Al-Iman al-ihtimam, iman itu perhatian. Demikian disebut dalam sebuah hadis. Perhatian kepada siapa? Perhatian kepada Allah, dengan semua syariat dan ajaran-Nya, perhatian terhadap semua sunah Nabi-Nya, juga sangat perhatian dengan umat Nabi Muhammad SAW.
Jadi, dianggap kurang sempurna iman jika kita tidak memiliki perhatian. Karenanya, perhatian dan kepedulian adalah di antara syariat Allah yang tak terpisahkan dari syariat Allah lainnya, seperti shalat, puasa, atau juga haji. Bahkan, shalat, puasa, dan haji kita dianggap dusta oleh Allah jika kita tidak memiliki empati dan kepeduliaan yang nyata kepada orang-orang yang hidup di sekitar kita. (baca QS al-Ma’uun).
Karena itu, perhatian dan kepedulian adalah amaliah nyata yang harus dibangun oleh siapa pun, kapan pun, dan di manapun. Lebih-lebih jika kita adalah para pemangku amanah.
Hampir selalu berbuah indah bahkan akan mencatatkannya dengan tinta emas pada lembar sejarah kehidupan manusia, jika para penguasa mampu dengan baik memberikan perhatian dan kepeduliannya kepada rakyat yang di pimpinnya. Seperti cerita agung sosok Umar bin Khatab berikut ini.
Suatu hari, demikian tertulis dalam Mausu’ah Qishashis Salaf, Umar bin Khatab RA pergi dari rumah untuk mengetahui secara langsung keadaan rakyatnya. Dia bertemu dengan seorang laki-laki yang duduk dengan sedih dan gelisah di pintu masjid.
Umar bertanya, “Ada apa dengan mu?” Laki-laki itu menjawab, “Istriku ham pir melahirkan, tetapi kami tidak memiliki apa pun dan tidak seorang pun bersamanya.”
Umar menanyakan rumahnya. Lalu, dia menunjuk sebuah tenda di pinggiran Kota Madinah. Setelah menemui istrinya, Umar pun mengajaknya langsung, “Maukah kamu memperoleh kebaikan yang Allah antarkan kepadamu?” Istrinya bertanya, “Apa itu ya Amirul Mukminin?”
Umar menjelaskan, “Seorang wanita hampir melahirkan dan tidak ada yang menemaninya.” Istrinya pun menyetujuinya.
Umar lalu mengambil tepung, mentega, dan susu kering. Ketika sampai di tenda, Umar berteriak, “Wahai penghuni tenda.” Laki-laki itu keluar. Umar menyuruh istrinya masuk kepada wanita itu, sedangkan ia menyiapkan bejana dengan tepung, mentega, dan susu kering. Umar meletakkannya ditungku. Dia meniup apinya dan mengaduk isinya.
Apa yang ada di bejana belum juga masak, tetapi telah terdengar tangisan bayi dari dalam tenda. “Ya Amirul Mukminin, sampaikan berita gembira kepada temanmu, anaknya laki-laki,” seru istri Umar.
Laki-laki itu terkejut bahagia. Dia berkata, “Kami telah merepotkan dan melelahkan Amirul Mukminin.” Umar berkata, “Tidak apa-apa. Besok pagi datanglah kepada kami. Kami akan memberimu apa yang kamu perlukan untuk keluargamu.”
Keesokan harinya laki-laki itu datang. Umar memberinya unta betina dan makanan yang memenuhi punggung nya. Allahu Akbar. Begitulah orang besar mencetak sebuah keteladanan.
Bagaimana dengan para penguasa di negeri ini? Semoga segera terlahir penguasa yang amanah dan mau berkhidmat langsung kepada rakyat yang dipimpinnya.
Oleh M Arifin Ilham
sumber : www.republika.co.id
Jadi, dianggap kurang sempurna iman jika kita tidak memiliki perhatian. Karenanya, perhatian dan kepedulian adalah di antara syariat Allah yang tak terpisahkan dari syariat Allah lainnya, seperti shalat, puasa, atau juga haji. Bahkan, shalat, puasa, dan haji kita dianggap dusta oleh Allah jika kita tidak memiliki empati dan kepeduliaan yang nyata kepada orang-orang yang hidup di sekitar kita. (baca QS al-Ma’uun).
Karena itu, perhatian dan kepedulian adalah amaliah nyata yang harus dibangun oleh siapa pun, kapan pun, dan di manapun. Lebih-lebih jika kita adalah para pemangku amanah.
Hampir selalu berbuah indah bahkan akan mencatatkannya dengan tinta emas pada lembar sejarah kehidupan manusia, jika para penguasa mampu dengan baik memberikan perhatian dan kepeduliannya kepada rakyat yang di pimpinnya. Seperti cerita agung sosok Umar bin Khatab berikut ini.
Suatu hari, demikian tertulis dalam Mausu’ah Qishashis Salaf, Umar bin Khatab RA pergi dari rumah untuk mengetahui secara langsung keadaan rakyatnya. Dia bertemu dengan seorang laki-laki yang duduk dengan sedih dan gelisah di pintu masjid.
Umar bertanya, “Ada apa dengan mu?” Laki-laki itu menjawab, “Istriku ham pir melahirkan, tetapi kami tidak memiliki apa pun dan tidak seorang pun bersamanya.”
Umar menanyakan rumahnya. Lalu, dia menunjuk sebuah tenda di pinggiran Kota Madinah. Setelah menemui istrinya, Umar pun mengajaknya langsung, “Maukah kamu memperoleh kebaikan yang Allah antarkan kepadamu?” Istrinya bertanya, “Apa itu ya Amirul Mukminin?”
Umar menjelaskan, “Seorang wanita hampir melahirkan dan tidak ada yang menemaninya.” Istrinya pun menyetujuinya.
Umar lalu mengambil tepung, mentega, dan susu kering. Ketika sampai di tenda, Umar berteriak, “Wahai penghuni tenda.” Laki-laki itu keluar. Umar menyuruh istrinya masuk kepada wanita itu, sedangkan ia menyiapkan bejana dengan tepung, mentega, dan susu kering. Umar meletakkannya ditungku. Dia meniup apinya dan mengaduk isinya.
Apa yang ada di bejana belum juga masak, tetapi telah terdengar tangisan bayi dari dalam tenda. “Ya Amirul Mukminin, sampaikan berita gembira kepada temanmu, anaknya laki-laki,” seru istri Umar.
Laki-laki itu terkejut bahagia. Dia berkata, “Kami telah merepotkan dan melelahkan Amirul Mukminin.” Umar berkata, “Tidak apa-apa. Besok pagi datanglah kepada kami. Kami akan memberimu apa yang kamu perlukan untuk keluargamu.”
Keesokan harinya laki-laki itu datang. Umar memberinya unta betina dan makanan yang memenuhi punggung nya. Allahu Akbar. Begitulah orang besar mencetak sebuah keteladanan.
Bagaimana dengan para penguasa di negeri ini? Semoga segera terlahir penguasa yang amanah dan mau berkhidmat langsung kepada rakyat yang dipimpinnya.
Oleh M Arifin Ilham
sumber : www.republika.co.id