Namanya Abdullah, putra Qais ibn Zaid, paman Khadijah, istri Nabi SAW. Ibunya bernama Atiqah binti Abdullah. Karena Abdullah, putra yang buta sejak lahir, ibunya dijuluki Ummu Maktum. Abdullah lebih dikenal dengan nasab ibunya dibanding bapaknya. Jadi, namanya Abdullah ibn Ummi Maktum.
Siapa pun yang membaca asababun nuzul surah Abasa pasti kenal dengan Abdullah ibn Ummi Maktum. Empat belas ayat diturunkan kepada Rasulullah SAW dan dibaca terus sampai hari Kiamat datang.
“Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling. Karena, telah datang seorang buta kepadanya. Tahukah kamu barangkali dia ingin membersihkan dirinya (dari dosa). Atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya…”
Nabi ditegur langsung oleh Allah SWT karena mengabaikan Abdullah ibn Ummi Maktum yang datang memotong pembicaraan Rasulullah SAW dengan Utbah ibn Rabiah, Syaibah ibn Rabiah, Amr ibn Hisyam, Umayyah ibn Khalaf, dan Walid ibn Mughirah.
Nabi sangat berharap para pemuka Quraisy itu masuk Islam. Tetapi, pembicaraannya terpotong oleh kedatangan Ibn Ummi Maktum, yang karena tidak dapat melihat tidak mengetahui situasi Nabi.
Setelah peristiwa itu, Nabi sangat menghormati Ibn Ummi Maktum. Tatkala sudah di Madinah, Nabi menunjuk Ibn Ummi Maktum menjadi muazin berdua dengan Bilal ibn Rabbah.
Pada Ramadhan, Bilal mengumandangkan azan pertama membangunkan kaum Muslimin untuk makan sahur dan Ibn Ummi Maktum pada azan kedua memberitahukan bahwa fajar sudah menyingsing, tanda puasa hari itu sudah dimulai.
Abdullah ibn Ummi Maktum sangat gembira dan bahagia menjalankan tugas sebagai muazin. Namun, yang membuat dia sedih adalah setelah datang seruan untuk jihad fisabilillah, dia tidak dapat berangkat karena buta. Apalagi setelah Perang Badar, turun ayat yang memuji orang-orang yang pergi berperang.
Suatu hari dia berkata kepada Nabi, “Wahai Rasulullah, seandainya saya tidak buta tentu saya pergi berperang.” Sejak itu, dia selalu memohon kepada Allah agar menurunkan ayat mengenai orang-orang yang uzur seperti dirinya.
Allah mengabulkan doanya dengan menurunkan surah an-Nisa ayat 95, “Tidaklah sama antara mukmin yang duduk (yang tidak ikut berperang) yang tidak mempunyai uzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta mereka dan jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk satu derajat. Kepada masing-masing mereka Allah menjanjikan pahala yang baik (surga) dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk dengan pahala yang besar.”
Walaupun permohonannya sudah dikabulkan Allah dengan mengecualikan orang-orang yang uzur seperti dirinya, Abdullah ibn Ummi Maktum tetap tidak puas.
Dia tetap ingin pergi berperang. Keinginannya baru terkabul pada zaman Khalifah Umar ibn Khattab. Di bawah panglima Saad ibn Abi Waqqash, dia ikut dalam Perang Qadisiyah menaklukkan Persia.
Tugasnya hanya memegang bendera Islam dan berdiri di tengah-tengah pasukan. Dia pun gugur dalam perang tersebut. Itulah Abdullah ibn Ummi Maktum. Sekalipun buta tetapi mempunyai kemauan yang sangat keras.
, Oleh: Prof Yunahar Ilyas
sumber : www.republika.co.id
Siapa pun yang membaca asababun nuzul surah Abasa pasti kenal dengan Abdullah ibn Ummi Maktum. Empat belas ayat diturunkan kepada Rasulullah SAW dan dibaca terus sampai hari Kiamat datang.
“Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling. Karena, telah datang seorang buta kepadanya. Tahukah kamu barangkali dia ingin membersihkan dirinya (dari dosa). Atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya…”
Nabi ditegur langsung oleh Allah SWT karena mengabaikan Abdullah ibn Ummi Maktum yang datang memotong pembicaraan Rasulullah SAW dengan Utbah ibn Rabiah, Syaibah ibn Rabiah, Amr ibn Hisyam, Umayyah ibn Khalaf, dan Walid ibn Mughirah.
Nabi sangat berharap para pemuka Quraisy itu masuk Islam. Tetapi, pembicaraannya terpotong oleh kedatangan Ibn Ummi Maktum, yang karena tidak dapat melihat tidak mengetahui situasi Nabi.
Setelah peristiwa itu, Nabi sangat menghormati Ibn Ummi Maktum. Tatkala sudah di Madinah, Nabi menunjuk Ibn Ummi Maktum menjadi muazin berdua dengan Bilal ibn Rabbah.
Pada Ramadhan, Bilal mengumandangkan azan pertama membangunkan kaum Muslimin untuk makan sahur dan Ibn Ummi Maktum pada azan kedua memberitahukan bahwa fajar sudah menyingsing, tanda puasa hari itu sudah dimulai.
Abdullah ibn Ummi Maktum sangat gembira dan bahagia menjalankan tugas sebagai muazin. Namun, yang membuat dia sedih adalah setelah datang seruan untuk jihad fisabilillah, dia tidak dapat berangkat karena buta. Apalagi setelah Perang Badar, turun ayat yang memuji orang-orang yang pergi berperang.
Suatu hari dia berkata kepada Nabi, “Wahai Rasulullah, seandainya saya tidak buta tentu saya pergi berperang.” Sejak itu, dia selalu memohon kepada Allah agar menurunkan ayat mengenai orang-orang yang uzur seperti dirinya.
Allah mengabulkan doanya dengan menurunkan surah an-Nisa ayat 95, “Tidaklah sama antara mukmin yang duduk (yang tidak ikut berperang) yang tidak mempunyai uzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta mereka dan jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk satu derajat. Kepada masing-masing mereka Allah menjanjikan pahala yang baik (surga) dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk dengan pahala yang besar.”
Walaupun permohonannya sudah dikabulkan Allah dengan mengecualikan orang-orang yang uzur seperti dirinya, Abdullah ibn Ummi Maktum tetap tidak puas.
Dia tetap ingin pergi berperang. Keinginannya baru terkabul pada zaman Khalifah Umar ibn Khattab. Di bawah panglima Saad ibn Abi Waqqash, dia ikut dalam Perang Qadisiyah menaklukkan Persia.
Tugasnya hanya memegang bendera Islam dan berdiri di tengah-tengah pasukan. Dia pun gugur dalam perang tersebut. Itulah Abdullah ibn Ummi Maktum. Sekalipun buta tetapi mempunyai kemauan yang sangat keras.
, Oleh: Prof Yunahar Ilyas
sumber : www.republika.co.id