“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa” (QS al-Baqarah: 183)
Marhaban ya Ramadhan, selamat datang bulan suci Ramadhan. Kata itu yang saat ini banyak diserukan umat Islam di seluruh dunia. Di masjid-masjid, mushala, televisi, koran-koran, radio hingga mailing list dan phone sellular pribadi, ungkapan selamat datang tampil dengan berbagai ekspresi yang variatif.
Marhaban ya Ramadhan sepatutnya bukan sekadar ucapan selamat datang yang terlontar dari mulut belaka. Sebab bulan yang penuh berkah ini sepatutnya disambut suka cita dan kebahagian hati yang diekspresikan , tetapi kebahagian hati yang diekspresikan dengan perubahan tindakan dan perilaku.
Ibadah puasa di bulan suci ini yang diwajibkan untuk orang-orang beriman di seluruh dunia bukan sekadar ibadah. Ibadah puasa di bulan Ramadhan sangat berbeda dengan ibadah lain. Sebab, puasa adalah ibadah ‘rahasia’. Artinya, orang itu berpuasa atau tidak hanyalah orang berpuasa itu sendiri dan Allah saja yang mengetahuinya.
Banyak nilai yang kita petik dalam ketika menjalankan ibadah puasa. Tidak sedikit literature dan referensi kajian tentang makna puasa yang mengatakan bahwa beragam nilai yang kita petik dari ibadah puasa di bulan Ramadhan seperti nilai sosial, kesehatan, spiritual hingga kepribadian.
Nilai sosial, perdamaian, kemanusiaan, semangat gotong royong, solidaritas, kebersamaan, persahabatan dan semangat prularisme. Ada pula manfaat lahiriah seperti pemulihan kesehatan (terutama perncernaan dan metabolisme), peningkatan intelektual, kemesraan dan keharmonisan keluarga, kasih sayang, pengelolaan hawa nafsu dan penyempurnaan nilai kepribadian lainnya.
Ada lagi aspek spiritualitas: puasa untuk peningkatan kecerdasan spiritual, ketaqwaan dan penjernihan hati nurani dalam berdialog dengan al-Khaliq. Semuanya adalah nilai-nilai positif yang terkandung dalam puasa yang selayaknya tidak hanya kita pahami sebagai wacana yang memenuhi intelektualitas kita, namun menuntut implementasi dan penghayatan dalam setiap aspek kehidupan kita.
Yang juga penting dalam menyambut bulan Ramadhan tentunya adalah bagaimana kita merancang langkah strategis dalam mengisinya agar mampu memproduksi nilai-nilai positif dan hikmah yang dikandungnya. Jadi, bukan hanya melulu mikir menu untuk berbuka puasa dan sahur saja. Namun, kita sangat perlu menyusun menu rohani dan ibadah kita.
Kalau direnungkan, menu buka dan sahur bahkan sering lebih istemawa (baca: mewah) dibanding dengan makanan keseharian kita. Tentunya, kita harus menyusun menu ibadah di bulan suci ini dengan kualitas yang lebih baik dan daripada hari-hari biasa. Dengan begitu kita benar-benar dapat merayakan kegemilangan bulan kemenangan ini dengan lebih mumpuni.
Ramadhan adalah bulan penyemangat. Bulan yang mengisi kembali baterai jiwa setiap muslim. Ramadhan sebagai 'Shahrul Ibadah' harus kita maknai dengan semangat pengamalan ibadah yang sempurna. Ramadhan sebagai 'Shahrul Fath' (bulan kemenangan) harus kita maknai dengan memenangkan kebaikan atas segala keburukan.
Ramadhan sebagai "Shahrul Huda" (bulan petunjuk) harus kita implementasikan dengan semangat mengajak kepada jalan yang benar, kepada ajaran Al-Qur'an dan ajaran Nabi Muhammad Saw.
Ramadhan sebagai "Shahrus-Salam" harus kita maknai dengan mempromosikan perdamaian dan keteduhan. Ramadhan sebagai 'Shahrul-Jihad" (bulan perjuangan) harus kita realisasikan dengan perjuangan menentang kedzaliman dan ketidakadilan di muka bumi ini. Ramadhan sebagai "Shahrul Maghfirah" harus kita hiasi dengan meminta dan memberiakan ampunan. Ramadhan juga sebagai bulan kesabaran, maka kita harus melatih untuk sabar dalam menjalani hidup. Maksud dari sabar yang tertera dalam al-Quran adalah ‘gigih dan ulet’ seperti yang dimaksud dalam (QS. Ali Imran/3: 146).
Semoga dengan mempersiapkan diri kita secara baik dan merencanakan aktivitas dan ibadah-ibadah dengan ikhlas, serta berniat "liwajhillah wa limardlatillah", karena Allah dan karena mencari ridha Allah, kita mendapatkan kedua kebahagiaan tersebut, yaitu "sa'adatud-daarain" kebahagiaan dunia dan akherat. Semoga kita bisa mengisi Ramadhan tidak hanya dengan kuantitas harinya, namun lebih dari pada itu kita juga memperhatikan kualitas puasa kita.
