-

Saturday, September 21, 2013

Krisis Lingkungan

''Telah tampak kerusakan (lingkungan) di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, sehingga Allah menumpahkan kepada mereka sebagian dari akibat yang mereka lakukan, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).'' (Q. S. 21: 41).

Krisis lingkungan yang kini sedang melanda dunia, seperti kebakaran hutan, kebanjiran, gunung meletus, dan lain sebagainya, bukanlah semata persoalan teknis atau ekonomis, tetapi lebih merupakan refleksi krisis spiritual yang paling dalam dari perjalanan hidup umat manusia. Ini, antara lain disebabkan terjadinya dominasi humanisme atas naturalisme pada beberapa dekade terakhir ini. Dominasi humanisme itu lalu berakibat pada kemutlakan hukum dan hak-hak manusia secara absolut bagi manusia, sehingga alam dan lingkungan diperkosa atas nama hak-hak asasi manusia.

Karena itu, bila kita ingin menjaga kelestarian alam dan lingkungan hidup, manusia -- dan itu berarti kita -- harus dikembalikan kepada fungsi dan fitrahnya semula. Yakni, bahwa menjadi manusia berarti menyadari tanggung jawab yang melekat dalam statusnya sebagai ''khalifah Allah'' di muka bumi.

Alquran menjelaskan (Q. S. 22: 64), ''Kepunyaan Allah-lah segala apa yang di langit dan segala yang dibumi....'' ''Kepunyaan'' di sini menunjukkan bahwa manusia diizinkan untuk mendominasi (memanfaatkan) segala apa yang ada di bumi, sejauh hal itu sesuai dengan hukum-hukum Tuhan SWT; dan itu diperbolehkan karena ia adalah ''khalifah Allah'' di muka bumi. Namun, bila kemudian alam dan lingkungan diperlakukan oleh manusia tidak sesuai dengan pesan dan izin Allah, maka yang akan menerima akibatnya adalah manusia itu sendiri.

Alquran telah melukiskan bahwa alam sebagai makhluk yang pada intinya merupakan tanda-tanda yang menyelubungi dan sekaligus menyingkapkan keberadaan Tuhan. Pergantian malam dan siang, tanaman yang tumbuh menghijau, air yang mengalir di sungai, dan kicau burung, sesungguhnya merupakan puisi indah yang menunjukkan kualitas Ilahiyah. Dan pada saat yang sama, alam juga menyingkapkan kualitas-kualitas itu bagi mereka yang mata hatinya belum dibutakan oleh ego yang sombong dan kecenderungan-kecenderungan spiritual jiwa yang penuh nafsu.

Itulah sebabnya, mengapa tidak ada yang lebih berbahaya bagi lingkungan alam dibandingkan dengan perbuatan manusia yang tidak lagi menerima kenyataan dirinya sebagai hamba Tuhan yang tunduk kepada perintah dan hukum-hukum-Nya. Makhluk seperti itu sangat potensial memiliki sifat destruktif. Padahal sebagai makhluk dan sekaligus ''khalifah Allah'', manusia seharusnya mampu menjaga hubungan yang harmonis dengan lingkungan alam sekitarnya. - ahi

sumber : www.republika.co.id

Artikel yang Berkaitan

0 komentar:

-

Post a Comment