Apabila kita mengamati ayat ayat Al Quran dan berbagai hadits tentang tugas para Nabi dan para Rasul, termasuk Rasulullah SAW, yang harus diteruskan oleh umat dan para pengikutnya, dapat disimpulkan dalam dua tugas utama, yaitu islah dan itmam atau perbaikan dan penyempurnaan.
Islah menpunyai pengertian mengoreksi, memperbaiki, dan meluruskan berbagai perilaku yang menyimpang dari ketentuan ajaran Islam, sekaligus menyimpang dari fitrah manusia. Sebab Islam itu adalah agama Fitrah.
Islah juga merupakan agama yang selaras dan sejalan dengan nilai-nilai kemanusiaan, sekaligus sesuai dengan kebutuhannya.
Tidak akan pernah terjadi pertentangan antara Islam dengan fitrah manusia. Hal ini secara jelas sebagaimana digambarkan dalam QS Ar Ruum (30) ayat 30.
Islah dalam bidang akidah dan keimanan, agar manusia hanya mau menyembah dan beribadah kepada Allah SWT, bukan kepada makhluk ciptaan Nya , baik yang bernyawa, apalagi yang tidak.
Fitrah dan naluri manusia selalu ingin menyembah sekaligus berkomunikasi dengan sesuatu di luar dirinya. Itulah Allah SWT, Dzat yang Maha Pencipta, Dzat yang Maha Perkasa, Dzat yang Maha Pengasih, Penyayang dan sifat sifat indah lainnya.
Islah dalam bidang ibadah, agar ibadahnya sesuai dengan yang dicontohkan Rasulullah SAW. Ibadah diiringi dengan niat ikhlas karena Allah SWT dan dilakukan dengan penuh kesungguhan dan kekhusyukan.
Islah dalam bidang muamalah dan akhlak, baik kepada Allah SWT maupun kepada sesama manusia, agar terjadi komunikasi dan interaksi yang harmonis, tidak saling mengganggu, tidak saling memfitnah dan tidak saling menghancurkan seperti sering terjadi saat ini.
Demikian pula akhlak terhadap lingkungan dan alam sekitar, tidak menggunduli hutan, tidak membangun rumah dan vila di daerah yang diperuntukkan untuk resapan air, tidak membuat hunian di pinggir kali.
Tidak pula membuang sampah sembarangan dan tidak merusak tanaman dan pepohonan. Sebab jika hal itu dilakukan akan mengakibatkan kerusakan dan kehancuran, seperti juga terjadi pada saat ini. Semua itu diungkapkan secara eksplisit dan implisit dalam al Quran dan Hadits Nabi.
Islah dalam bidang ekonomi, meninggalkan perbuatan riba (baca: bunga) tidak mempermainkan takaran dan timbangan, tidak menipu, tidak khianat, tidak merugikan orang lain, dan tidak melakukan kegiatan jual beli barang yang diharamkan, dan lain sebagainya.
Islah dalam bidang siyaasah (politik) tidak menghalalkan segala cara untuk mendapatkan jabatan dan kedudukan, menjadikan kekuatan politik sebagai sarana untuk menegakkan keadilan, kejujuran dan, kebaikan.
Jika islah ini terus menerus di lakukan dalam berbagai bidang kehidupan, dan masyarakat sudah terbiasa dengannya, maka tinggal melakukan penyempurnaan (itmam) agar lebih bermakna , lebih langgeng, sekaligus menjadikan umat Islam sebagai khaira uimmah. Wallahu alam bi ash shawab
, Oleh KH Didin Hafidhuddin
Islah menpunyai pengertian mengoreksi, memperbaiki, dan meluruskan berbagai perilaku yang menyimpang dari ketentuan ajaran Islam, sekaligus menyimpang dari fitrah manusia. Sebab Islam itu adalah agama Fitrah.
Islah juga merupakan agama yang selaras dan sejalan dengan nilai-nilai kemanusiaan, sekaligus sesuai dengan kebutuhannya.
Tidak akan pernah terjadi pertentangan antara Islam dengan fitrah manusia. Hal ini secara jelas sebagaimana digambarkan dalam QS Ar Ruum (30) ayat 30.
Islah dalam bidang akidah dan keimanan, agar manusia hanya mau menyembah dan beribadah kepada Allah SWT, bukan kepada makhluk ciptaan Nya , baik yang bernyawa, apalagi yang tidak.
Fitrah dan naluri manusia selalu ingin menyembah sekaligus berkomunikasi dengan sesuatu di luar dirinya. Itulah Allah SWT, Dzat yang Maha Pencipta, Dzat yang Maha Perkasa, Dzat yang Maha Pengasih, Penyayang dan sifat sifat indah lainnya.
Islah dalam bidang ibadah, agar ibadahnya sesuai dengan yang dicontohkan Rasulullah SAW. Ibadah diiringi dengan niat ikhlas karena Allah SWT dan dilakukan dengan penuh kesungguhan dan kekhusyukan.
Islah dalam bidang muamalah dan akhlak, baik kepada Allah SWT maupun kepada sesama manusia, agar terjadi komunikasi dan interaksi yang harmonis, tidak saling mengganggu, tidak saling memfitnah dan tidak saling menghancurkan seperti sering terjadi saat ini.
Demikian pula akhlak terhadap lingkungan dan alam sekitar, tidak menggunduli hutan, tidak membangun rumah dan vila di daerah yang diperuntukkan untuk resapan air, tidak membuat hunian di pinggir kali.
Tidak pula membuang sampah sembarangan dan tidak merusak tanaman dan pepohonan. Sebab jika hal itu dilakukan akan mengakibatkan kerusakan dan kehancuran, seperti juga terjadi pada saat ini. Semua itu diungkapkan secara eksplisit dan implisit dalam al Quran dan Hadits Nabi.
Islah dalam bidang ekonomi, meninggalkan perbuatan riba (baca: bunga) tidak mempermainkan takaran dan timbangan, tidak menipu, tidak khianat, tidak merugikan orang lain, dan tidak melakukan kegiatan jual beli barang yang diharamkan, dan lain sebagainya.
Islah dalam bidang siyaasah (politik) tidak menghalalkan segala cara untuk mendapatkan jabatan dan kedudukan, menjadikan kekuatan politik sebagai sarana untuk menegakkan keadilan, kejujuran dan, kebaikan.
Jika islah ini terus menerus di lakukan dalam berbagai bidang kehidupan, dan masyarakat sudah terbiasa dengannya, maka tinggal melakukan penyempurnaan (itmam) agar lebih bermakna , lebih langgeng, sekaligus menjadikan umat Islam sebagai khaira uimmah. Wallahu alam bi ash shawab
, Oleh KH Didin Hafidhuddin
sumber : www.republika.co.id