Pada 9 Dzulhijjah jamaah haji melaksanakan wukuf di Arafah. Sebagai rukun haji, wukuf merupakan kegiatan ibadah yang penting bahkan dapat disebut terpenting. Sah tidaknya berhaji ditentukan oleh berwukuf tidaknya ia di Arafah. Mereka yang sakitpun selama masih ada nafasnya dibawa ke tempat ini. Ia wukuf sebentar lalu kembali ke rumah sakit yang merawatnya.
Di Arafah ini turun ayat terakhir Alquran “Pada hari ini telah Aku sempurnakan Agama untuk kalian dan telah Aku cukupkan ni’mat-Ku kepada kalian, dan telah Aku ridloi Islam sebagai Agama kalian” (QS Al Ma’idah 3). Kegiatan yang menyertai shalat, dzikir dan do’a adalah khutbah.
Rasulullah SAW berkhutbah sebelum shalat Dzuhur dan Ashar jama qashar taqdim. Khutbah inilah yang dikenal dengan khutbah wada (khutbah terakhir) karena disampaikan saat beliau berhaji terakhir (hijjatul wada’). Sabda Nabi “Ambilah dariku cara kalian bermanasik haji, mungkin sehabis tahun ini aku tidak akan menunaikan ibadah haji lagi” (HR Muslim).
Beliau berkhutbah dengan penuh kesungguhan dan mohon perhatian yang sangat dari jama’ah. Pentingnya isi khutbah, sampai sampai di akhir khutbah Beliau mengangkat telunjuknya ke langit dan menunjuk orang banyak “Allahummasyhad... Allahummasyhad...Allahummasyhad..!” (Ya Allah saksikanlah, Ya Allah saksikanlah, Ya Allah saksikanlah !).
Adapun amanat penting itu ada empat hal, yaitu:
Pertama, “Inna dimaa-a-kum wa amwaalakum haroomun ‘alaikum” (Sesungguhnya darahmu dan hartamu haram atasmu sekalian). Ini adalah amanah untuk menjaga persaudaraan. Dilarang sesama mu’min untuk saling menumpahkan darah, menyakiti, dan mengambil hartanya dengan cara yang zalim. Sebaliknya satu dengan yang lain dituntut untuk saling menjaga kehormatan dan kewibawaannya. Mu’min adalah cermin dari saudaranya.
Kedua, “Wa ribaal jaahiliyyati maudhu’un” (dan riba jahiliyah itu terlarang). Riba adalah perbuatan dosa dan memakannya sama dengan memakan duri di neraka. Ini menyangkut pergaulan ekonomi yang mesti dilakukan secara halal. Tidak mengandung unsur riba, judi (maisir) dan penipuan (gharar).Meminjamkan uang bukan dengan motif ingin pengembalian yang lebih banyak, melainkan dengan semangat menolong orang yang mengalami kesulitan. Melapangkannya akan berakibat kelapangan di akherat.
Ketiga, “Fattaquullaha fien nisaa-i fainnakum akhodztumuhunna biamaanillah” (Jaga dan bertakwalah kepada Allah dalam hal perempuan, sesungguhnya engkau mengambilnya dengan amanah Allah). Begitu mulia Nabi mengamanatkan persoalan istri. Menjaga badan dan hatinya karena Allah. Sikap suami kepada istri menjadi indikator kemuliaan dan kehinaan dirinya sebagaimana Sabda Nabi “Tidaklah memuliakan istrinya selain orang mulia, tidaklah menghinakannya selain dia orang yang hina”.
Keempat, “Wa qad taraktu fiikum maa lan tadhilluu ba’dahu in i’tashomtum bihi kitaaballahi” (Dan sesungguhnya aku tinggalkan kepadamu yang jika berpegang padanya tak akan sesat selama-lamanya, Kitabullah). Alquran adalah warisan Allah ‘tsuma awrotsnal kitaab’ yang menjadi bukukeselamatan hidup di dunia dan akherat. Sekeras dan segila apapun zaman yang ada, jika Al Qur’an tetap dibaca dan dijadikan pedoman, maka Allah pasti akan melindungi dan menyelamatkannya. Namun sebaliknya, melepaskan atau menjauhi Alqur’n maka sudah dapat dipastikan Allah akan melepaskan pula dirinya dan Ia pun akan menjadi sasaranpenyesatan dari orang-orang rusak yang ada di zaman itu.
Begitulah esensi khutbah Nabi. Amanat Arafah beliau SAW bukan hanya terdengar oleh mereka yang berhaji, tetapi gaungnya terdengar jauh ke ruang yang lebih luas. Dulu, kini, dan yang akan datang.
Pada tahun 11 Hijriyah bulan Shafar Rosulullah SAW sakit keras, semakin lama semakin lemah. Sinyal wada’ (perpisahan) saat haji mulai terasa. Demamnya semakin tinggi “demam yang kurasakan sama dengan demam yang dirasakan oleh dua orang diantara kalian”.
Nabi berada dipangkuan Siti Aisyah. “Aku merasakan beliau semakin berat dipangkuanku, kuperhatikan wajahnya ternyata penglihatannya memudar, lalu memejamkan mata seraya berucap: Ar Rofiqul A’laa minal Jannah ! (Ar Rofiqul A’laa dari Surga !)”. Saat itu wafatlah Rasulullah SAW.
