupan lainnya.

Khusus hubungannya dengan pesan shalat sebagai media yang menolong di saat kompleksnya terpaan kebutuhan mendesak dan kesulitan hidup, terdapat kisah inspiratif dari Rasulullah SA W yang penting untuk kita teladani. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Imam Ahmad disebutkan, "Bahwa sesungguhnya Rasulullah SAW apabila dirundung persoalan hidup, beliau segera mengerjakan shalat." (HR Ahmad).

Hudzaifah Ibnu al-Yaman RA juga menuturkan, "Pada malam berlangsungnya Perang Ahzab, saya menemui Rasulullah SAW, sementara beliau sedang shalat seraya menutup tubuhnya dengan jubah. Apabila Nabi SAW menghadapi permasalahan, beliau akan mengerjakan shalat."

Ali bin Abi Thalib RA pernah menuturkan keadaan Rasulullah SAW ketika Perang Badar. "Pada malam berlangsungnya Perang Badar, kami semua tertidur kecuali Rasulullah SAW. Beliau shalat dan berdoa sampai pagi."

Fakta di atas menunjukkan betapa penting dan besarnya kedudukan shalat. Ia bukan hanya sebagai ritual ibadah seorang hamba kepada Allah semata, tetapi shalat mampu melahirkan kesan dan pengaruh positif terhadap pembentukan karakter dan realitas kehidupan. Termasuk fung si dan keutamaannya sebagai penolong di saat kondisi yang serbasulit karena banyaknya permasalahan yang dihadapi, baik secara personal, kolektif, keluarga, kerja tim, maupun dalam konteks kebangsaan dan negara.

Sebagaimana penderitaan nasional yang saat ini masih dirasakan, seperti tingginya angka kemiskinan, pengangguran, kriminalitas, kebodohan, korupsi yang semakin merajalela, lemahnya ekonomi dan tumpulnya penegakan hukum dan sebagainya. Demikian juga kasus kabut asap karena pembakaraan hutan belakangan ini, jelas telah mengakibatkan kemudaratan yang sangat besar, seperti kerusakan alam, kerugian material, dan bahkan hilangnya nyawa.

Di saat kondisi sulit seperti ini, maka sabar dan shalat hendaklah menjadi kekuatan yang menolong bagi setiap individu Muslim. Sebab, shalat merupakan cerminan totalitas ketundukan dan ketakwaan kepada Allah.

Sedangkan, bagi orang-orang yang bertakwa, Allah menjamin untuk memberi pertolongan, jalan keluar, rezeki yang tidak diduga-duga, dan kemudahan dalam setiap urusan nya. Belum lagi di akhirat kelak, orang-orang yang bertakwa akan mendapat ampunan dan balasan pahala yang besar. (QS atThalaq [65]: 2-5).

Yakin seyakin-yakinnya, shalat dapat membentuk kepribadian luhur dan terpuji bagi setiap hamba yang mengerjakannya. Bahkan, shalat bisa menjadi kekuatan yang menolong sekaligus menempatkannya pada derajat hidup yang mulia jika dikerjakan dengan baik dan sempurna. Wallahu Al Musta'an.

Oleh: Imran Barhaqi

sumber : www.republika.co.id

Tuesday, November 24, 2015

Berilmu Sepanjang Hayat

Baqi bin Makhlad, seorang murid Imam Ahmad Bin Hanbal, layak menjadi teladan bagi para pencari ilmu. Ketika berusia 20 tahun, ia melakukan perjalanan dari Andalusia menuju Baghdad dengan berjalan kaki demi mencari ilmu.

Ia rela menempuh perjalanan yang begitu panjang, melewati padang pasir, melintasi lautan, dan mendaki pegunungan. Upaya itu dilakukan Baqi bin Makhlad untuk belajar hadis pada ulama terkemuka bernama Imam Ahmad bin Hambal.

