“Sesungguhnya telah datang kepada kalian seorang Rasul dari kalanganmu sendiri. Berat terasa olehnya penderitaan kalian dan dia sangat menginginkan (keselamatan dan keamanan) bagi kalian serta amat belas kasih lagi penyayang tehadap kaum Mukmin.” (QS At-Taubah:128).
Di tengah perilaku kekerasan yang melanda masyarakat, juga masih berlakunya upaya memaksakan kehendak, lunturnya kepedulian sosial, kekerasan dalam rumah tangga, dan dendam yang diperturutkan maka sikap lemah lembut mestinya menjadi pilihan.
Termasuk dalam menyikapi berbagai persoalan kehidupan. Becermin dari teladan Nabi Muhammad SAW, mestinya mampu menirunya dalam bersikap dan bertindak.
Setidaknya ada tiga perilaku teladan Rasul yang memperlihatkan kelembutan hati. Ketiga sikap itu, yakni rela memaafkan, rendah hati (tawadhu), dan memberi tanpa pamrih. Ketiga sikap tersebut bersumber pada luasnya limpahan rasa kasih sayang beliau pada umatnya.
“Maka disebabkan rahmat dari Allahlah kamu (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu ….” (QS Ali Imran:159).
Rasulullah SAW sering memaafkan bukan karena terpaksa atau karena tidak mampu membalas. Melainkan karena beliau mempunyai kasih sayang dan keikhlasan sempurna. Sikap ini beliau contohkan bukan karena adanya paksaan tetapi semata-mata untuk mendapatkan ridha Allah.
Menurut Imam Al-Ghazali memaafkan yang hakiki adalah ketika seseorang berhak untuk membalas terhadap seseorang namun hak itu dilenyapkan atau digugurkan sendiri. Sekalipun orang tersebut berkuasa pula mengambil haknya itu.
Sikap tawadhu, bukan berarti merendahkan martabat. Ini justru menambah ketinggian akhlak. Rasul SAW berpesan, “Rendah hati itu tidak menambah seseorang melainkan ketinggian. Karena itu bersikaplah rendah hati, pasti Allah akan meninggikan derajatmu.”
Sikap selanjutnya adalah memberi sesuatu yang kita miliki tanpa pamrih. “Dan janganlah kamu memberi dengan maksud memperoleh balasan yang lebih banyak.” (QS 74:6).
Salah satu bentuk pemberian berupa harta yang kita miliki adalah sedekah. Bersedekah itu tidak memengaruhi harta seseorang melainkan akan semakin menambah jumlahnya. “Karena itu bersedekahlah, pasti Allah akan memberikan kasih sayang-Nya pada kalian semua.” (HR Ad-Dailami dan Ashfihani).
Lebih jauh Rasul bersabda, “Seutama-utamanya akhlak dunia dan akhirat adalah engkau menghubungkan tali silaturahim dengan orang yang memutuskan silaturahim denganmu, memberi sesuatu kepada orang yang menghalang-halangi pemberian padamu, serta memberi maaf kepada orang yang menganiayamu.” (HR Thabrani, Baihaqi, dan Ibnu Abi Ad-Dunya).
Karena itu, sikap yang melembutkan hati sebagaimana dicontohkan Rasulullah tersebut layak dihidupkan kembal. Minimal dalam kehidupan pribadi, keluarga, hubungan kerja, ataupun masyarakat sekitar kita. Wallahu a"lam bish shawab.
, Oleh: Faisal M Taufiq
sumber : www.republika.co.id
Di tengah perilaku kekerasan yang melanda masyarakat, juga masih berlakunya upaya memaksakan kehendak, lunturnya kepedulian sosial, kekerasan dalam rumah tangga, dan dendam yang diperturutkan maka sikap lemah lembut mestinya menjadi pilihan.
Termasuk dalam menyikapi berbagai persoalan kehidupan. Becermin dari teladan Nabi Muhammad SAW, mestinya mampu menirunya dalam bersikap dan bertindak.
Setidaknya ada tiga perilaku teladan Rasul yang memperlihatkan kelembutan hati. Ketiga sikap itu, yakni rela memaafkan, rendah hati (tawadhu), dan memberi tanpa pamrih. Ketiga sikap tersebut bersumber pada luasnya limpahan rasa kasih sayang beliau pada umatnya.
“Maka disebabkan rahmat dari Allahlah kamu (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu ….” (QS Ali Imran:159).
Rasulullah SAW sering memaafkan bukan karena terpaksa atau karena tidak mampu membalas. Melainkan karena beliau mempunyai kasih sayang dan keikhlasan sempurna. Sikap ini beliau contohkan bukan karena adanya paksaan tetapi semata-mata untuk mendapatkan ridha Allah.
Menurut Imam Al-Ghazali memaafkan yang hakiki adalah ketika seseorang berhak untuk membalas terhadap seseorang namun hak itu dilenyapkan atau digugurkan sendiri. Sekalipun orang tersebut berkuasa pula mengambil haknya itu.
Sikap tawadhu, bukan berarti merendahkan martabat. Ini justru menambah ketinggian akhlak. Rasul SAW berpesan, “Rendah hati itu tidak menambah seseorang melainkan ketinggian. Karena itu bersikaplah rendah hati, pasti Allah akan meninggikan derajatmu.”
Sikap selanjutnya adalah memberi sesuatu yang kita miliki tanpa pamrih. “Dan janganlah kamu memberi dengan maksud memperoleh balasan yang lebih banyak.” (QS 74:6).
Salah satu bentuk pemberian berupa harta yang kita miliki adalah sedekah. Bersedekah itu tidak memengaruhi harta seseorang melainkan akan semakin menambah jumlahnya. “Karena itu bersedekahlah, pasti Allah akan memberikan kasih sayang-Nya pada kalian semua.” (HR Ad-Dailami dan Ashfihani).
Lebih jauh Rasul bersabda, “Seutama-utamanya akhlak dunia dan akhirat adalah engkau menghubungkan tali silaturahim dengan orang yang memutuskan silaturahim denganmu, memberi sesuatu kepada orang yang menghalang-halangi pemberian padamu, serta memberi maaf kepada orang yang menganiayamu.” (HR Thabrani, Baihaqi, dan Ibnu Abi Ad-Dunya).
Karena itu, sikap yang melembutkan hati sebagaimana dicontohkan Rasulullah tersebut layak dihidupkan kembal. Minimal dalam kehidupan pribadi, keluarga, hubungan kerja, ataupun masyarakat sekitar kita. Wallahu a"lam bish shawab.
, Oleh: Faisal M Taufiq
sumber : www.republika.co.id