SEPERTI yang kita ketahui, untuk mendapatkan kendaraan bermotor baru khususnya untuk sepeda motor sangatlah mudah. Dengan DP (down payment) atau uang muka yang sangatlah rendah sekitar Rp 500.000 saja kita sudah bisa membawa pulang sebuah sepeda motor baru dari dealer. Selain uang muka yang rendah syarat lain pun tidak ribet dan mudah dipenuhi seperti fotokopi KTP, KK, slip gaji, dan rekening listrik. Karena mudahnya persyaratan dan rendahnya uang muka menyebabkan tingginya permintaan kredit kendaraan bermotor (KKB), banyak orang berpenghasilan rendah dapat membeli motor baru. Sangat menyenangkan bagi konsumen tampaknya, tetapi apakah kalian tau sebenarnya hal tersebut penuh resiko? Salah satunya adalah kredit macet. Ya, banyak kasus gagal bayar kredit dimana para debitur (yang melakukan kredit) tidak bisa membayar angsuran dan akhirnya terjadi penarikan sepeda motor.
Sayangnya masa-masa menyenangkan bagi para pengkredit kendaraan bermotor akan segera usai, dikarenakan Bank Indonesia resmi mengeluarkan Surat Edaran Ekstern Nomor 14/10/DPNP pada tanggal 15 Maret 2012 tentang Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Pemberian Kredit Pemilikan Rumah dan Kredit Kendaraan Bermotor. Mengapa BI perlu mengeluarkan aturan seperti itu? Dan apakah dengan adanya peraturan seperti itu dapat menurunkan tingkat konsumsi KKB pada masyarakat?
Sejalan dengan semakin meningkatnya permintaan KKB, BI perlu meningkatkan kehati-hatian dalam penyaluran KKB karena pertumbuhan KKB yang terlalu tinggi berpotensi menimbulkan berbagai Risiko bagi Bank. BI juga mengkhawatirkan meledaknya kredit kendaraan bermotor akan mendorong terjadinya gelembung (bubble) ekonomi, selain itu agar tetap dapat menjaga perekonomian yang produktif dan mampu menghadapi tantangan sektor keuangan dimasa yang akan datang, perlu adanya kebijakan yang dapat memperkuat ketahanan sektor keuangan untuk meminimalisir sumber-sumber kerawanan yang dapat timbul, termasuk pertumbuhan KKB yang berlebihan. Untuk itu, karena rendahnya uang muka yang harus disetorkan calon konsumen, BI mengkaji syarat besaran uang muka yang selama ini di kisaran 10-20 persen. Kebijakan tersebut dilakukan melalui penetapan besaran Down Payment (DP) untuk KKB. Berikut merupakan pengaturan yang dikeluarkan BI mengenai uang muka atau DP untuk KKB:
1. DP paling rendah 25% untuk pembelian kendaraan bermotor roda dua.
2. DP paling rendah 30% untuk pembelian kendaraan bermotor roda empat untuk keperluan non produktif.
3. DP paling rendah 20% untuk pembelian kendaraan bermotor roda empat atau lebih untuk keperluan produktif, yaitu bila memenuhi syarat:
a. Merupakan kendaraan angkutan orang atau barang yang memiliki izin yang dikeluarkan oleh pihak berwenang untuk melakukan kegiatan usaha tertentu, atau
b. Diajukan oleh perorangan atau badan hukum yang memiliki izin usaha tertentu yang dikeluarkan oleh pihak berwenang dan digunakan untuk mendukung kegiatan operasional usaha yang dimiliki.
Dilihat dari sudut pandang konsumen peminat KKB, peraturan baru tersebut memberikan dampak langsung bagi konsumen seperti penurunan daya beli. Bagi mereka yang berpenghasilan pas-pasan yang ingin membeli kendaraan dengan cara kredit harus memakan waktu lebih lama menyisihkan uang untuk membayar DP. Belum lagi dalam waktu pengumpulan uang untuk DP misalnya terjadi inflasi, sehingga harga kendaraan tersebut menjadi naik. Dengan demikian perlu waktu yang semakin lama lagi dan perlu semakin giat lagi untuk mengumpulkan uang muka. Sedangkan dilihat dari sudut pandang produsen kendaraan bermotor, peraturan tersebut juga berdampak bagi produsen. Mengapa? Karena uang muka yang tinggi menyebabkan daya beli masyarakat akan KKB semakin menurun, sehingga dampaknya bagi produsen penjualan pun akan ikut menurun.
Walaupun adanya peraturan yang dikeluarkan BI ini berdampak bagi konsumen dan produsen kendaraan bermotor, tetapi tentu saja ada tujuan yang ingin disampaikan di balik peraturan tersebut. Salah satunya adalah untuk mengurangi resiko kredit yang dampaknya bisa mengganggu kestabilan ekonomi, serta memperlambat laju kredit yang bersifat konsumtif. Kita dapat mengambil sisi positif dari adanya peraturan tersebut, seperti untuk mengurangi populasi kendaraan bermotor di Indonesia yang sama-sama kita ketahui bahwa selama ini peningkatan populasi kendaraan bermotor semakin tak terkendali sedangkan tidak seimbang dengan infrastruktur yang ada sehingga menyebabkan kemacetan. Mungkin peraturan ini mampu membantu menyumbang sedikitnya untuk mengatasi kemacetan yang ada dengan pengurangan populasi kendaraan bermotor.
