Sumu tasihhu, berpuasalah maka kamu akan sehat. Demikian pesan yang pernah disampaikan Rasulullah SAW untuk umatnya.
Pesan agar ‘sehat’ ini tentu bersifat makro, tak terbatas hanya pada kesehatan badan (jasmani) saja, tapi juga kesehatan secara ruhani. Sehat secara ruhani berarti sehat secara mental dan spiritual baik saat menuju Ramadhan, pada bulan Ramadhan, terlebih setelah selesai Ramadhan.
Pada momen menuju bulan Ramadhan seperti sekarang ini, selain kita dianjurkan untuk menjaga jasmani agar fit saat berpuasa, ruhani menuntun kita untuk berbahagia atas kehadiran bulan Ramadhan.
Selain itu, di saat bulan Ramadhan pula ruhani kita dilatih untuk terbiasa melakukan aktivitas ramadhan seperti tadarus Alquran, qiyamullail, shalat Tarawih, hingga latihan kedermawanan.
Kita semua tentu tahu bahwa hamba yang paling dermawan ialah Rasulullah SAW. Betapa beliau senantiasa membiasakan berbagi tak hanya saat bulan Ramadhan, namun juga di luar bulan Ramadhan.
Pada saat bulan Ramadhan, kedermawanan beliau bertambah karena beliau menyadari betul arti berbagi. Berbagi sejati yang dicontohkan beliau ialah ringan memberi dalam kondisi apa pun, lapang maupun sempit. Berbagi yang menurut pandangan beliau adalah memberi solusi terhadap kesulitan orang lain.
Ada satu hadits yang diriwayat oleh Abu Hurairah RA, ia berkata, “Seorang lelaki datang menemui Nabi SAW dan berkata, ‘Celaka saya, wahai Rasulullah.’ Beliau bertanya, ‘Apa yang membuat engkau celaka?’ Lelaki itu menjawab, ‘Saya telah bersetubuh dengan istri saya di siang hari bulan Ramadan.’
Beliau bertanya, ‘Apakah engkau mempunyai sesuatu untuk memerdekakan seorang budak?’ Ia menjawab, ‘Tidak punya.’ Beliau bertanya, ‘Mampukah engkau berpuasa selama dua bulan berturut-turut?’ Ia menjawab, ‘Tidak mampu.’
Beliau bertanya lagi, ‘Apakah engkau mempunyai sesuatu untuk memberi makan enam puluh orang miskin?’ Ia menjawab, ‘Tidak punya.’ Kemudian ia duduk menunggu sebentar. Lalu Rasulullah SAW memberikan sekeranjang kurma kepadanya sambil bersabda, ‘Sedekahkanlah ini.’
Lelaki tadi bertanya, ‘Tentunya aku harus menyedekahkannya kepada orang yang paling miskin di antara kita, sedangkan di daerah ini, tidak ada keluarga yang paling memerlukannya selain dari kami.’ Maka Rasulullah SAW pun tertawa sampai kelihatan salah satu bagian giginya. Kemudian beliau bersabda, ‘Pulanglah dan berikan makan keluargamu.” (HR Muslim).
Sebenarnya, Rasulullah bisa saja bertindak tegas agar si lelaki tersebut mau berusaha mencari pekerjaan agar bisa melunasi hutangnya pada Allah karena khilaf melakukan hal yang dilarang pada siang hari di bulan Ramadhan. Tapi, sikap Rasul justru sebaliknya, beliau mau mendengarkan, memberi jalan keluar, hingga beliau memberikan juga mengikhlaskan kurma—sesuatu yang amat beliau suka dan gemar dikonsumsi selama hidupnya.
“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS al-Baqarah: 261).
Ayat di atas ialah satu dari sekian banyak ayat Alquran yang berbicara perihal ganjaran sedekah dan benar-benar dipraktikkan langsung oleh Rasulullah. Namun, sebagai manusia biasa, memberi sesuatu yang teramat kita sukai memang gampang-gampang susah. Tentu saja, dengan terus menerus melatih diri untuk mudah berbagi, kendati sedikit, tentu hal itu sangat mudah.
Sepatutnya, bulan Ramadhan ialah bulan perubahan. Perubahan diri harus bersifat dinamis dan dimulai sejak dini. Melatih mental dermawan berarti menyiapkan hati untuk menjadi hamba Allah yang senantiasa diliputi keikhlasan, sehingga, puasa Ramadhan kita yang hanya tinggal beberapa hari ini tidak hanya menyehatkan badan, tapi juga menuai banyak keberkahan. Amin. Wallahu a’lam.