Oleh HM Rizal Fadillah
sumber : www.republika.co.id
Di Arafah ini turun ayat terakhir Alquran “Pada hari ini telah Aku sempurnakan Agama untuk kalian dan telah Aku cukupkan ni’mat-Ku kepada kalian, dan telah Aku ridloi Islam sebagai Agama kalian” (QS Al Ma’idah 3). Kegiatan yang menyertai shalat, dzikir dan do’a adalah khutbah.
Rasulullah SAW berkhutbah sebelum shalat Dzuhur dan Ashar jama qashar taqdim. Khutbah inilah yang dikenal dengan khutbah wada (khutbah terakhir) karena disampaikan saat beliau berhaji terakhir (hijjatul wada’). Sabda Nabi “Ambilah dariku cara kalian bermanasik haji, mungkin sehabis tahun ini aku tidak akan menunaikan ibadah haji lagi” (HR Muslim).
Beliau berkhutbah dengan penuh kesungguhan dan mohon perhatian yang sangat dari jama’ah. Pentingnya isi khutbah, sampai sampai di akhir khutbah Beliau mengangkat telunjuknya ke langit dan menunjuk orang banyak “Allahummasyhad... Allahummasyhad...Allahummasyhad..!” (Ya Allah saksikanlah, Ya Allah saksikanlah, Ya Allah saksikanlah !).
Adapun amanat penting itu ada empat hal, yaitu:
Pertama, “Inna dimaa-a-kum wa amwaalakum haroomun ‘alaikum” (Sesungguhnya darahmu dan hartamu haram atasmu sekalian). Ini adalah amanah untuk menjaga persaudaraan. Dilarang sesama mu’min untuk saling menumpahkan darah, menyakiti, dan mengambil hartanya dengan cara yang zalim. Sebaliknya satu dengan yang lain dituntut untuk saling menjaga kehormatan dan kewibawaannya. Mu’min adalah cermin dari saudaranya.
Kedua, “Wa ribaal jaahiliyyati maudhu’un” (dan riba jahiliyah itu terlarang). Riba adalah perbuatan dosa dan memakannya sama dengan memakan duri di neraka. Ini menyangkut pergaulan ekonomi yang mesti dilakukan secara halal. Tidak mengandung unsur riba, judi (maisir) dan penipuan (gharar).Meminjamkan uang bukan dengan motif ingin pengembalian yang lebih banyak, melainkan dengan semangat menolong orang yang mengalami kesulitan. Melapangkannya akan berakibat kelapangan di akherat.
Ketiga, “Fattaquullaha fien nisaa-i fainnakum akhodztumuhunna biamaanillah” (Jaga dan bertakwalah kepada Allah dalam hal perempuan, sesungguhnya engkau mengambilnya dengan amanah Allah). Begitu mulia Nabi mengamanatkan persoalan istri. Menjaga badan dan hatinya karena Allah. Sikap suami kepada istri menjadi indikator kemuliaan dan kehinaan dirinya sebagaimana Sabda Nabi “Tidaklah memuliakan istrinya selain orang mulia, tidaklah menghinakannya selain dia orang yang hina”.
Keempat, “Wa qad taraktu fiikum maa lan tadhilluu ba’dahu in i’tashomtum bihi kitaaballahi” (Dan sesungguhnya aku tinggalkan kepadamu yang jika berpegang padanya tak akan sesat selama-lamanya, Kitabullah). Alquran adalah warisan Allah ‘tsuma awrotsnal kitaab’ yang menjadi bukukeselamatan hidup di dunia dan akherat. Sekeras dan segila apapun zaman yang ada, jika Al Qur’an tetap dibaca dan dijadikan pedoman, maka Allah pasti akan melindungi dan menyelamatkannya. Namun sebaliknya, melepaskan atau menjauhi Alqur’n maka sudah dapat dipastikan Allah akan melepaskan pula dirinya dan Ia pun akan menjadi sasaranpenyesatan dari orang-orang rusak yang ada di zaman itu.
Begitulah esensi khutbah Nabi. Amanat Arafah beliau SAW bukan hanya terdengar oleh mereka yang berhaji, tetapi gaungnya terdengar jauh ke ruang yang lebih luas. Dulu, kini, dan yang akan datang.
Pada tahun 11 Hijriyah bulan Shafar Rosulullah SAW sakit keras, semakin lama semakin lemah. Sinyal wada’ (perpisahan) saat haji mulai terasa. Demamnya semakin tinggi “demam yang kurasakan sama dengan demam yang dirasakan oleh dua orang diantara kalian”.
Nabi berada dipangkuan Siti Aisyah. “Aku merasakan beliau semakin berat dipangkuanku, kuperhatikan wajahnya ternyata penglihatannya memudar, lalu memejamkan mata seraya berucap: Ar Rofiqul A’laa minal Jannah ! (Ar Rofiqul A’laa dari Surga !)”. Saat itu wafatlah Rasulullah SAW.
Oleh HM Rizal Fadillah
sumber : www.republika.co.id