Oleh: DR A Ilyas Ismail
Dalam suatu perjalanan, Nabi SAW meminta para sahabat agar memotong kambing. Mereka antusias merespons perintah Nabi. Sebagian mereka berkata, “Aku yang menyembelihnya.”
Sebagian lagi berkata, “Aku yang mengupas (membuka) kulitnya.” Yang lain berkata, “Aku yang memasaknya.” Nabi SAW juga ikut andil. “Aku yang mencari kayu bakarnya.”
Mereka tak ingin Rasul yang amat dicintai ikut bekerja dalam urusan masak-memasak ini. Namun, Nabi menolak, dan tak mau hanya menonton dan duduk manis. “Aku tahu kalian bisa mengerjakan semua ini. Tapi, aku tak ingin menjadi ‘istimewa’ (berbeda) dari kalian. Ketahuilah, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang menempatkan dirinya ‘berbeda’ daripada saudara-saudaranya yang lain.” (Ithaf Al-Sadat Al-Muttaqin: 7/102).
Kisah ini sungguh menarik dan menggambarkan indahnya suatu kebersamaan. Melalui kisah ini, Rasul ingin mengajarkan kepada kita beberapa hal penting tentang kebersamaan dalam hidup. Pertama, soal pembagian peran dan tanggung jawab (tauzi` al-adwar). Dalam suatu komunitas, setiap orang harus jelas kedudukan dan tanggung jawabnya sehingga ia dapat mengambil peran dan memberikan sumbangan bagi kemajuan bangsa.
Hal yang perlu dihindari ialah jangan sampai ada di antara anggota masyarakat yang tinggal diam, tanpa dukungan dan partisipasi bagi perjuangan umat. Dukungan itu, seperti diterangkan Nabi SAW dalam hadis lain, bisa berupa harta dan kekayaan (material), pemikiran dan gagasan (intelektual), tenaga (fisikal), dan juga doa (spiritual).
Dalam urusan ini, kalau Rasul mau, beliau tak perlu bersusah payah. Tapi, beliau justru mengambil peran dan tanggung jawab paling berat, yaitu mengumpulkan kayu bakar. Ini adalah teladan yang baik bagi para pemimpin. Seorang pemimpin tentu harus berani mengambil tanggung jawab dan pantang baginya membiarkan berbagai persoalan tanpa penyelesaian.
Kedua, soal kesantunan dalam pergaulan (husnul mu`asyarah). Nabi mengajarkan bagaimana cara bergaul yang baik. Salah satu caranya ialah dengan mencintai saudara kita seperti kita mencintai diri kita sendiri. (HR. Bukhari dari Anas Ibn Malik).
Dalam bahasa modern, ajaran Nabi ini dinamakan “Golden Rule” (Hukum Emas) yang menjadi pangkal keadaban. Hukum Emas ini disebutkan, “Berbuat baiklah kamu kepada orang lain, seperti kamu mengharapkan orang lain berbuat baik kepadamu.”
Ketiga, soal semangat kebersamaan (ruh al-jama`ah). Kerjasama dalam satu tim (team work) memerlukan setidak-tidaknya tiga hal. Pertama, niat (commitment) yang tulus untuk bekerjasama dan sama-sama bekerja. Kedua, komunikasi dan ketersambungan (communication). Niat saja, tentu tak cukup. Dalam satu kelompok, setiap orang perlu berkomunikasi satu dengan yang lain. Ketiga, kolaborasi dalam merajut kebersamaan dalam perbedaan sehingga melahirkan keindahan.
Semangat kebersamaan ini dikemukakan Nabi dalam sejumlah hadis, di antaranya, “Orang mukmin terhadap mukmin lain seperti bangunan, saling menguatkan satu sama lain.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Musa). “Allah memperkuat kebersamaan.” (HR. Tirmidzi dari Ibnu Abbas).
sumber : www.republika.co.id