(Penulis, adalah mahasiswa Institut Manajemen Telkom)**
Galamedia
jumat, 27 april 2012 01:45 WIB
Oleh : MAYNINA NORSHELA
Sayangnya masa-masa menyenangkan bagi para pengkredit kendaraan bermotor akan segera usai, dikarenakan Bank Indonesia resmi mengeluarkan Surat Edaran Ekstern Nomor 14/10/DPNP pada tanggal 15 Maret 2012 tentang Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Pemberian Kredit Pemilikan Rumah dan Kredit Kendaraan Bermotor. Mengapa BI perlu mengeluarkan aturan seperti itu? Dan apakah dengan adanya peraturan seperti itu dapat menurunkan tingkat konsumsi KKB pada masyarakat?
Sejalan dengan semakin meningkatnya permintaan KKB, BI perlu meningkatkan kehati-hatian dalam penyaluran KKB karena pertumbuhan KKB yang terlalu tinggi berpotensi menimbulkan berbagai Risiko bagi Bank. BI juga mengkhawatirkan meledaknya kredit kendaraan bermotor akan mendorong terjadinya gelembung (bubble) ekonomi, selain itu agar tetap dapat menjaga perekonomian yang produktif dan mampu menghadapi tantangan sektor keuangan dimasa yang akan datang, perlu adanya kebijakan yang dapat memperkuat ketahanan sektor keuangan untuk meminimalisir sumber-sumber kerawanan yang dapat timbul, termasuk pertumbuhan KKB yang berlebihan. Untuk itu, karena rendahnya uang muka yang harus disetorkan calon konsumen, BI mengkaji syarat besaran uang muka yang selama ini di kisaran 10-20 persen. Kebijakan tersebut dilakukan melalui penetapan besaran Down Payment (DP) untuk KKB. Berikut merupakan pengaturan yang dikeluarkan BI mengenai uang muka atau DP untuk KKB:
1. DP paling rendah 25% untuk pembelian kendaraan bermotor roda dua.
2. DP paling rendah 30% untuk pembelian kendaraan bermotor roda empat untuk keperluan non produktif.
3. DP paling rendah 20% untuk pembelian kendaraan bermotor roda empat atau lebih untuk keperluan produktif, yaitu bila memenuhi syarat:
a. Merupakan kendaraan angkutan orang atau barang yang memiliki izin yang dikeluarkan oleh pihak berwenang untuk melakukan kegiatan usaha tertentu, atau
b. Diajukan oleh perorangan atau badan hukum yang memiliki izin usaha tertentu yang dikeluarkan oleh pihak berwenang dan digunakan untuk mendukung kegiatan operasional usaha yang dimiliki.
Dilihat dari sudut pandang konsumen peminat KKB, peraturan baru tersebut memberikan dampak langsung bagi konsumen seperti penurunan daya beli. Bagi mereka yang berpenghasilan pas-pasan yang ingin membeli kendaraan dengan cara kredit harus memakan waktu lebih lama menyisihkan uang untuk membayar DP. Belum lagi dalam waktu pengumpulan uang untuk DP misalnya terjadi inflasi, sehingga harga kendaraan tersebut menjadi naik. Dengan demikian perlu waktu yang semakin lama lagi dan perlu semakin giat lagi untuk mengumpulkan uang muka. Sedangkan dilihat dari sudut pandang produsen kendaraan bermotor, peraturan tersebut juga berdampak bagi produsen. Mengapa? Karena uang muka yang tinggi menyebabkan daya beli masyarakat akan KKB semakin menurun, sehingga dampaknya bagi produsen penjualan pun akan ikut menurun.
Walaupun adanya peraturan yang dikeluarkan BI ini berdampak bagi konsumen dan produsen kendaraan bermotor, tetapi tentu saja ada tujuan yang ingin disampaikan di balik peraturan tersebut. Salah satunya adalah untuk mengurangi resiko kredit yang dampaknya bisa mengganggu kestabilan ekonomi, serta memperlambat laju kredit yang bersifat konsumtif. Kita dapat mengambil sisi positif dari adanya peraturan tersebut, seperti untuk mengurangi populasi kendaraan bermotor di Indonesia yang sama-sama kita ketahui bahwa selama ini peningkatan populasi kendaraan bermotor semakin tak terkendali sedangkan tidak seimbang dengan infrastruktur yang ada sehingga menyebabkan kemacetan. Mungkin peraturan ini mampu membantu menyumbang sedikitnya untuk mengatasi kemacetan yang ada dengan pengurangan populasi kendaraan bermotor.
(Penulis, adalah mahasiswa Institut Manajemen Telkom)**
Galamedia
jumat, 27 april 2012 01:45 WIB
Oleh : MAYNINA NORSHELA