SALAH satu syarat berhaji adalah memiliki bekal. Baik bekal fisik berupa kemampuan dan kekuatan (istitha'a) maupun bekal materi untuk biaya perjalanan ke Tanah Suci. Selain bekal untuk keluarga yang ditinggalkan. Demikian pendapat Imam Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin.
Tapi di atas semua itu, bekal yang paling baik adalah takwa. Sebagaimana firman Allah SWT (Q.S. Albaqarah: 197), "Berbekallah dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa. Dan bertakwalah kepada-Ku, hai orang-orang yang berakal."
Menurut rumusan termashur, takwa adalah melaksanakan segala perintah Allah, sekaligus meninggalkan larangan-Nya. Beberapa ulama menyebutkan, takwa terdiri dari tiga huruf Hijaiyah, "ta", "qaf", dan "wawu."
"Ta" mengandung arti tawakal. Orang yang tawakal kepada Allah SWT akan dicukupi segala kebutuhannya (Q.S. Aththalaq: 3). Tawakal mencakup dua unsur penting, sabar dan syukur. Sabar ketika mendapat musibah dan syukur ketika mendapat nikmat.
"Qaf" mengandung arti qanaah. Menerima apa adanya. Tidak rakus. Tidak mengharap lebih dari kemampuan yang dimiliki. Rela atas rezeki yang telah diberikan Allah SWT. Sehingga senantiasa merasa puas dan kaya raya (hadis riwayat Imam Turmudzi, dikutip oleh Muhammad Ali Ash Shabuni dalam kitab Min Kunuzis Sunnah). Orang yang bersifat qanaah sangat terpuji, sehingga dianggap aghnan nasi. Manusia kaya raya di dunia.
"Wawu" mengandung makna wara. Apik. Bersih. Mulai dari niat, ucapan, tindakan, makan, minum, dan perbuatan lain sehari-hari, senantiasa terjaga dari hal-hal tercela. Jauh dari segala sesuatu yang haram, yang terlarang. Karena itu, orang yang wara dikategorikan sebagai ahli ibadah yang sungguh-sungguh berkhidmat kepada Allah SWT dengan keimanan yang kuat dan kepada sesama manusia dengan amal saleh yang banyak.
Sabda Rasulullah dalam riwayat Imam Tirmidzi, "Jagalah dirimu dari perbuatan yang diharamkan agama maka engkau akan menjadi ahli ibadah nilai yang sesungguhnya."
Orang yang wara tidak mungkin memakai atau memakan barang-barang haram, baik haram dzatiyah yang dzatnya diharamkan Allah SWT dan Rasul-Nya. Seperti daging babi, darah, bangkai, sesajen untuk berhala, binatang yang disembelih bukan atas nama Allah, benda memabukkan, dll. Maupun haram af'aliyah. Haram cara memperolehnya. Seperti hasil korupsi, judi, zina, serta perbuatan maksiat lainnya.
Itulah bekal terbaik bagi para jemaah haji dalam upaya mencapai nilai mabrur. Ibadah haji yang diterima Allah SWT.
**
Galamedia
Oleh : H. Usep Romli H.M.
jumat, 14 september 2012 00:08 WIB
Tapi di atas semua itu, bekal yang paling baik adalah takwa. Sebagaimana firman Allah SWT (Q.S. Albaqarah: 197), "Berbekallah dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa. Dan bertakwalah kepada-Ku, hai orang-orang yang berakal."
Menurut rumusan termashur, takwa adalah melaksanakan segala perintah Allah, sekaligus meninggalkan larangan-Nya. Beberapa ulama menyebutkan, takwa terdiri dari tiga huruf Hijaiyah, "ta", "qaf", dan "wawu."
"Ta" mengandung arti tawakal. Orang yang tawakal kepada Allah SWT akan dicukupi segala kebutuhannya (Q.S. Aththalaq: 3). Tawakal mencakup dua unsur penting, sabar dan syukur. Sabar ketika mendapat musibah dan syukur ketika mendapat nikmat.
"Qaf" mengandung arti qanaah. Menerima apa adanya. Tidak rakus. Tidak mengharap lebih dari kemampuan yang dimiliki. Rela atas rezeki yang telah diberikan Allah SWT. Sehingga senantiasa merasa puas dan kaya raya (hadis riwayat Imam Turmudzi, dikutip oleh Muhammad Ali Ash Shabuni dalam kitab Min Kunuzis Sunnah). Orang yang bersifat qanaah sangat terpuji, sehingga dianggap aghnan nasi. Manusia kaya raya di dunia.
"Wawu" mengandung makna wara. Apik. Bersih. Mulai dari niat, ucapan, tindakan, makan, minum, dan perbuatan lain sehari-hari, senantiasa terjaga dari hal-hal tercela. Jauh dari segala sesuatu yang haram, yang terlarang. Karena itu, orang yang wara dikategorikan sebagai ahli ibadah yang sungguh-sungguh berkhidmat kepada Allah SWT dengan keimanan yang kuat dan kepada sesama manusia dengan amal saleh yang banyak.
Sabda Rasulullah dalam riwayat Imam Tirmidzi, "Jagalah dirimu dari perbuatan yang diharamkan agama maka engkau akan menjadi ahli ibadah nilai yang sesungguhnya."
Orang yang wara tidak mungkin memakai atau memakan barang-barang haram, baik haram dzatiyah yang dzatnya diharamkan Allah SWT dan Rasul-Nya. Seperti daging babi, darah, bangkai, sesajen untuk berhala, binatang yang disembelih bukan atas nama Allah, benda memabukkan, dll. Maupun haram af'aliyah. Haram cara memperolehnya. Seperti hasil korupsi, judi, zina, serta perbuatan maksiat lainnya.
Itulah bekal terbaik bagi para jemaah haji dalam upaya mencapai nilai mabrur. Ibadah haji yang diterima Allah SWT.
**
Galamedia
Oleh : H. Usep Romli H.M.
jumat, 14 september 2012 00:08 WIB