Penyakit, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), adalah sesuatu yang menyebabkan terjadinya gangguan pada makhluk hidup.
Pada manusia, penyakit muncul disebabkan adanya bakteri, virus, atau kelainan pada sistem jaringan tubuh. Meski tidak ada orang yang menyukai penyakit, tetapi penyakit kerap datang tanpa diundang sehingga mengganggu kenyamanan aktivitas kita.
Dan manusia adalah makluk dua dimensi, lahir sekaligus batin. Karena itu, dua macam penyakit yang biasa hadir pada diri manusia adalah penyakit lahir dan penyakit batin. Jika ada bakteri lahir, virus batin pun ada. Penyakit lahir seperti demam, darah tinggi, asam urat, ambeien, diabetes, stroke, dan seterusnya. Penyakit batin meliputi sombong, kikir, egois, perusak, korup, culas, dan lainnya. Tingkat bahayanya tergantung jenis dan tensi penyakitnya.
Sering kita sibuk dengan sejuta cara agar kesehatan terjaga. Sayangnya, makna sehat baru kita definisikan sebatas sehat secara lahir. Asupan gizi nurani yang dapat menyehatkan batin justru sering kita abaikan. Jadilah kita makhluk yang menomorsatukan lahir, sementara kesehatan batin justru kita nomorsekiankan. Secara lahir kita bugar, namun secara batin merana. Padahal, penyakit batin tidak kurang mengerikan dibanding penyakit lahir.
Ada beberapa perbedaan antara penyakit lahir dan penyakit batin. Pertama, penyakit lahir segera terasa, sedang penyakit batin tidak terasa. Penderita demam lebih merasakan sakitnya ketimbang orang lain. Berbeda dengan penyakit batin, seperti culas dan sombong.
Tentu orang lain yang lebih bisa merasakannya. Penderitanya justru tenang-tenang saja. “Dan bila dikatakan kepada mereka, ‘Jangan kamu membuat kerusakan di muka bumi’ mereka menjawab, ‘Sungguh kami orang-orang yang mengadakan perbaikan’. Ingatlah, sungguh mereka itulah para pembuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar (Al-Baqarah: 11-12).
Kedua, penyakit lahir berdampak kecil, sedang penyakit batin dampaknya luas. Perhatikan orang yang sudah bertahun-tahun menderita stroke. Paling banter meninggal. Setelah meninggal, urusannya selesai, dan penderita tidak lagi merasakan stroke-nya. Tetapi jika batin yang sakit, gelaplah mata dan jiwa.
Akibat ulah para perusak tatanan lingkungan dan pemerintahan, bahayanya tidak terbatas bagi dirinya, tetapi menimpa masyarakat dan alam sekitar. “Telah nampak kerusakan di darat dan laut akibat ulah tangan manusia. Allah mengganjar mereka dengan sebagian dari perbuatan mereka agar mereka kembali ke jalan yang benar” (Ar-Rum: 41).
Ketiga, penyakit lahir berisiko ringan, sedang penyakit batin risikonya berat. Betapa parah penyakit lahir, pasti hanya berlangsung di dunia. Durasinya amat singkat, karena start dan finish-nya berlangsung di dunia. Ketika dijalani dengan sabar dan ikhlas, setiap penyakit lahir malah menghapus dosa.
Bagaimana jika penyakit batin? Allah menegaskan, “Bagi mereka azab dalam kehidupan dunia dan sungguh azab akhirat lebih keras dan tidak ada bagi mereka seorang pelindung pun dari (azab) Allah” (Ar-Ra’du: 34).
Keempat, penyakit lahir obatnya banyak, sedang penyakit batin obatnya cuma satu. Adalah salah ketika terserang darah tinggi tetapi kita minum obat diabetes. Dokter pun ada spesialisasinya. Spesialis THT menangani seputar hidung dan tenggorokan, bidang garap bidan adalah soal kandungan dan kelahiran. Tetapi penyakit batin, obatnya hanya Alquran.
Membaca dan mentadaburi ayat Alquran bisa menyembuhkan luka hati dan jiwa. “Dan Kami turunkan dari Alquran itu obat dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Quran itu tidak menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian” (Al-Isra: 82).
Kelima, penyembuhan penyakit lahir berbiaya mahal, sedang penyakit batin bebas biaya. Untuk sembuh dari diabetes, orang harus rela merogok kocek berjumlah puluhan, bahkan ratusan ribu rupiah. Terlebih jika sampai ‘istirahat’ beberapa hari di rumah sakit. Semakin gawat penyakitnya, semakin mahal pula ongkosnya. Tidak demikian dengan penyakit batin.
Modalnya hanya tekad dan kesanggupan untuk menjadi lebih baik. Itulah taubah nasuhah, yang akan menghapus kesalahan dan dosa. Bukankah taubat tidak butuh biaya? “Bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang murni. Mudah-mudahan Tuhanmu menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai” (At-Tahrim: 8).
Tidak ada lagi yang kita lakukan, kecuali harus terus menjaga stamina lahir maupun batin, agar hidup di dunia yang singkat ini kita terbebas dari penyakit lahir, terlebih lagi penyakit batin. Amin!