Oleh: Ina Salma F
sumber : www.republika.co.id
Pesan agar ‘sehat’ ini tentu bersifat makro, tak terbatas hanya pada kesehatan badan (jasmani) saja, tapi juga kesehatan secara ruhani. Sehat secara ruhani berarti sehat secara mental dan spiritual baik saat menuju Ramadhan, pada bulan Ramadhan, terlebih setelah selesai Ramadhan.
Pada momen menuju bulan Ramadhan seperti sekarang ini, selain kita dianjurkan untuk menjaga jasmani agar fit saat berpuasa, ruhani menuntun kita untuk berbahagia atas kehadiran bulan Ramadhan.
Selain itu, di saat bulan Ramadhan pula ruhani kita dilatih untuk terbiasa melakukan aktivitas ramadhan seperti tadarus Alquran, qiyamullail, shalat Tarawih, hingga latihan kedermawanan.
Kita semua tentu tahu bahwa hamba yang paling dermawan ialah Rasulullah SAW. Betapa beliau senantiasa membiasakan berbagi tak hanya saat bulan Ramadhan, namun juga di luar bulan Ramadhan.
Pada saat bulan Ramadhan, kedermawanan beliau bertambah karena beliau menyadari betul arti berbagi. Berbagi sejati yang dicontohkan beliau ialah ringan memberi dalam kondisi apa pun, lapang maupun sempit. Berbagi yang menurut pandangan beliau adalah memberi solusi terhadap kesulitan orang lain.
Ada satu hadits yang diriwayat oleh Abu Hurairah RA, ia berkata, “Seorang lelaki datang menemui Nabi SAW dan berkata, ‘Celaka saya, wahai Rasulullah.’ Beliau bertanya, ‘Apa yang membuat engkau celaka?’ Lelaki itu menjawab, ‘Saya telah bersetubuh dengan istri saya di siang hari bulan Ramadan.’
Beliau bertanya, ‘Apakah engkau mempunyai sesuatu untuk memerdekakan seorang budak?’ Ia menjawab, ‘Tidak punya.’ Beliau bertanya, ‘Mampukah engkau berpuasa selama dua bulan berturut-turut?’ Ia menjawab, ‘Tidak mampu.’
Beliau bertanya lagi, ‘Apakah engkau mempunyai sesuatu untuk memberi makan enam puluh orang miskin?’ Ia menjawab, ‘Tidak punya.’ Kemudian ia duduk menunggu sebentar. Lalu Rasulullah SAW memberikan sekeranjang kurma kepadanya sambil bersabda, ‘Sedekahkanlah ini.’
Lelaki tadi bertanya, ‘Tentunya aku harus menyedekahkannya kepada orang yang paling miskin di antara kita, sedangkan di daerah ini, tidak ada keluarga yang paling memerlukannya selain dari kami.’ Maka Rasulullah SAW pun tertawa sampai kelihatan salah satu bagian giginya. Kemudian beliau bersabda, ‘Pulanglah dan berikan makan keluargamu.” (HR Muslim).
Sebenarnya, Rasulullah bisa saja bertindak tegas agar si lelaki tersebut mau berusaha mencari pekerjaan agar bisa melunasi hutangnya pada Allah karena khilaf melakukan hal yang dilarang pada siang hari di bulan Ramadhan. Tapi, sikap Rasul justru sebaliknya, beliau mau mendengarkan, memberi jalan keluar, hingga beliau memberikan juga mengikhlaskan kurma—sesuatu yang amat beliau suka dan gemar dikonsumsi selama hidupnya.
“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS al-Baqarah: 261).
Ayat di atas ialah satu dari sekian banyak ayat Alquran yang berbicara perihal ganjaran sedekah dan benar-benar dipraktikkan langsung oleh Rasulullah. Namun, sebagai manusia biasa, memberi sesuatu yang teramat kita sukai memang gampang-gampang susah. Tentu saja, dengan terus menerus melatih diri untuk mudah berbagi, kendati sedikit, tentu hal itu sangat mudah.
Sepatutnya, bulan Ramadhan ialah bulan perubahan. Perubahan diri harus bersifat dinamis dan dimulai sejak dini. Melatih mental dermawan berarti menyiapkan hati untuk menjadi hamba Allah yang senantiasa diliputi keikhlasan, sehingga, puasa Ramadhan kita yang hanya tinggal beberapa hari ini tidak hanya menyehatkan badan, tapi juga menuai banyak keberkahan. Amin. Wallahu a’lam.
Oleh: Ina Salma F
sumber : www.republika.co.id