Kebenaran adalah kekuatan karena di dalamnya mengandung keyakinan dan kepercayaan yang sejalan dengan hati nurani. Kejujuran adalah kekuatan karena di dalamnya mengandung keyakinan dan kepercayaan yang sesuai dengan kata hati.
Sebaliknya kebatilan adalah kelemahan karena bertentangan dengan hati nurani. Kebohongan adalah kelemahan karena tidak sejalan dengan kata hati.
Semakin banyak sifat kebaikan yang terkumpul pada diri seseorang, maka semakin kuatlah posisi dan kedudukannya. Sebaliknya semakin banyak sifat keburukan yang menempel pada diri seseorang, maka semakin banyaklah titik-titik kelemahannya.
Namun kebenaran, kejujuran dan kebaikan walaupun kuat dengan sendirinya masih perlu ditopang dengan kekuatan sistemik karena tidak jarang perseteruan kejahatan pada waktu tertentu dapat mengalahkan kekuatan kebenaran dan kebaikan. Lihatlah perseteruan kaum kafir Quraish yang berhasil mengusir Rasulullah SAW dari kota kelahirannya Makkah.
Pada hakekatnya, saat semua gerak manusia dilandasi oleh kebenaran, kejujuran dan kebaikan, maka kala itu jasad dan ruhnya menikmati ketenangan, kenyamanan, ketentraman dan kedamaian. Hal tersebut karena jasad dan ruhnya berjalan pada rel fitrah kemanusiaan yang telah digariskan oleh Tuhan. Sebaliknya pada saat gerak manusia menyalahi semua prinsip kebaikan, maka pada saat yang sama jasad dan ruhnya berontak karena ia dipaksa menyalahi fitrah penciptaan.
Imam Mutawalli Al Sya'rawi menegaskan bahwa pada hakekatnya jasad dan ruh tunduk serta bertasbih kepada Allah SWT (Al Maddah wal ruh musakharani wa musabbihani bi amrillah fi al hayah al dunya). Setelah keduanya tergabung dan membentuk kehidupan, mulailah syahwat muncul dan mempengaruhi gaya hidup manusia. Saat keduanya terpisah dengan kematian, masing-masing kembali ke alamnya dan tunduk kepada Tuhannya. Keduanya bahkan akan menjadi saksi atas segala yang dilakukan oleh tuannya.
Maka orang-orang yang sabar memegangi kebenaran, kejujuran dan sifat kebaikan adalah orang-orang yang kuat karena jasad dan ruhnya berkesesuaian dengan fitrah kemanusiaan. Sebaliknya orang-orang yang dalam kebatilan, kebohongan, dan kejahatan berposisi lemah dengan sendirinya, kecuali mereka bersekutu dengan orang-orang sehabitatnya.
Selain kuat dengan sendirinya karena fitrah, kebenaran dan sifat kebaikan berasal dari Tuhan, sehingga penguatannya adalah penguatan transendental. Allah SWT berfirman: "Kebenaran itu dari Tuhanmu, maka janganlah sekali-kali engkau (Muhammad) termasuk orang-orang yang ragu." (QS. Al-Baqarah: 147). Tuhan adalah representasi dari semua sifat kebaikan. Bahkan saking baiknya Tuhan, maka rahmat-Nya melampaui semua bentuk siksaan dan ancaman. Oleh karena itu, kendati dalam beberapa ayat Alquran Tuhan terkadang menyampaikan ancaman akan pedihnya siksaan, namun ayat-ayat kasih dan sayang-Nya masih jauh lebih banyak melampaui ayat-ayat ancaman-Nya.
Lebih dari itu, Allah senantiasa berpihak pada kebenaran, kejujuran dan kebajikan karena pemihakan tersebut bukti kekonsistenan-Nya terhadap penciptaan dan bukti dari keadilan Tuhan. Allah SWT berfirman: "Dan katakanlah: "Kebanaran telah datang dan yang batil telah lenyap." Sungguh yang batil itu pasti lenyap." (QS. Al-Isra: 81).
Allah hanya memberi pertolongan kepada orang-orang yang memegang teguh kebenaran, kejujuran dan sifat-sifat kebaikan, kendati nikmat Allah di dunia tidak hanya terbatas bagi mereka. Maka berbahagialah orang-orang yang menegakkan kebenaran dan kebaikan, jauh dari sandiwara dan tipudaya dunia.