Penulis adalah Mahasiswa Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah SurabayaOleh M Husnaini
sumber : www.republika.co.id
Pada manusia, penyakit muncul disebabkan adanya bakteri, virus, atau kelainan pada sistem jaringan tubuh. Meski tidak ada orang yang menyukai penyakit, tetapi penyakit kerap datang tanpa diundang sehingga mengganggu kenyamanan aktivitas kita.
Dan manusia adalah makluk dua dimensi, lahir sekaligus batin. Karena itu, dua macam penyakit yang biasa hadir pada diri manusia adalah penyakit lahir dan penyakit batin. Jika ada bakteri lahir, virus batin pun ada. Penyakit lahir seperti demam, darah tinggi, asam urat, ambeien, diabetes, stroke, dan seterusnya. Penyakit batin meliputi sombong, kikir, egois, perusak, korup, culas, dan lainnya. Tingkat bahayanya tergantung jenis dan tensi penyakitnya.
Sering kita sibuk dengan sejuta cara agar kesehatan terjaga. Sayangnya, makna sehat baru kita definisikan sebatas sehat secara lahir. Asupan gizi nurani yang dapat menyehatkan batin justru sering kita abaikan. Jadilah kita makhluk yang menomorsatukan lahir, sementara kesehatan batin justru kita nomorsekiankan. Secara lahir kita bugar, namun secara batin merana. Padahal, penyakit batin tidak kurang mengerikan dibanding penyakit lahir.
Ada beberapa perbedaan antara penyakit lahir dan penyakit batin. Pertama, penyakit lahir segera terasa, sedang penyakit batin tidak terasa. Penderita demam lebih merasakan sakitnya ketimbang orang lain. Berbeda dengan penyakit batin, seperti culas dan sombong.
Tentu orang lain yang lebih bisa merasakannya. Penderitanya justru tenang-tenang saja. “Dan bila dikatakan kepada mereka, ‘Jangan kamu membuat kerusakan di muka bumi’ mereka menjawab, ‘Sungguh kami orang-orang yang mengadakan perbaikan’. Ingatlah, sungguh mereka itulah para pembuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar (Al-Baqarah: 11-12).
Kedua, penyakit lahir berdampak kecil, sedang penyakit batin dampaknya luas. Perhatikan orang yang sudah bertahun-tahun menderita stroke. Paling banter meninggal. Setelah meninggal, urusannya selesai, dan penderita tidak lagi merasakan stroke-nya. Tetapi jika batin yang sakit, gelaplah mata dan jiwa.
Akibat ulah para perusak tatanan lingkungan dan pemerintahan, bahayanya tidak terbatas bagi dirinya, tetapi menimpa masyarakat dan alam sekitar. “Telah nampak kerusakan di darat dan laut akibat ulah tangan manusia. Allah mengganjar mereka dengan sebagian dari perbuatan mereka agar mereka kembali ke jalan yang benar” (Ar-Rum: 41).
Ketiga, penyakit lahir berisiko ringan, sedang penyakit batin risikonya berat. Betapa parah penyakit lahir, pasti hanya berlangsung di dunia. Durasinya amat singkat, karena start dan finish-nya berlangsung di dunia. Ketika dijalani dengan sabar dan ikhlas, setiap penyakit lahir malah menghapus dosa.
Bagaimana jika penyakit batin? Allah menegaskan, “Bagi mereka azab dalam kehidupan dunia dan sungguh azab akhirat lebih keras dan tidak ada bagi mereka seorang pelindung pun dari (azab) Allah” (Ar-Ra’du: 34).
Keempat, penyakit lahir obatnya banyak, sedang penyakit batin obatnya cuma satu. Adalah salah ketika terserang darah tinggi tetapi kita minum obat diabetes. Dokter pun ada spesialisasinya. Spesialis THT menangani seputar hidung dan tenggorokan, bidang garap bidan adalah soal kandungan dan kelahiran. Tetapi penyakit batin, obatnya hanya Alquran.
Membaca dan mentadaburi ayat Alquran bisa menyembuhkan luka hati dan jiwa. “Dan Kami turunkan dari Alquran itu obat dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Quran itu tidak menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian” (Al-Isra: 82).
Kelima, penyembuhan penyakit lahir berbiaya mahal, sedang penyakit batin bebas biaya. Untuk sembuh dari diabetes, orang harus rela merogok kocek berjumlah puluhan, bahkan ratusan ribu rupiah. Terlebih jika sampai ‘istirahat’ beberapa hari di rumah sakit. Semakin gawat penyakitnya, semakin mahal pula ongkosnya. Tidak demikian dengan penyakit batin.
Modalnya hanya tekad dan kesanggupan untuk menjadi lebih baik. Itulah taubah nasuhah, yang akan menghapus kesalahan dan dosa. Bukankah taubat tidak butuh biaya? “Bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang murni. Mudah-mudahan Tuhanmu menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai” (At-Tahrim: 8).
Tidak ada lagi yang kita lakukan, kecuali harus terus menjaga stamina lahir maupun batin, agar hidup di dunia yang singkat ini kita terbebas dari penyakit lahir, terlebih lagi penyakit batin. Amin!
Penulis adalah Mahasiswa Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah SurabayaOleh M Husnaini
sumber : www.republika.co.id