, Oleh Dr H Harry M Zein
sumber : www.republika.co.id
Marhaban ya Ramadhan, selamat datang bulan suci Ramadhan. Kata itu yang saat ini banyak diserukan umat Islam di seluruh dunia. Di masjid-masjid, mushala, televisi, koran-koran, radio hingga mailing list dan phone sellular pribadi, ungkapan selamat datang tampil dengan berbagai ekspresi yang variatif.
Marhaban ya Ramadhan sepatutnya bukan sekadar ucapan selamat datang yang terlontar dari mulut belaka. Sebab bulan yang penuh berkah ini sepatutnya disambut suka cita dan kebahagian hati yang diekspresikan , tetapi kebahagian hati yang diekspresikan dengan perubahan tindakan dan perilaku.
Ibadah puasa di bulan suci ini yang diwajibkan untuk orang-orang beriman di seluruh dunia bukan sekadar ibadah. Ibadah puasa di bulan Ramadhan sangat berbeda dengan ibadah lain. Sebab, puasa adalah ibadah ‘rahasia’. Artinya, orang itu berpuasa atau tidak hanyalah orang berpuasa itu sendiri dan Allah saja yang mengetahuinya.
Banyak nilai yang kita petik dalam ketika menjalankan ibadah puasa. Tidak sedikit literature dan referensi kajian tentang makna puasa yang mengatakan bahwa beragam nilai yang kita petik dari ibadah puasa di bulan Ramadhan seperti nilai sosial, kesehatan, spiritual hingga kepribadian.
Nilai sosial, perdamaian, kemanusiaan, semangat gotong royong, solidaritas, kebersamaan, persahabatan dan semangat prularisme. Ada pula manfaat lahiriah seperti pemulihan kesehatan (terutama perncernaan dan metabolisme), peningkatan intelektual, kemesraan dan keharmonisan keluarga, kasih sayang, pengelolaan hawa nafsu dan penyempurnaan nilai kepribadian lainnya.
Ada lagi aspek spiritualitas: puasa untuk peningkatan kecerdasan spiritual, ketaqwaan dan penjernihan hati nurani dalam berdialog dengan al-Khaliq. Semuanya adalah nilai-nilai positif yang terkandung dalam puasa yang selayaknya tidak hanya kita pahami sebagai wacana yang memenuhi intelektualitas kita, namun menuntut implementasi dan penghayatan dalam setiap aspek kehidupan kita.
Yang juga penting dalam menyambut bulan Ramadhan tentunya adalah bagaimana kita merancang langkah strategis dalam mengisinya agar mampu memproduksi nilai-nilai positif dan hikmah yang dikandungnya. Jadi, bukan hanya melulu mikir menu untuk berbuka puasa dan sahur saja. Namun, kita sangat perlu menyusun menu rohani dan ibadah kita.
Kalau direnungkan, menu buka dan sahur bahkan sering lebih istemawa (baca: mewah) dibanding dengan makanan keseharian kita. Tentunya, kita harus menyusun menu ibadah di bulan suci ini dengan kualitas yang lebih baik dan daripada hari-hari biasa. Dengan begitu kita benar-benar dapat merayakan kegemilangan bulan kemenangan ini dengan lebih mumpuni.
Ramadhan adalah bulan penyemangat. Bulan yang mengisi kembali baterai jiwa setiap muslim. Ramadhan sebagai 'Shahrul Ibadah' harus kita maknai dengan semangat pengamalan ibadah yang sempurna. Ramadhan sebagai 'Shahrul Fath' (bulan kemenangan) harus kita maknai dengan memenangkan kebaikan atas segala keburukan.
Ramadhan sebagai "Shahrul Huda" (bulan petunjuk) harus kita implementasikan dengan semangat mengajak kepada jalan yang benar, kepada ajaran Al-Qur'an dan ajaran Nabi Muhammad Saw.
Ramadhan sebagai "Shahrus-Salam" harus kita maknai dengan mempromosikan perdamaian dan keteduhan. Ramadhan sebagai 'Shahrul-Jihad" (bulan perjuangan) harus kita realisasikan dengan perjuangan menentang kedzaliman dan ketidakadilan di muka bumi ini. Ramadhan sebagai "Shahrul Maghfirah" harus kita hiasi dengan meminta dan memberiakan ampunan. Ramadhan juga sebagai bulan kesabaran, maka kita harus melatih untuk sabar dalam menjalani hidup. Maksud dari sabar yang tertera dalam al-Quran adalah ‘gigih dan ulet’ seperti yang dimaksud dalam (QS. Ali Imran/3: 146).
Semoga dengan mempersiapkan diri kita secara baik dan merencanakan aktivitas dan ibadah-ibadah dengan ikhlas, serta berniat "liwajhillah wa limardlatillah", karena Allah dan karena mencari ridha Allah, kita mendapatkan kedua kebahagiaan tersebut, yaitu "sa'adatud-daarain" kebahagiaan dunia dan akherat. Semoga kita bisa mengisi Ramadhan tidak hanya dengan kuantitas harinya, namun lebih dari pada itu kita juga memperhatikan kualitas puasa kita.
, Oleh Dr H Harry M Zein
sumber : www.republika.co.id