‘’Hendaklah kalian berlaku jujur, karena kejujuran itu menunjukkan kepada kebaikan, dan kebaikan menunjukkan jalan menuju surga.’’ (HR Bukhari). Kejujuran adalah mata uang yang berlaku di mana-mana. Demikian sebuah ungkapan bijak menuturkan.
Ya, kejujuran adalah sebuah sikap yang menunjukkan jati diri seseorang yang sebenarnya. Seseorang yang senantiasa bersikap jujur baik dalam ucapan maupun tindakan, meskipun pahit dan berisiko, bisa dipastikan dia memiliki integritas moral yang baik.
Islam sangat menjunjung tinggi kejujuran. Dalam Islam, jujur menjadi salah satu sifat mutlak seorang Nabi atau Rasul.
Orang-orang yang berlaku jujur, dalam Alquran disandingkan dengan para Nabi, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh.
Sebaliknya, kebohongan adalah awal kehancuran. Seseorang yang sudah biasa berbohong, baik dalam ucapan maupun tindakan, pada hakikatnya sedang menjerumuskan dirinya dalam kehinaan. Dia sedang menggali kuburnya sendiri.
Karena kebohongan yang dia lakukan lambat laun pasti akan terbongkar. Ibarat kata, sepandai apa pun seseorang menyembunyikan bangkai, akhirnya akan tericium juga. Kalau kita lihat dan amati kondisi saat ini, tampaknya kejujuran sudah menjadi barang langka.
Demi menjaga citra diri di hadapan publik dan dengan dalih gengsi, seringkali banyak orang tak jujur kepada dirinya sendiri apalagi kepada orang lain. Mereka lebih senang memakai topeng, daripada menunjukkan wajah aslinya.
Padahal, semakin lama topeng-topeng tersebut mereka kenakan, semakin jauh mereka dari jati diri mereka. Hakikatnya, semakin menyiksa diri mereka sendiri karena harus hidup dalam kepura-puraan.
Orang-orang yang ingin dianggap sebagai orang kaya, misalnya, akan bersikap dan bertindak seolah-olah orang kaya. Semakin dia memaksakan diri mengikuti gaya hidup orang kaya, semakin tersiksa pikiran dan jiwanya.
Karena dia harus berpikir keras untuk dapat memenuhi tuntutan seolah-olah menjadi orang kaya. Para pedagang, yang hanya menjalankan usaha atau bisnisnya dengan tujuan komersial, akan sangat mudah berlaku tidak jujur alias berbohong.
Tidak jarang kita jumpai, mereka berlaku tidak jujur dalam menjalankan roda bisnisnya. Dalam perkataan, mereka bahkan berani bersumpah atas nama Allah untuk meyakinkan pembeli agar tertarik untuk membali barang dagangannya.
Dalam tindakan, ada pedagang yang mengurangi timbangannya dengan beragam cara, dengan tujuan mendapat keuntungan lebih banyak dari kondisi timbangan normal. Para pejabat publik berlaku bohong untuk memenuhi pundi-pundi kekeyaannya.
Para intelektual, demi memenuhi persyaratan angka kredit untuk kenaikan pangkatnya, tidak jarang melakukan perilaku tak terpuji. Mereka melakukan plagiarisme, membuat data fiktif, serta tindak kecurangan lainnya.
Karena itu, berlaku jujurlah baik dalam ucapan dan tindakan. Betapapun pahitnya, yakinlah kejujuran akan lebih dihargai dan mendapat tempat di hati orang lain daripada kebohongan.
, Oleh: Didi Junaedi
sumber : www.republika.co.id
Ya, kejujuran adalah sebuah sikap yang menunjukkan jati diri seseorang yang sebenarnya. Seseorang yang senantiasa bersikap jujur baik dalam ucapan maupun tindakan, meskipun pahit dan berisiko, bisa dipastikan dia memiliki integritas moral yang baik.
Islam sangat menjunjung tinggi kejujuran. Dalam Islam, jujur menjadi salah satu sifat mutlak seorang Nabi atau Rasul.
Orang-orang yang berlaku jujur, dalam Alquran disandingkan dengan para Nabi, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh.
Sebaliknya, kebohongan adalah awal kehancuran. Seseorang yang sudah biasa berbohong, baik dalam ucapan maupun tindakan, pada hakikatnya sedang menjerumuskan dirinya dalam kehinaan. Dia sedang menggali kuburnya sendiri.
Karena kebohongan yang dia lakukan lambat laun pasti akan terbongkar. Ibarat kata, sepandai apa pun seseorang menyembunyikan bangkai, akhirnya akan tericium juga. Kalau kita lihat dan amati kondisi saat ini, tampaknya kejujuran sudah menjadi barang langka.
Demi menjaga citra diri di hadapan publik dan dengan dalih gengsi, seringkali banyak orang tak jujur kepada dirinya sendiri apalagi kepada orang lain. Mereka lebih senang memakai topeng, daripada menunjukkan wajah aslinya.
Padahal, semakin lama topeng-topeng tersebut mereka kenakan, semakin jauh mereka dari jati diri mereka. Hakikatnya, semakin menyiksa diri mereka sendiri karena harus hidup dalam kepura-puraan.
Orang-orang yang ingin dianggap sebagai orang kaya, misalnya, akan bersikap dan bertindak seolah-olah orang kaya. Semakin dia memaksakan diri mengikuti gaya hidup orang kaya, semakin tersiksa pikiran dan jiwanya.
Karena dia harus berpikir keras untuk dapat memenuhi tuntutan seolah-olah menjadi orang kaya. Para pedagang, yang hanya menjalankan usaha atau bisnisnya dengan tujuan komersial, akan sangat mudah berlaku tidak jujur alias berbohong.
Tidak jarang kita jumpai, mereka berlaku tidak jujur dalam menjalankan roda bisnisnya. Dalam perkataan, mereka bahkan berani bersumpah atas nama Allah untuk meyakinkan pembeli agar tertarik untuk membali barang dagangannya.
Dalam tindakan, ada pedagang yang mengurangi timbangannya dengan beragam cara, dengan tujuan mendapat keuntungan lebih banyak dari kondisi timbangan normal. Para pejabat publik berlaku bohong untuk memenuhi pundi-pundi kekeyaannya.
Para intelektual, demi memenuhi persyaratan angka kredit untuk kenaikan pangkatnya, tidak jarang melakukan perilaku tak terpuji. Mereka melakukan plagiarisme, membuat data fiktif, serta tindak kecurangan lainnya.
Karena itu, berlaku jujurlah baik dalam ucapan dan tindakan. Betapapun pahitnya, yakinlah kejujuran akan lebih dihargai dan mendapat tempat di hati orang lain daripada kebohongan.
, Oleh: Didi Junaedi
sumber : www.republika.co.id