Air dihadirkan oleh Allah dalam kehidupan manusia sebagai rezeki (QS al-Baqarah [2]:22). Namun, air tidak sekadar rezeki, ia pun menjadi ayat kauniyah, tanda kebesaran-Nya, yang perlu dibaca agar kita merengkuh pesan moral (QS adz-Dzariyat [51]: 20-21). Ada sejumlah pesan moral yang dapat dipelajari dari air.
Pertama, air itu menghidupi. Allah SWT berfirman, "Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup." (QS al-Anbiya' [21]: 30). Air menumbuhkan tanaman, menyuburkan tanah, bahkan mengalirkan oksigen dalam darah manusia. Di mana pun air berada, ia bermanfaat. Manusia pun selayaknya demikian. Rasulullah SAW bersabda, "Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi yang lain." (HR Ahmad).
Kedua, ia bergerak tanpa henti. Karena jika ia diam, pasti kotor dan keruh. Imam Syafii berkata, "Saya lihat air yang diam menyebabkan kotor. Bila dia mengalir, ia menjadi bersih. Dan bila tidak mengalir, ia tidak akan jernih. Singa bila tidak meninggalkan sarangnya, dia tidak akan pernah memakan mangsanya. Dan anak panah bila tidak terlepas dari busurnya, tidak akan pernah mengenai sasarannya."
Orang yang tidak memiliki aktivitas atau pekerjaan, pikiran dan hatinya kemungkinan besar akan keruh dan kotor. Akibatnya, mata dan hatinya melihat secara negatif segala sesuatunya (suuzhan).
Ketiga, Air tak pernah bisa dipecah, atau dihancurkan. Bahkan, ia akan menenggelamkan benda-benda keras yang menghantamnya dan menghanyutkan. Ia hanya akan pecah saat ia mengeras, membeku. Inilah karakter dasar air, yakni mencair, mudah meresap, menguap, dan kembali turun untuk menyejukkan.
Karakter cair ini berguna jika seseorang menghadapi masalah. Karena bila kita bersikap mengeras, membatu, maka kita mudah pecah, stres, gampang dilempar ke sana-sini, dan seterusnya dalam menghadapi samudera kehidupan.
Ketiga, air berpasrah diri (Islam) secara total pada tatanan (kosmos) alam. Ia mengalir dari tempat tinggi ke arah yang lebih rendah. Ia menguap bila terkena panas, membeku jika tersentuh dingin, meresap di tanah, menguap ke awan, dan turun sebagai hujan. Ia kemudian menyatu di lautan raya, berpencar di sungai, kali, dan selokan.
Air mengikuti harmoni alam (sunatullah) yang digariskan Allah SWT. Harmoni alam itu tunduk dan patuh pada prinsip keseimbangan dan keadilan (QS al-Rahman [55]:7). Jika kesimbangan dirusak maka air pun protes. Air berhak atas tempat resapan. Jika tidak ada tempat resapan, air akan terus mencari tempat yang paling rendah.
Jika tak ada yang tepat sebagai resapannya maka terjadilah banjir. Banjir merupakan bentuk protes air karena tempat resapan serta jalan kembali ke lautan raya, tergusur oleh kerakusan dan keserakahan tangan manusia (QS ar-Rum [30]: 41).
Sudahkah kita seperti air, yang berpasrah, tunduk, dan patuh secara total pada Allah SWT? Sudahkah kita memelihara tatanan kehidupan secara adil? Wallahu a'lam bish shawab.
, Oleh M Subhi-Ibrahim
sumber : www.republika.co.id
Pertama, air itu menghidupi. Allah SWT berfirman, "Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup." (QS al-Anbiya' [21]: 30). Air menumbuhkan tanaman, menyuburkan tanah, bahkan mengalirkan oksigen dalam darah manusia. Di mana pun air berada, ia bermanfaat. Manusia pun selayaknya demikian. Rasulullah SAW bersabda, "Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi yang lain." (HR Ahmad).
Kedua, ia bergerak tanpa henti. Karena jika ia diam, pasti kotor dan keruh. Imam Syafii berkata, "Saya lihat air yang diam menyebabkan kotor. Bila dia mengalir, ia menjadi bersih. Dan bila tidak mengalir, ia tidak akan jernih. Singa bila tidak meninggalkan sarangnya, dia tidak akan pernah memakan mangsanya. Dan anak panah bila tidak terlepas dari busurnya, tidak akan pernah mengenai sasarannya."
Orang yang tidak memiliki aktivitas atau pekerjaan, pikiran dan hatinya kemungkinan besar akan keruh dan kotor. Akibatnya, mata dan hatinya melihat secara negatif segala sesuatunya (suuzhan).
Ketiga, Air tak pernah bisa dipecah, atau dihancurkan. Bahkan, ia akan menenggelamkan benda-benda keras yang menghantamnya dan menghanyutkan. Ia hanya akan pecah saat ia mengeras, membeku. Inilah karakter dasar air, yakni mencair, mudah meresap, menguap, dan kembali turun untuk menyejukkan.
Karakter cair ini berguna jika seseorang menghadapi masalah. Karena bila kita bersikap mengeras, membatu, maka kita mudah pecah, stres, gampang dilempar ke sana-sini, dan seterusnya dalam menghadapi samudera kehidupan.
Ketiga, air berpasrah diri (Islam) secara total pada tatanan (kosmos) alam. Ia mengalir dari tempat tinggi ke arah yang lebih rendah. Ia menguap bila terkena panas, membeku jika tersentuh dingin, meresap di tanah, menguap ke awan, dan turun sebagai hujan. Ia kemudian menyatu di lautan raya, berpencar di sungai, kali, dan selokan.
Air mengikuti harmoni alam (sunatullah) yang digariskan Allah SWT. Harmoni alam itu tunduk dan patuh pada prinsip keseimbangan dan keadilan (QS al-Rahman [55]:7). Jika kesimbangan dirusak maka air pun protes. Air berhak atas tempat resapan. Jika tidak ada tempat resapan, air akan terus mencari tempat yang paling rendah.
Jika tak ada yang tepat sebagai resapannya maka terjadilah banjir. Banjir merupakan bentuk protes air karena tempat resapan serta jalan kembali ke lautan raya, tergusur oleh kerakusan dan keserakahan tangan manusia (QS ar-Rum [30]: 41).
Sudahkah kita seperti air, yang berpasrah, tunduk, dan patuh secara total pada Allah SWT? Sudahkah kita memelihara tatanan kehidupan secara adil? Wallahu a'lam bish shawab.
, Oleh M Subhi-Ibrahim
sumber : www.republika.co.id