Nabi Daud Alaihissalam (AS) adalah salah satu rasul Allah yang mempunyai kemampuan istimewa. Allah SWT memberikan kepadanya kitab Zabur, sebagai petunjuk bagi kaumnya.
Allah juga memberikan keistimewaan lainnya kepada Nabi Daud berupa kepatuhan sejumlah makhluk Allah mengikuti keinginannya. Seperti gunung-gunung yang bertasbih bersamanya di waktu pagi dan petang, burung-burung yang bisa mengikuti perintah Daud, dan diberikan kerajaan yang sangat besar dan luas.
Selain itu, Nabi Daud AS juga diberikan kekuatan dan keilmuan yang sangat hebat. Dengan ilmu itu, Nabi Daud diharapkan bisa memberikan solusi atas masalah yang dihadapi kaumnya.
Sebagai seorang raja, Nabi Daud memiliki istri yang cukup banyak, jumlahnya 99 orang. Walau demikian, Daud masih menginginkan seorang istri lagi, agar jumlahnya genap menjadi 100 orang.
Calon istri yang ingin disuntingnya adalah milik seorang prajurit kerajaan. Ia sangat menginginkannya. Karena itu, Daud menugaskan sang prajurit ini untuk pergi berperang bersama dengan pasukannya.
Namun, belum sempat hal itu terealisasi, Allah SWT mengutus dua orang malaikat menemui Daud yang berwujud manusia dan menjadi penggembala. Keduanya mengajukan sebuah permasalahan yang sangat rumit untuk segera mendapatkan penyelesaian dari Daud.
Kedatangan kedua orang ini membuat kaget Nabi Daud. Namun, sebagai seorang raja yang dikenal adil, Daud menerima keduanya dengan lapang dada.
Seorang dari mereka berkata, “Saudaraku ini mempunyai 99 ekor kambing betina, dan aku memiliki seekor kambing. Dia ingin mengambilnya dariku. Dan dalam perdebatan, dia mengalahkanku, karena dia berkuasa. Mohon penyelesaiannya dengan adil.”
Setelah mendengar semua persoalan, Daud memutuskan bahwa penggembala yang sudah mempunyai 99 ekor kambing itu tak berhak mengambil kambing milik rekannya. Daud menilai, mengambil paksa milik orang lain itu adalah perbuatan zalim. Dengan keputusan itu, maka senanglah hati sang penggembala yang hanya memiliki satu ekor kambing. Keduanya pun lalu berpamitan pulang.
Seusai memberikan penyelesaian kasus kedua orang penggembala kambing yang tak lain adalah malaikat itu, membuat Nabi Daud tersadar. Ia merasa, bahwa Allah telah menguji dirinya dengan mengutus malaikat untuk mengingatkan perbuatannya yang telah melampaui batas (kezaliman).
Ia pun lantas bersujud kepada Allah, sekaligus memohon ampun dan bertaubat atas kesalahannya. Dan Allas SWT mengampuni kesalahannya dan menerima taubat Daud.
Kisah ini selengkapnya dapat dilihat dalam Surah Shad [38]: 17-29. Kisah ini memberikan sejumlah ibrah (pelajaran) kepada kita. Pertama, keinginan hawa nafsu begitu besar. Walau sudah memiliki segala kekayaan, kemewahan, dan istri yang cantik, tetap saja muncul keinginan untuk memiliki yang lainnya.
Kedua, sebagai pemimpin harus bisa memberikan teladan kepada rakyatnya. Sebab, keteladanan dan keadilan seorang pemimpin, menjadi pintu naungan di Hari Kiamat (HR Bukhari-Muslim).
Ketiga, seorang pemimpin tak boleh memaksakan kehendak. Keempat, pemimpin harus menjunjung tinggi penegakan hukum dengan seadil-adilnya, kendati persoalan yang sama sedang menderanya. Wallahu a’lam.
Oleh: Syahruddin El-Fikri
sumber : www.republika.co.id
Allah juga memberikan keistimewaan lainnya kepada Nabi Daud berupa kepatuhan sejumlah makhluk Allah mengikuti keinginannya. Seperti gunung-gunung yang bertasbih bersamanya di waktu pagi dan petang, burung-burung yang bisa mengikuti perintah Daud, dan diberikan kerajaan yang sangat besar dan luas.
Selain itu, Nabi Daud AS juga diberikan kekuatan dan keilmuan yang sangat hebat. Dengan ilmu itu, Nabi Daud diharapkan bisa memberikan solusi atas masalah yang dihadapi kaumnya.
Sebagai seorang raja, Nabi Daud memiliki istri yang cukup banyak, jumlahnya 99 orang. Walau demikian, Daud masih menginginkan seorang istri lagi, agar jumlahnya genap menjadi 100 orang.
Calon istri yang ingin disuntingnya adalah milik seorang prajurit kerajaan. Ia sangat menginginkannya. Karena itu, Daud menugaskan sang prajurit ini untuk pergi berperang bersama dengan pasukannya.
Namun, belum sempat hal itu terealisasi, Allah SWT mengutus dua orang malaikat menemui Daud yang berwujud manusia dan menjadi penggembala. Keduanya mengajukan sebuah permasalahan yang sangat rumit untuk segera mendapatkan penyelesaian dari Daud.
Kedatangan kedua orang ini membuat kaget Nabi Daud. Namun, sebagai seorang raja yang dikenal adil, Daud menerima keduanya dengan lapang dada.
Seorang dari mereka berkata, “Saudaraku ini mempunyai 99 ekor kambing betina, dan aku memiliki seekor kambing. Dia ingin mengambilnya dariku. Dan dalam perdebatan, dia mengalahkanku, karena dia berkuasa. Mohon penyelesaiannya dengan adil.”
Setelah mendengar semua persoalan, Daud memutuskan bahwa penggembala yang sudah mempunyai 99 ekor kambing itu tak berhak mengambil kambing milik rekannya. Daud menilai, mengambil paksa milik orang lain itu adalah perbuatan zalim. Dengan keputusan itu, maka senanglah hati sang penggembala yang hanya memiliki satu ekor kambing. Keduanya pun lalu berpamitan pulang.
Seusai memberikan penyelesaian kasus kedua orang penggembala kambing yang tak lain adalah malaikat itu, membuat Nabi Daud tersadar. Ia merasa, bahwa Allah telah menguji dirinya dengan mengutus malaikat untuk mengingatkan perbuatannya yang telah melampaui batas (kezaliman).
Ia pun lantas bersujud kepada Allah, sekaligus memohon ampun dan bertaubat atas kesalahannya. Dan Allas SWT mengampuni kesalahannya dan menerima taubat Daud.
Kisah ini selengkapnya dapat dilihat dalam Surah Shad [38]: 17-29. Kisah ini memberikan sejumlah ibrah (pelajaran) kepada kita. Pertama, keinginan hawa nafsu begitu besar. Walau sudah memiliki segala kekayaan, kemewahan, dan istri yang cantik, tetap saja muncul keinginan untuk memiliki yang lainnya.
Kedua, sebagai pemimpin harus bisa memberikan teladan kepada rakyatnya. Sebab, keteladanan dan keadilan seorang pemimpin, menjadi pintu naungan di Hari Kiamat (HR Bukhari-Muslim).
Ketiga, seorang pemimpin tak boleh memaksakan kehendak. Keempat, pemimpin harus menjunjung tinggi penegakan hukum dengan seadil-adilnya, kendati persoalan yang sama sedang menderanya. Wallahu a’lam.
Oleh: Syahruddin El-Fikri
sumber : www.republika.co.id