red : maduraindepth.com
Pintu kebebasan pers ternyata belum benar-benar terbuka. Era digital kemudian seperti tongkat estafet perkembang jurnalisme di Indonesia. Televisi yang tadinya dianggap sebagai media paling modern terus digerus oleh media dalam jejaring. Saat ini, Media online terus bermunculan.
Semenjak runtuhnya rezim orde baru Indonesia memasuki babak
yang benar-benar baru di bidang informasi. Sejumlah media massa bermunculan seperti
jamur di musim penghujan. Koran-koran baru, radio, bahkan televisi swasta mulai
banyak didirikan.
Era dimana kebebasan pers terbuka luas ini dikenal dengan
era reformasi. Hal Paling terasa bagi kalangan jurnalis bukan hanya munculnya
banyak media. Tetapi, wadah organisasi para pencari berita pun tak lagi berlaku
wadah tunggal seperti era orde baru.
Dulu, selama kepemimpinan Presiden Soeharto, di Indonesia
hanya ada satu wadah profesi wartawan. Wadah tersebut adalah Persatuan Wartawan
Indonesia (PWI). Tentu saja wadah tunggal ini sangat berimbas pada kebebasan
pers di Indonesia.
Sejumlah media yang tetap kritis di masa itu dipastikan tak bertahan
lama. Bredel membredel media adalah hal lumrah di massa orde baru. Namun situasi
berubah drastis semenjak reformasi pada 1998 lalu.
Pintu kebebasan pers ternyata belum benar-benar terbuka. Era digital kemudian seperti tongkat estafet perkembang jurnalisme di Indonesia. Televisi yang tadinya dianggap sebagai media paling modern terus digerus oleh media dalam jejaring. Saat ini, Media online terus bermunculan.
Kemudahan untuk mendirikan media online membuat siapa pun
boleh mendirikan media. Termasuk mereka yang tidak memiliki kompetensi di bidang
jurnalistik maupun bisnis media.
Madura adalah salah satu daerah yang menjadi ladang luas
media online. Ada puluhan media online lokal di pulau ini. Semua saling beradu membawa
informasi terbaru dengan mengandalkan kecepat. Lebih cepat dari televisi,
radio, lebih-lebih koran.
Alih-alih menyehatkan jurnalisme di Indonesia keberadaan banyak
media online ternyata belum berdampak banyak. Hal itu disebabkan banyaknya pengelola
media online yang bukan dari kalangan jurnalis.
Jurnalis-jurnalis muda yang lahir dari media prematur tak lagi
menjadi pewarta. Mereka malah menjelma menjadi pedagang berita. Jelmaan lainnya
adalah adalah pewarta namun rasanya lebih mirip dengan sales iklan. Demi pemasukan
perusahaan media, berita jadi nomor dua. Mereka mengutamakan iklan daripada
menjadi pengawas kekuasaan.
Kondisi ini sangat disadari oleh sejumlah jurnalis di
Madura. Sejumlah jurnalis ini terus melakukan kampanye tolak suap. Terus
memperjuangkan kemerdekaan pers. Diskusi-diskusi tentang indepensi jurnalis rutin
dilakukan.
Semua itu dilakukan agar marwah jurnalisme tetap terjaga.
Namun, format diskusi dalam menjaga kualitas jurnalistik tidak banyak
memberikan dampak pada produk jurnalistik di media-media baru yang bertaburan
di Madura. Kondisi ini kemudian memaksa untuk membuat media serupa yang bisa
dijadikan ukuran sebagai media yang ideal.
Sejumlah jurnalis pun sepakat membuat media online. Media ini
kemudian disepakati dengan nama madurainepth.com. Penamaan tersebut tidak terlepas
dari tujuannya. Yakni, menjadi media di Madura yang benar-benar independent,
merdeka atau berdiri tanpa berpihak.
Hal lain yang menjadi cita-cita didirikannya maduraindepth.com
adalah membuat rujukan Media in depth news di Madura. Mengingat media online lokal
di Madura selalu mengangkat berita yang dangkal demi kecepatan tayang.
Dari cita-cita dibentuknya maduraindepth.com itulah kami memegang
prinsip menjadi media yang independent dan menyajikan berita mendalam. Dengan
kata lain, sendiri di kedalaman. (MI)