Siang itu tidak begitu panas di Balikpapan. Selepas shalat Zuhur saya siap di lobi hotel menunggu jemputan. Bapak Jailani, ketua Badan Amil Zakat Balikpapan, berjanji akan membawa saya mengikuti penyerahan Paket Ceria Ramadhan di beberapa titik hari itu. Ini kali kedua saya ikut, karena kebetulan sedang berada di Balikpapan dalam rangkaian ceramah Ramadhan di Kaltim.
Beberapa tahun lalu saya ikut mendampingi Wakil Wali Kota Rizal Efendi, yang sekarang menjadi wali kota, untuk mengantar paket kasih sayang kepada beberapa keluarga miskin. Rombongan para pejabat dan dermawan Kota Balikpapan turun naik bukit mengantarkan paket bantuan ke rumah-rumah keluarga miskin yang sudah disurvei sebelumnya.
Dalam perjalanan menuju lokasi, saya sempat berbincang-bincang dengan Pak Jai, begitu dia biasa disapa. Orangnya masih muda, energik, dan selalu penuh semangat. “Pak Jai, hari ini berapa paket yang harus diantar? tanya saya memulai percakapan.
“Sekitar 40 paket, Pak?” jawabnya. “Setiap paket isinya berapa?” tanya saya lebih lanjut. “Sembako seharga Rp 400 ribu dan uang tunai Rp 250 ribu.” Menurut penjelasan Pak Jai, selama Ramadhan hampir tiap hari 30 sampai 40 paket diantar langsung kepada keluarga miskin.
Badan Amil Zakat Balikpapan bertugas menghubungi para muhsinin, baik dari kalangan pejabat daerah maupun masyarakat umum untuk membantu orang-orang miskin. Pelaksanaan teknis dibantu oleh dua media lokal untuk memantau keberadaan keluarga miskin yang layak disantuni.
Pada awal program lima tahun lalu, hanya 40 paket yang dibagi selama Ramadhan, tetapi sekarang sudah meningkat 20 kali lipat. Publikasi program ini di media mendorong banyak pihak tergerak hatinya untuk ikut membantu.
Mengapa harus diantar paket-paket itu ke rumah setiap keluarga miskin, bukankah lebih praktis jika semua keluarga miskin yang akan dibantu itu diundang ke suatu tempat, lalu diadakan upacara, sambutan-sambutan, dan bantuan dibagikan? Sehingga 800 paket itu dapat dibagikan sekaligus sekali acara. Selesai. Lebih mudah dan lebih praktis.
Tatkala hal itu saya tanyakan kepada Pak Jai, sekretaris MUI Balikpapan itu menyatakan bahwa tujuan dari mendatangi langsung itu karena penghormatan mereka terhadap orang miskin.
“Kita ingin memuliakan orang miskin.” Sungguh menarik alasan yang dikemukakan Pak Jai, memuliakan orang miskin.
Saya terbayang beberapa peristiwa mengenaskan yang diberitakan media, orang-orang miskin berdesak-desakan, berhimpit-himpitan, antre panjang mengular untuk mendapat bantuan dari orang kaya yang membagikan zakat atau sedekahnya. Tidak jarang terjadi dorong-mendorong hingga ada yang terinjak. Akibatnya, tak jarang timbul korban jiwa. Sangat disayangkan bila keinginan untuk memuliakan orang miskin, justru menyebabkan jatuhnya korban jiwa.
Alangkah indahnya apa yang diinisiasi Pak Jai dan kawan-kawan, mengajak para pejabat dan orang-orang kaya membantu orang miskin dengan tetap memuliakan mereka. Semoga memberi inspirasi.
Oleh: Prof Dr Yunahar Ilyas
sumber : www.republika.co.id
Beberapa tahun lalu saya ikut mendampingi Wakil Wali Kota Rizal Efendi, yang sekarang menjadi wali kota, untuk mengantar paket kasih sayang kepada beberapa keluarga miskin. Rombongan para pejabat dan dermawan Kota Balikpapan turun naik bukit mengantarkan paket bantuan ke rumah-rumah keluarga miskin yang sudah disurvei sebelumnya.
Dalam perjalanan menuju lokasi, saya sempat berbincang-bincang dengan Pak Jai, begitu dia biasa disapa. Orangnya masih muda, energik, dan selalu penuh semangat. “Pak Jai, hari ini berapa paket yang harus diantar? tanya saya memulai percakapan.
“Sekitar 40 paket, Pak?” jawabnya. “Setiap paket isinya berapa?” tanya saya lebih lanjut. “Sembako seharga Rp 400 ribu dan uang tunai Rp 250 ribu.” Menurut penjelasan Pak Jai, selama Ramadhan hampir tiap hari 30 sampai 40 paket diantar langsung kepada keluarga miskin.
Badan Amil Zakat Balikpapan bertugas menghubungi para muhsinin, baik dari kalangan pejabat daerah maupun masyarakat umum untuk membantu orang-orang miskin. Pelaksanaan teknis dibantu oleh dua media lokal untuk memantau keberadaan keluarga miskin yang layak disantuni.
Pada awal program lima tahun lalu, hanya 40 paket yang dibagi selama Ramadhan, tetapi sekarang sudah meningkat 20 kali lipat. Publikasi program ini di media mendorong banyak pihak tergerak hatinya untuk ikut membantu.
Mengapa harus diantar paket-paket itu ke rumah setiap keluarga miskin, bukankah lebih praktis jika semua keluarga miskin yang akan dibantu itu diundang ke suatu tempat, lalu diadakan upacara, sambutan-sambutan, dan bantuan dibagikan? Sehingga 800 paket itu dapat dibagikan sekaligus sekali acara. Selesai. Lebih mudah dan lebih praktis.
Tatkala hal itu saya tanyakan kepada Pak Jai, sekretaris MUI Balikpapan itu menyatakan bahwa tujuan dari mendatangi langsung itu karena penghormatan mereka terhadap orang miskin.
“Kita ingin memuliakan orang miskin.” Sungguh menarik alasan yang dikemukakan Pak Jai, memuliakan orang miskin.
Saya terbayang beberapa peristiwa mengenaskan yang diberitakan media, orang-orang miskin berdesak-desakan, berhimpit-himpitan, antre panjang mengular untuk mendapat bantuan dari orang kaya yang membagikan zakat atau sedekahnya. Tidak jarang terjadi dorong-mendorong hingga ada yang terinjak. Akibatnya, tak jarang timbul korban jiwa. Sangat disayangkan bila keinginan untuk memuliakan orang miskin, justru menyebabkan jatuhnya korban jiwa.
Alangkah indahnya apa yang diinisiasi Pak Jai dan kawan-kawan, mengajak para pejabat dan orang-orang kaya membantu orang miskin dengan tetap memuliakan mereka. Semoga memberi inspirasi.
Oleh: Prof Dr Yunahar Ilyas
sumber : www.republika.co.id