Wallahu A'lam
Penulis dosen pasca sarjana PTIQ Jakarta
, Oleh: Dr Muhammad Hariyadi, MA*
sumber : www.republika.co.id
Sebaliknya kebatilan adalah kelemahan karena bertentangan dengan hati nurani. Kebohongan adalah kelemahan karena tidak sejalan dengan kata hati.
Semakin banyak sifat kebaikan yang terkumpul pada diri seseorang, maka semakin kuatlah posisi dan kedudukannya. Sebaliknya semakin banyak sifat keburukan yang menempel pada diri seseorang, maka semakin banyaklah titik-titik kelemahannya.
Namun kebenaran, kejujuran dan kebaikan walaupun kuat dengan sendirinya masih perlu ditopang dengan kekuatan sistemik karena tidak jarang perseteruan kejahatan pada waktu tertentu dapat mengalahkan kekuatan kebenaran dan kebaikan. Lihatlah perseteruan kaum kafir Quraish yang berhasil mengusir Rasulullah SAW dari kota kelahirannya Makkah.
Pada hakekatnya, saat semua gerak manusia dilandasi oleh kebenaran, kejujuran dan kebaikan, maka kala itu jasad dan ruhnya menikmati ketenangan, kenyamanan, ketentraman dan kedamaian. Hal tersebut karena jasad dan ruhnya berjalan pada rel fitrah kemanusiaan yang telah digariskan oleh Tuhan. Sebaliknya pada saat gerak manusia menyalahi semua prinsip kebaikan, maka pada saat yang sama jasad dan ruhnya berontak karena ia dipaksa menyalahi fitrah penciptaan.
Imam Mutawalli Al Sya'rawi menegaskan bahwa pada hakekatnya jasad dan ruh tunduk serta bertasbih kepada Allah SWT (Al Maddah wal ruh musakharani wa musabbihani bi amrillah fi al hayah al dunya). Setelah keduanya tergabung dan membentuk kehidupan, mulailah syahwat muncul dan mempengaruhi gaya hidup manusia. Saat keduanya terpisah dengan kematian, masing-masing kembali ke alamnya dan tunduk kepada Tuhannya. Keduanya bahkan akan menjadi saksi atas segala yang dilakukan oleh tuannya.
Maka orang-orang yang sabar memegangi kebenaran, kejujuran dan sifat kebaikan adalah orang-orang yang kuat karena jasad dan ruhnya berkesesuaian dengan fitrah kemanusiaan. Sebaliknya orang-orang yang dalam kebatilan, kebohongan, dan kejahatan berposisi lemah dengan sendirinya, kecuali mereka bersekutu dengan orang-orang sehabitatnya.
Selain kuat dengan sendirinya karena fitrah, kebenaran dan sifat kebaikan berasal dari Tuhan, sehingga penguatannya adalah penguatan transendental. Allah SWT berfirman: "Kebenaran itu dari Tuhanmu, maka janganlah sekali-kali engkau (Muhammad) termasuk orang-orang yang ragu." (QS. Al-Baqarah: 147). Tuhan adalah representasi dari semua sifat kebaikan. Bahkan saking baiknya Tuhan, maka rahmat-Nya melampaui semua bentuk siksaan dan ancaman. Oleh karena itu, kendati dalam beberapa ayat Alquran Tuhan terkadang menyampaikan ancaman akan pedihnya siksaan, namun ayat-ayat kasih dan sayang-Nya masih jauh lebih banyak melampaui ayat-ayat ancaman-Nya.
Lebih dari itu, Allah senantiasa berpihak pada kebenaran, kejujuran dan kebajikan karena pemihakan tersebut bukti kekonsistenan-Nya terhadap penciptaan dan bukti dari keadilan Tuhan. Allah SWT berfirman: "Dan katakanlah: "Kebanaran telah datang dan yang batil telah lenyap." Sungguh yang batil itu pasti lenyap." (QS. Al-Isra: 81).
Allah hanya memberi pertolongan kepada orang-orang yang memegang teguh kebenaran, kejujuran dan sifat-sifat kebaikan, kendati nikmat Allah di dunia tidak hanya terbatas bagi mereka. Maka berbahagialah orang-orang yang menegakkan kebenaran dan kebaikan, jauh dari sandiwara dan tipudaya dunia.
Wallahu A'lam
Penulis dosen pasca sarjana PTIQ Jakarta
, Oleh: Dr Muhammad Hariyadi, MA*
sumber : www.republika.co.id