Rasulullah adalah tokoh teladan terbaik dalam mengajarkan sikap toleransi kepada umatnya.
Toleransi merupakan sikap untuk mengayomi orang-orang yang berbeda keyakinan dan kedudukan yang tidak menebar permusuhan. Rasulullah tidak hanya sebagai Nabi, beliau juga kepala keluarga, panglima perang, dan kepala negara. Kedudukan dan kekuasaan yang diperolehnya tidak menjadikannya sebagai orang yang bertindak kasar dan keras.
Sebagai Nabi, sikap toleransi yang beliau tunjukkan ialah memaafkan dan bahkan mendoakan kaum yang telah berbuat jahat kepada beliau ketika berdakwah. Setelah wafatnya paman beliau, Abu Thalib, Nabi SAW berkunjung ke perkampungan Thaif. Beliau menemui tiga orang dari pemuka suku kaum Tsaqif, yaitu Abdi Yalel, Khubaib, dan Mas'ud.
Nabi mengajak mereka untuk melindungi para sahabatnya agar tidak diganggu oleh suku Quraisy. Namun, kenyataan pedih yang dialami beliau. Nabi diusir dan dilempari batu oleh kaum Tsaqif. Akibatnya, darah pun mengalir dari tubuh beliau.
Menyaksikan kejadian itu, Malaikat Jibril memohon izin untuk menghancurkan kaum Tsaqif karena telah menyiksa Nabi. Namun, apa jawaban Nabi? “Jangan! Jangan! Aku berharap Allah akan mengeluarkan dari tulang sulbi mereka keturunan yang akan menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan apa pun.”
Beliau pun berdoa untuk kaum Tsaqif. "Ya Allah, berilah petunjuk kepada kaumku, karena mereka belum mengetahui (kebenaran).” (HR Baihaqi).
Pada lain kesempatan, sebagai pemimpin negara, Rasulullah SAW juga menunjukkan sikap tolerannya. Ketika terjadi keributan antara kaum Muslim dan kaum Quraisy serta Yahudi, Rasul menawarkan solusi dengan membuat Piagam Madinah untuk mencari kedamaian dan ketenteraman kehidupan di masyarakat. Seperti yang terdapat pada pasal 16 yang tertulis, “Sesungguhnya orang Yahudi yang mengikuti kita berhak atas pertolongan dan santunan, sepanjang (kaum mukminin) tidak terzalimi dan ditentang.”
Selain Piagam Madinah, pada peristiwa penaklukkan Kota Makkah (Fathu Makkah), Rasulullah SAW juga menunjukkan toleransi yang sangat indah. Penduduk Makkah yang selama ini memusuhi Rasulullah, ketakutan ketika umat Islam berhasil menaklukkan Kota Makkah. Sebab, sebelum penaklukan itu, umat Islam sering ditindas oleh kaum kafir Quraisy Makkah. Tak jarang, mereka juga menghalang-halangi dakwah Rasul, bahkan hingga bermaksud membunuhnya.
Namun, setelah penaklukkan Kota Makkah itu, Rasul memaafkan sikap mereka. Tidak ada balas dendam. Kekuasaan yang dimilikinya, tak menjadikan diri Rasul menjadi sombong atau bertindak sewenang-wenang. Ketika penduduk Quraisy menanti keputusan beliau, Rasul bersabda, “Saya hanya katakan kepada kalian sebagaimana ucapan Nabi Yusuf kepada para saudaranya, 'Tiada celaan atas kalian pada hari ini'. Pergilah! Kalian semua bebas.” (HR Baihaqi).
Itulah di antara contoh toleransi Rasulullah. Pantaslah bila beliau menjadi suri teladan bagi umat Islam dalam berbagai hal. (QS al-Ahzab: 21).
Oleh Saiful Arif Yazidsumber : www.republika.co.id
Toleransi merupakan sikap untuk mengayomi orang-orang yang berbeda keyakinan dan kedudukan yang tidak menebar permusuhan. Rasulullah tidak hanya sebagai Nabi, beliau juga kepala keluarga, panglima perang, dan kepala negara. Kedudukan dan kekuasaan yang diperolehnya tidak menjadikannya sebagai orang yang bertindak kasar dan keras.
Sebagai Nabi, sikap toleransi yang beliau tunjukkan ialah memaafkan dan bahkan mendoakan kaum yang telah berbuat jahat kepada beliau ketika berdakwah. Setelah wafatnya paman beliau, Abu Thalib, Nabi SAW berkunjung ke perkampungan Thaif. Beliau menemui tiga orang dari pemuka suku kaum Tsaqif, yaitu Abdi Yalel, Khubaib, dan Mas'ud.
Nabi mengajak mereka untuk melindungi para sahabatnya agar tidak diganggu oleh suku Quraisy. Namun, kenyataan pedih yang dialami beliau. Nabi diusir dan dilempari batu oleh kaum Tsaqif. Akibatnya, darah pun mengalir dari tubuh beliau.
Menyaksikan kejadian itu, Malaikat Jibril memohon izin untuk menghancurkan kaum Tsaqif karena telah menyiksa Nabi. Namun, apa jawaban Nabi? “Jangan! Jangan! Aku berharap Allah akan mengeluarkan dari tulang sulbi mereka keturunan yang akan menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan apa pun.”
Beliau pun berdoa untuk kaum Tsaqif. "Ya Allah, berilah petunjuk kepada kaumku, karena mereka belum mengetahui (kebenaran).” (HR Baihaqi).
Pada lain kesempatan, sebagai pemimpin negara, Rasulullah SAW juga menunjukkan sikap tolerannya. Ketika terjadi keributan antara kaum Muslim dan kaum Quraisy serta Yahudi, Rasul menawarkan solusi dengan membuat Piagam Madinah untuk mencari kedamaian dan ketenteraman kehidupan di masyarakat. Seperti yang terdapat pada pasal 16 yang tertulis, “Sesungguhnya orang Yahudi yang mengikuti kita berhak atas pertolongan dan santunan, sepanjang (kaum mukminin) tidak terzalimi dan ditentang.”
Selain Piagam Madinah, pada peristiwa penaklukkan Kota Makkah (Fathu Makkah), Rasulullah SAW juga menunjukkan toleransi yang sangat indah. Penduduk Makkah yang selama ini memusuhi Rasulullah, ketakutan ketika umat Islam berhasil menaklukkan Kota Makkah. Sebab, sebelum penaklukan itu, umat Islam sering ditindas oleh kaum kafir Quraisy Makkah. Tak jarang, mereka juga menghalang-halangi dakwah Rasul, bahkan hingga bermaksud membunuhnya.
Namun, setelah penaklukkan Kota Makkah itu, Rasul memaafkan sikap mereka. Tidak ada balas dendam. Kekuasaan yang dimilikinya, tak menjadikan diri Rasul menjadi sombong atau bertindak sewenang-wenang. Ketika penduduk Quraisy menanti keputusan beliau, Rasul bersabda, “Saya hanya katakan kepada kalian sebagaimana ucapan Nabi Yusuf kepada para saudaranya, 'Tiada celaan atas kalian pada hari ini'. Pergilah! Kalian semua bebas.” (HR Baihaqi).
Itulah di antara contoh toleransi Rasulullah. Pantaslah bila beliau menjadi suri teladan bagi umat Islam dalam berbagai hal. (QS al-Ahzab: 21).
Oleh Saiful Arif Yazidsumber : www.republika.co.id