Ka’bah adalah kiblat umat. Setiap muslim yang sehat selalu rindu ingin dapat mengunjungi rumah Allah, baik melalui haji maupun umrah. Kemuliannya dijamin oleh Allah SWT.
Kitapun mendoakan Ka’bah dan orang yang mengunjunginya “Ya Allah, tambahkanlah kepada rumah-Mu ini kehormatan, keagungan, kemuliaan dan kewibawaan. Dan tambahkanlah pada orang yang menghormati dan memuliakannya dari siapa saja yang berhaji atau umroh dengan kehormatan, keagungan, kemuliaan dan kebaikan” (HR Syafi’ie secara marfu,).
Ka’bah atau Baitullah memiliki kekuatan magnetik yang luar biasa. D isekitarnya orang shalat mendekat. Thawaf berputar. Berdoa bermunajat ditempat ijabah. Segala agenda yang sulit direalisasikan dimintakan solusinya dengan khusyu di tempat ini. Manusia mengawali ibadah untuk kembali ke fitrah mulianya dimulai dari bangunan tertua ini.
“Inna awwala baitin wudhi’a linnasi lalladzi bibakkah” (Sesungguhnya rumah ibadah pertama yang dibangun untuk manusia adalah yang di Mekkah—yakni Ka’bah)—QS Ali Imran 96.
Allah memanggil hamba-Nya untuk datang. Hamba merespons panggilan dengan jawaban bersemangat “labaika allahumma labaik !” Segala potensi digali, segala enerji dikeluarkan, apa yang ada dikorbankan untuk dapat memenuhi panggilan-Nya. Ka’bah memang pantas untuk dirindukan.
Ketika saya berkunjung ke rumah keluarga teman yang mengalami sakit stroke, ia yang dalam keadaan lemah dan sulit bicara menyampaikan keinginannya yang belum tercapai dan khawatir tak akan bisa tercapai karena kondisi keuangan dan sakitnya, yaitu menunaikan ibadah haji.
Kerinduannya luar biasa. Apabila di televisi ada tayangan masjidil haram dengan Ka’bahnya, ia selalu memaksakan diri untuk mendekat dan memeluk TV itu. Sambil berlinang air mata Ia bayangkan sedang memeluk Ka’bah. Keluarganya selalu ikut terharu.
Saya sedikit bertaushiyah bahwa Allah tidak memaksakan ibadah kepada hamba-Nya selain dan sekedar kemampuannya. Masih banyak amal-amal lain yang dapat dikerjakan dalam keadaan apapun, termasuk ketika kita sakit. Bisa dengan bershodaqah, berzikir, berdo’a, bahkan dengan bersabarpun kita akan dapat menuai pahala besar. Tidak mudah berangkat ke Baitullah dengan kondisi yang seperti ini. Ia mencoba untuk memahami, namun ia tetap menangis merindukan rumah-Nya itu.
Waktu berlalu, ketika saya membimbing jamaah haji tiga tahun kemudian, betapa kaget tanpa diduga-duga saya berjumpa dengan teman yang bernama pak Yakub Murod ini. Ia duduk di kursi roda tengah didorong melaksanakan ibadah Sa’i.
Di bukit Shafa sebentar kami saling menyapa dan berpelukan. Subhanallah, kekuasaan Allah luar biasa. Air mata yang tertumpah saat memeluk Ka’bah yang ada dalam TV tidak sia-sia. Ia bisa menumpahkan dengan sepuasnya sekarang di depan Ka’bah yang sebenarnya. Ia telah berhasil nemeluk Ka’bah.
Kini pak Haji Yakub sudah tiada, ia telah berpulang ke Rahmatullah. Pak Haji Yakub bukan saja telah berhasil memeluk Ka’bah, namun semoga ia pun kini berhasil dipeluk dengan hangat oleh Pemilik Ka’bah. Allah SWT. Aamiin. , Oleh HM Rizal Fadillah
sumber : www.republika.co.id
Kitapun mendoakan Ka’bah dan orang yang mengunjunginya “Ya Allah, tambahkanlah kepada rumah-Mu ini kehormatan, keagungan, kemuliaan dan kewibawaan. Dan tambahkanlah pada orang yang menghormati dan memuliakannya dari siapa saja yang berhaji atau umroh dengan kehormatan, keagungan, kemuliaan dan kebaikan” (HR Syafi’ie secara marfu,).
Ka’bah atau Baitullah memiliki kekuatan magnetik yang luar biasa. D isekitarnya orang shalat mendekat. Thawaf berputar. Berdoa bermunajat ditempat ijabah. Segala agenda yang sulit direalisasikan dimintakan solusinya dengan khusyu di tempat ini. Manusia mengawali ibadah untuk kembali ke fitrah mulianya dimulai dari bangunan tertua ini.
“Inna awwala baitin wudhi’a linnasi lalladzi bibakkah” (Sesungguhnya rumah ibadah pertama yang dibangun untuk manusia adalah yang di Mekkah—yakni Ka’bah)—QS Ali Imran 96.
Allah memanggil hamba-Nya untuk datang. Hamba merespons panggilan dengan jawaban bersemangat “labaika allahumma labaik !” Segala potensi digali, segala enerji dikeluarkan, apa yang ada dikorbankan untuk dapat memenuhi panggilan-Nya. Ka’bah memang pantas untuk dirindukan.
Ketika saya berkunjung ke rumah keluarga teman yang mengalami sakit stroke, ia yang dalam keadaan lemah dan sulit bicara menyampaikan keinginannya yang belum tercapai dan khawatir tak akan bisa tercapai karena kondisi keuangan dan sakitnya, yaitu menunaikan ibadah haji.
Kerinduannya luar biasa. Apabila di televisi ada tayangan masjidil haram dengan Ka’bahnya, ia selalu memaksakan diri untuk mendekat dan memeluk TV itu. Sambil berlinang air mata Ia bayangkan sedang memeluk Ka’bah. Keluarganya selalu ikut terharu.
Saya sedikit bertaushiyah bahwa Allah tidak memaksakan ibadah kepada hamba-Nya selain dan sekedar kemampuannya. Masih banyak amal-amal lain yang dapat dikerjakan dalam keadaan apapun, termasuk ketika kita sakit. Bisa dengan bershodaqah, berzikir, berdo’a, bahkan dengan bersabarpun kita akan dapat menuai pahala besar. Tidak mudah berangkat ke Baitullah dengan kondisi yang seperti ini. Ia mencoba untuk memahami, namun ia tetap menangis merindukan rumah-Nya itu.
Waktu berlalu, ketika saya membimbing jamaah haji tiga tahun kemudian, betapa kaget tanpa diduga-duga saya berjumpa dengan teman yang bernama pak Yakub Murod ini. Ia duduk di kursi roda tengah didorong melaksanakan ibadah Sa’i.
Di bukit Shafa sebentar kami saling menyapa dan berpelukan. Subhanallah, kekuasaan Allah luar biasa. Air mata yang tertumpah saat memeluk Ka’bah yang ada dalam TV tidak sia-sia. Ia bisa menumpahkan dengan sepuasnya sekarang di depan Ka’bah yang sebenarnya. Ia telah berhasil nemeluk Ka’bah.
Kini pak Haji Yakub sudah tiada, ia telah berpulang ke Rahmatullah. Pak Haji Yakub bukan saja telah berhasil memeluk Ka’bah, namun semoga ia pun kini berhasil dipeluk dengan hangat oleh Pemilik Ka’bah. Allah SWT. Aamiin. , Oleh HM Rizal Fadillah
sumber : www.republika.co.id