Sebagaimana difirmankan Allah SWT dalam QS:2:183, puasa diwajibkan bagi orang beriman agar mendapatkan kedudukan takwa di sisi-Nya.
Puasa yang kita lakukan, tidak saja menahan lapar, dahaga dan hasrat biologis , namun juga menahan panca indra dan hati dari perbuatan yang dilarang oleh Allah SWT. Semua hal tersebut dilakukan dalam rangka menggapai kedudukan taqwa.
Menurut Abu Hurairah ra, ketika beliau ditanya tentang takwa menjelaskan; ”Apakah engkau pernah berjalan di atas jalan berduri? Orang yang bertanya menjawab, “Ya, pernah.“
Abu Hurairah berkata, “Apa yang engkau perbuat?” Orang yang bertanya menjawab, “Jika aku melihat duri, aku akan menghindar darinya, atau melangkahinya, atau mundur darinya.”
Abu Hurairah ra berkata, “Itulah takwa” (Ibnu Rajab, jami’ul Ulum wal Hikam). Kedudukan takwa ini menjadi target tahunan dari kaum mukminin dengan pelaksanaan syaum Ramadhan.
Ini menunjukkan kedudukan takwa tersebut bertingkat-tingkat yang harus dicapai secara bertahap, sehingga Allah meminta kepada kaum mukminin untuk selalu meningkatkan ketakwaannya, salah satunya dengan melaksanakan syaum Ramadhan.
Karena sulitnya mengagapai kedudukan takwa ini, maka Allah-pun juga sudah menyiapkan pahala yang luar biasa, baik hal itu dapat diperoleh di akhirat maupun di dunia ini.
Gambaran nikmat yang akan diperoleh di akhirat bisa dibaca dalam firman Allah sebagai berikut: “Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa berada dalam taman-taman dan mata air-mata air, sambil menerima segala pemberian Rabb mereka. Sesungguhnya mereka sebelum itu di dunia adalah orang-orang yang berbuat kebaikan. Di dunia mereka sedikit sekali tidur di waktu malam. Dan selalu memohonkan ampunan di waktu pagi sebelum fajar. Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian .” (QS: 51:15-19)
Kenikmatan tersebut diperoleh dengan tidak mudah selama hidup di dunia ini, karena dia memiliki karakteristik amal yang harus dilakukan seseorang sebagai upaya menggapai manusia bertakwa: pertama, orang yang selalu berbuat kebaikan.
Manusia diciptakan Allah di muka bumi ini dalam rangka beribadah kepada Allah (QS:51:56). Ibadah itu sebagaimana kita ketahui tidak hanya ibadah yang bersifat vertikal yang langsung berhubungan dengan Allah SWT (hablumminallah), namun juga ibadah yang bersifat horizontal (hablumminannas).
Sehingga, kaum mukminin tidak usah merasa tidak sedang beribadah ketika sedang berada di kantor, sekolah/kampus/pesantren,pasar/mal ataupun di mana saja berada, selama yang kita lakukan itu karena mencari keridhoan Allah atas semua aktivitas tersebut, maka itulah ibadah di sisi Allah SWT.
Apalagi, aktivitas tersebut selalu berorientasi kepada kemaslahatan untuk orang banyak, agar mereka bisa hidup lebih baik di dunia ini dan mendapatkan kemuliaan di akherat kelak.
Orang bertakwa selalu sibuk, tidak hanya untuk urusan pribadinya, tapi juga selalu sibuk dalam membantu orang lain agar mendapatkan kebaikan hidup di dunia dan di akherat, sebagaimana firman Allah: “Dan , ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil : Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat kebaikanlah kepada ibu bapa, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali sebahagian kecil daripada kamu, dan kamu selalu berpaling. (QS:2:83)
Oleh Naharus Surur
sumber : www.republika.co.id
Puasa yang kita lakukan, tidak saja menahan lapar, dahaga dan hasrat biologis , namun juga menahan panca indra dan hati dari perbuatan yang dilarang oleh Allah SWT. Semua hal tersebut dilakukan dalam rangka menggapai kedudukan taqwa.
Menurut Abu Hurairah ra, ketika beliau ditanya tentang takwa menjelaskan; ”Apakah engkau pernah berjalan di atas jalan berduri? Orang yang bertanya menjawab, “Ya, pernah.“
Abu Hurairah berkata, “Apa yang engkau perbuat?” Orang yang bertanya menjawab, “Jika aku melihat duri, aku akan menghindar darinya, atau melangkahinya, atau mundur darinya.”
Abu Hurairah ra berkata, “Itulah takwa” (Ibnu Rajab, jami’ul Ulum wal Hikam). Kedudukan takwa ini menjadi target tahunan dari kaum mukminin dengan pelaksanaan syaum Ramadhan.
Ini menunjukkan kedudukan takwa tersebut bertingkat-tingkat yang harus dicapai secara bertahap, sehingga Allah meminta kepada kaum mukminin untuk selalu meningkatkan ketakwaannya, salah satunya dengan melaksanakan syaum Ramadhan.
Karena sulitnya mengagapai kedudukan takwa ini, maka Allah-pun juga sudah menyiapkan pahala yang luar biasa, baik hal itu dapat diperoleh di akhirat maupun di dunia ini.
Gambaran nikmat yang akan diperoleh di akhirat bisa dibaca dalam firman Allah sebagai berikut: “Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa berada dalam taman-taman dan mata air-mata air, sambil menerima segala pemberian Rabb mereka. Sesungguhnya mereka sebelum itu di dunia adalah orang-orang yang berbuat kebaikan. Di dunia mereka sedikit sekali tidur di waktu malam. Dan selalu memohonkan ampunan di waktu pagi sebelum fajar. Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian .” (QS: 51:15-19)
Kenikmatan tersebut diperoleh dengan tidak mudah selama hidup di dunia ini, karena dia memiliki karakteristik amal yang harus dilakukan seseorang sebagai upaya menggapai manusia bertakwa: pertama, orang yang selalu berbuat kebaikan.
Manusia diciptakan Allah di muka bumi ini dalam rangka beribadah kepada Allah (QS:51:56). Ibadah itu sebagaimana kita ketahui tidak hanya ibadah yang bersifat vertikal yang langsung berhubungan dengan Allah SWT (hablumminallah), namun juga ibadah yang bersifat horizontal (hablumminannas).
Sehingga, kaum mukminin tidak usah merasa tidak sedang beribadah ketika sedang berada di kantor, sekolah/kampus/pesantren,pasar/mal ataupun di mana saja berada, selama yang kita lakukan itu karena mencari keridhoan Allah atas semua aktivitas tersebut, maka itulah ibadah di sisi Allah SWT.
Apalagi, aktivitas tersebut selalu berorientasi kepada kemaslahatan untuk orang banyak, agar mereka bisa hidup lebih baik di dunia ini dan mendapatkan kemuliaan di akherat kelak.
Orang bertakwa selalu sibuk, tidak hanya untuk urusan pribadinya, tapi juga selalu sibuk dalam membantu orang lain agar mendapatkan kebaikan hidup di dunia dan di akherat, sebagaimana firman Allah: “Dan , ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil : Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat kebaikanlah kepada ibu bapa, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali sebahagian kecil daripada kamu, dan kamu selalu berpaling. (QS:2:83)
Oleh Naharus Surur
sumber : www.republika.co.id