Orang yang pemalu mungkin jarang mau berkomunikasi dengan bertatap muka. Namun sebuah penelitian terbaru menunjukkan bahwa si pemalu mempunyai kemampuan yang sangat baik untuk mengenali ekspresi wajah orang.
Penelitian yang dipresentasikan pada American Psychological Association pada bulan ini menemukan bahwa orang pemalu lebih baik dalam membaca ekspresi wajah. Hal ini menarik karena penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa orang pemalu cenderung salah menafsirkan ekspresi wajah.
Dalam studi itu, orang dewasa usia kuliah yang pemalu lebih mampu mengenali ekspresi wajah kesedihan dan ketakutan dibandingkan mereka yang tidak malu, Rabu (22/8).
Dengan temuan ini, penulis studi Laura Graves O'Haver, yang merupakan mahasiswa doktoral di Southern Illinois University di Carbondale mengatakan, mungkin ada beberapa aspek positif dari rasa malu untuk ditelusuri. "Kita cenderung berpikirian jelek dengan orang pemalu," jelasnya.
Grave mengalisa informasi dari 241 mahasiswa (rata-rata usia 19 tahun) dengan survei secara online. Peserta ditunjukkan 110 foto wajah dan diminta mengidentifikasikan ekspresi wajah (senang, sedih, marah, takut, terkejut, jijik, netral).
Untuk menentukan tingkat rasa palu, para peserta harus menjawab pertanyaan seperti "saya merasa sulit meminta informasi" dan "aku tidak nyaman di pesta", atau "saya merasa tegang dengan orang yang tidak saya kenal".
Secara keseluruhan, orang mampu mengidentifikasi ekspresi wajah cukup baik dengan tingkat akurasi 81 persen.
Orang-orang yang skala rasa malunya tinggi, lebih akurat untuk mengidentifikasi ekspresi wajah sedih dan ketakutan daripada yang nilainya rendah.
Lalu apa alasannya? Ketika peserta ditanya bagaimana perasaan mereka selama studi, orang-orang pemalu lebih cenderung berada dalam suasana hati yang buruk. Hal ini bisa menjelaskan hasilnya, karena studi telah menemukan bahwa orang-orang dalam suasana hati yang buruk cenderung melihat hal-hal lain dalam cahaya yang negatif.
"Seperti kebalikan dari kacamata berwarna merah," kata Graves O'Haver.
Selain itu juga kemungkinan kemampuan superior yang mengenali ekspresi wajah sedih dan takut dapat berkontribusi pada rasa malu orang. Orang pemalu melihat emosi negatif pada wajah orang-orang, "yang bisa membuat Anda merasa malu," kata Graves O'Haver.
Namun, Graves O'Haver menekankan studi hanya menunjukkan asosiasi, dan bukan hubungan sebab-akibat. Selain itu, lanjut Graves, penelitian ini juga dilakukan secara online, tidak jelas seberapa baik hasilnya akan jika diterjemahkan ke dalam situasi nyata. Dia ingin melakukan studi lain yang mirip percakapan dalam kehidupan nyata, mungkin dengan menggunakan video, bukan foto