Pada suatu ketika, Kaisar Romawi mengirim utusan kepada Khalifah Umar bin Khaththab ra. Dia berniat melihat dari dekat kondisinya dan aktivitas amirul mukminin. Ketika utusan Romawi tersebut telah tiba di Madinah, ia bertanya tentang Umar bin Khaththab RA kepada penduduk Madinah. “Mana raja kalian?”
Penduduk Madinah menjawab, “Kami tidak mempunyai raja. Kami hanya mempunyai pemimpin yang telah pergi keluar Madinah.” Utusan Kaisar Romawi tersebut segera keluar dari Madinah untuk mencari Umar bin Khaththab ra dan menemukannya tidur di atas tanah dengan berbantalkan tongkat kecilnya yang ia biasa bawa untuk mengubah kemungkaran.
Ketika utusan Kaisar Romawi melihat Umar dalam keadaan seperti itu, ia merasakan ke tenangan di hatinya dan berkata, “Orang yang ditakuti oleh semua raja karena kewibawaannya kok keadaannya seperti ini? Na mun, hai Umar, engkau berbuat adil, dan engkau pun bisa tidur. Sedangkan, raja kami zalim, maka tidak heran kalau ia tidak bisa tidur dan selalu diliputi ketakutan.”
Kisah yang terdapat di dalam kitab Minhajul Muslim karya Abu Bakr Jabir Al-Jazairi ini memberikan pelajaran berharga mengenai buah dari ha sil memutuskan hukum dengan adil. Salah satunya adalah tersebarnya ketenangan di dalam hati.
Ketenangan di dalam hati seseorang yang memutuskan hukum dengan adil karena dia tidak memutuskan suatu hukum dengan hawa nafsunya dan tidak menzalimi hak-hak pemiliknya. Dia memberikan keputusan hukum kepada manusia dengan memberikan hak kepada pemiliknya.
Sikap inilah yang menjadikan sang pemimpin mendapatkan cinta Allah, keridhaan-Nya, kemulian-Nya, dan nikmat-Nya. Salah satu bentuk ke cin taan Allah, keridhaan, kemuliaan, dan nikmat- Nya itu adalah dengan memberikan ketenangan di dalam diri orang yang berbuat adil dalam memutuskan hukum.
Allah SWT memerintahkan kepada kita untuk bersikap adil dalam hukum. Perintah Allah SWT ini termaktub di dalam Alquran surah an-Nisa (4) ayat 58, “Sesungguhnya, Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya, Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya, Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” Wallahu a’lam.
Oleh: Moch Hisyam
sumber : www.republika.co.id
Penduduk Madinah menjawab, “Kami tidak mempunyai raja. Kami hanya mempunyai pemimpin yang telah pergi keluar Madinah.” Utusan Kaisar Romawi tersebut segera keluar dari Madinah untuk mencari Umar bin Khaththab ra dan menemukannya tidur di atas tanah dengan berbantalkan tongkat kecilnya yang ia biasa bawa untuk mengubah kemungkaran.
Ketika utusan Kaisar Romawi melihat Umar dalam keadaan seperti itu, ia merasakan ke tenangan di hatinya dan berkata, “Orang yang ditakuti oleh semua raja karena kewibawaannya kok keadaannya seperti ini? Na mun, hai Umar, engkau berbuat adil, dan engkau pun bisa tidur. Sedangkan, raja kami zalim, maka tidak heran kalau ia tidak bisa tidur dan selalu diliputi ketakutan.”
Kisah yang terdapat di dalam kitab Minhajul Muslim karya Abu Bakr Jabir Al-Jazairi ini memberikan pelajaran berharga mengenai buah dari ha sil memutuskan hukum dengan adil. Salah satunya adalah tersebarnya ketenangan di dalam hati.
Ketenangan di dalam hati seseorang yang memutuskan hukum dengan adil karena dia tidak memutuskan suatu hukum dengan hawa nafsunya dan tidak menzalimi hak-hak pemiliknya. Dia memberikan keputusan hukum kepada manusia dengan memberikan hak kepada pemiliknya.
Sikap inilah yang menjadikan sang pemimpin mendapatkan cinta Allah, keridhaan-Nya, kemulian-Nya, dan nikmat-Nya. Salah satu bentuk ke cin taan Allah, keridhaan, kemuliaan, dan nikmat- Nya itu adalah dengan memberikan ketenangan di dalam diri orang yang berbuat adil dalam memutuskan hukum.
Allah SWT memerintahkan kepada kita untuk bersikap adil dalam hukum. Perintah Allah SWT ini termaktub di dalam Alquran surah an-Nisa (4) ayat 58, “Sesungguhnya, Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya, Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya, Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” Wallahu a’lam.
Oleh: Moch Hisyam
sumber : www.republika.co.id