Di tengah perjalanan ke Kota Baghdad, ia mendengar kabar bahwa Imam Ahmad bin Hanbal sedang menghadapi ujian.Saat itu, Imam Ahmad bin Hanbal berkukuh pada pendapatnya bahwa Alquran bukanlah makhluk.

Akibatnya, penguasa melarang sang imam untuk mengajar atau membuka majelis ilmu. Ia dipenjara di rumahnya. Mengetahui hal itu, Baqi pun bersedih. Namun, langkahnya untuk berguru pada sang imam tak berhenti.

Ia tetap melanjutkan perjalanan ke B aghdad. Setibanya di ibu kota Dinasti Abbasiyah, Baqi meletakkan perbekalannya dan pergi menuju Masjid Agung. Ia lalu pergi mencari rumah Imam Ahmad bin Hanbal.

Ia kemudian mengetuk pintu dan mengucap salam dan Imam Ahmad pun menjawab salam serta membuka pintu. “Aku adalah orang yang asing di negeri ini dan ingin mencari ilmu, tidaklah aku melakukan perjalanan mencari ilmu ini kecuali kepadamu,” ujar Baqi.

Imam Ahmad lalu bertanya, “Dari manakah asalmu?” “Dari Barat jauh. Aku mangarungi lautan untuk menuju ke sini,” jawab Baqi. Sang imam lalu berkata, “Tempat tinggalmu jauh sekali, dan sebetulnya aku ingin membantumu, tetapi aku sedang dalam tahanan rumah dan tidak boleh mengajarkan sesuatu.”

“Wahai Abu Abdillah (sebutan Imam Ahmad)... aku adalah orang yang asing, tidak ada satupun dari orang Baghdad yang mengenaliku. Jika engkau mau aku akan datang kepadamu setiap hari sebagai seorang pengemis kemudian aku ketuk pintu rumahmu aku meminta sedekah, kemudi an engkau membacakan kepadaku walaupun satu hadis dalam sehari,” ucap Baqi.

“Baiklah...,” ujar Imam Ahmad bin Hanbal. “Engkau boleh seperti itu tetapi dengan syarat tidak menceritakannya kepada para pencari hadis yang lain karena nanti mereka akan iri kepadamu.”

Kisah di atas memberi pesan pada kita, sejauh apa pun jarak akan ditempuh oleh orang-orang yang haus akan ilmu dan kebenaran. Orang terdahulu lebih baik keluar dari tempat tinggal untuk hijrah dari kondisi kebodohan.

Mencari ilmu atau belajar adalah proses yang harus dilakukan terus-menerus meskipun kita tidak lagi berada di lingkungan sekolah atau universitas.

Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang menempuh jalan untuk menuntut ilmu maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR Muslim).

Ilmu begitu penting dalam kehidupan umat manusia yang hendak mempertebal keimanan. Karena, ilmu dan keimanan laiknya dua sisi mata uang logam yang tidak terpisahkan.

Tanpa ilmu pengetahuan, keimanan kita bakal keropos. Sedangkan, tanpa keimanan, ilmu kita laksana kapal terbang tak berpilot, dapat mencelakakan para penumpang.

Itulah mengapa Allah SWT memerintahkan kita untuk selalu berlapang-lapang dalam majelis keilmuan (QS al-Mujaadilah [58]: 11). Di dalam Islam, belajar harus terus-menerus dilakukan tanpa mengenal usia, waktu, dan kesempatan.

Karena itu, ketika prinsip belajar sepanjang hidup tidak kita tanamkan dalam keyakinan, Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak menahan ilmu dari manusia dengan cara merenggutnya. Tetapi, dengan mewafatkan para ulama cendekia sehingga tidak lagi tersisa seorang alim.

Dengan demikian, orang-orang mengangkat pemimpin-pemimpin yang dungu lalu ditanya dan dia memberi fatwa tanpa ilmu pengetahuan. Mereka sesat dan menyesatkan,” (HR Mutafaqalaih). Wallahu alam.

Oleh: Dadang Kahmad

sumber : www.republika.co.id