Alkisah yang terdapat dalam buku Dakwah yang ditulis Fethullah Gulen, Sa’ad Ibn Abi Waqqash RA —sahabat Nabi Muhammad SAW, yang termasuk salah seorang dari 10 sahabat nabi yang akan memperoleh surga— adalah seorang panglima perang tentara Islam yang sukses menaklukkan musuh-musuh Islam pada saat itu.
Ia juga termasuk menaklukkan Persia pada masa kepemimpinan Khalifah Umar bin Khathab RA. Atas kesuksesannya itu, Sa ad Ibn Abi Waqqash dipercaya Khalifah Umar untuk menjadi gubernur di beberapa daerah yang telah ditaklukkan.
Pada suatu waktu, seorang rakyat miskin yang tinggal di wilayah kekuasaan Sa’ad mengadukan sang gubernur kepada Khalifah Umar bin Khathab, karena perlakuan kesewenang- wenangan seorang gubernur yang dianggap menzalimi rumah pribadinya.
Padahal, kebijakan pemerintah Khalifah Umar, tidak dibenarkan seorang gubernur daerah berlaku sewenang-wenang terhadap rakyat yang berada di bawah kepemimpinan kekuasaannya.
Jika hal tersebut dilakukan, sama artinya dengan melakukan suatu tindakan kemunkaran. Kemudian Umar bertanya kepada yang mengadukan. “Apakah ada keluhan lain selain yang Anda rasakan itu dari gubernur.”
Penggugat menjawab, “Ada, sesungguhnya gubernur Sa’ad lalai dalam mendirikan shalat berjamaah.”
Umar menduga pengaduan yang diajukan itu, sepertinya mustahil dilakukan seorang sahabat terkemuka seperti Sa’ad Ibn Abi Waqqash yang tidak dapat menunaikan shalat berjamaah secara istiqamah.
Sikap Khalifah Umar bin Khathab sebagai pemimpin pemerintahan tertinggi, berani dan tegas mengambil tindakan hukum. Jika ada yang benar, akan dikatakan benar. Sebaliknya, jika terbukti bersalah kepada siapa pun, dia akan menegakkan aturan sesuai dengan hukum yang berlaku.
Umar akan bersikap adil, tidak diskriminatif dalam menyelesaikan masalah hukum, termasuk kepada Gubernur Sa’ad Ibn Abi Waqqash. Prinsip yang dipegang Umar adalah Alquran yang menjadi firman Allah SWT, “.... apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil ...” (QS An-Nisa [4]: 58).
Tampaknya, kondisi bangsa kita saat ini sedang diuji dengan berbagai tindakan kekerasan, teror antara satu kelompok terhadap kelompok lainnya. Akibatnya, menimbulkan korban jiwa meninggal dunia dan kerugian finansial yang cukup banyak, seperti terjadi di Sampang, Madura.
Akar masalahnya, antara lain, karena lemahnya penegakan hukum dengan adil, sikap diskriminatif dari penegak hukum sehingga menyentuh pe rasaan keadilan yang paling dalam dari suatu kelompok masyarakat.
Di samping itu, dampak dari lemahnya penegakan hukum itu juga mengakibatkan tidak adanya sikap jera dari orang-orang yang melanggar hukum. Sehingga, mereka selalu memiliki keinginan mengulangi perbuatan tersebut.
Sesungguhnya, peristiwa Sampang, Madura, harus menjadi pelajaran berharga bagi kita bersama. Kita berharap, kasus serupa tidak terulang lagi, dimana pun di bumi pertiwi yang kita cintai ini. Bangsa kita membutuhkan hadirnya seorang pemimpin yang berani menegakkan keadilan secara arif di tengah masyarakat Indonesia yang heterogen. Wallahu a’lam.
Oleh: Nanat Fatah Natsir
sumber : www.republika.co.id
Ia juga termasuk menaklukkan Persia pada masa kepemimpinan Khalifah Umar bin Khathab RA. Atas kesuksesannya itu, Sa ad Ibn Abi Waqqash dipercaya Khalifah Umar untuk menjadi gubernur di beberapa daerah yang telah ditaklukkan.
Pada suatu waktu, seorang rakyat miskin yang tinggal di wilayah kekuasaan Sa’ad mengadukan sang gubernur kepada Khalifah Umar bin Khathab, karena perlakuan kesewenang- wenangan seorang gubernur yang dianggap menzalimi rumah pribadinya.
Padahal, kebijakan pemerintah Khalifah Umar, tidak dibenarkan seorang gubernur daerah berlaku sewenang-wenang terhadap rakyat yang berada di bawah kepemimpinan kekuasaannya.
Jika hal tersebut dilakukan, sama artinya dengan melakukan suatu tindakan kemunkaran. Kemudian Umar bertanya kepada yang mengadukan. “Apakah ada keluhan lain selain yang Anda rasakan itu dari gubernur.”
Penggugat menjawab, “Ada, sesungguhnya gubernur Sa’ad lalai dalam mendirikan shalat berjamaah.”
Umar menduga pengaduan yang diajukan itu, sepertinya mustahil dilakukan seorang sahabat terkemuka seperti Sa’ad Ibn Abi Waqqash yang tidak dapat menunaikan shalat berjamaah secara istiqamah.
Sikap Khalifah Umar bin Khathab sebagai pemimpin pemerintahan tertinggi, berani dan tegas mengambil tindakan hukum. Jika ada yang benar, akan dikatakan benar. Sebaliknya, jika terbukti bersalah kepada siapa pun, dia akan menegakkan aturan sesuai dengan hukum yang berlaku.
Umar akan bersikap adil, tidak diskriminatif dalam menyelesaikan masalah hukum, termasuk kepada Gubernur Sa’ad Ibn Abi Waqqash. Prinsip yang dipegang Umar adalah Alquran yang menjadi firman Allah SWT, “.... apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil ...” (QS An-Nisa [4]: 58).
Tampaknya, kondisi bangsa kita saat ini sedang diuji dengan berbagai tindakan kekerasan, teror antara satu kelompok terhadap kelompok lainnya. Akibatnya, menimbulkan korban jiwa meninggal dunia dan kerugian finansial yang cukup banyak, seperti terjadi di Sampang, Madura.
Akar masalahnya, antara lain, karena lemahnya penegakan hukum dengan adil, sikap diskriminatif dari penegak hukum sehingga menyentuh pe rasaan keadilan yang paling dalam dari suatu kelompok masyarakat.
Di samping itu, dampak dari lemahnya penegakan hukum itu juga mengakibatkan tidak adanya sikap jera dari orang-orang yang melanggar hukum. Sehingga, mereka selalu memiliki keinginan mengulangi perbuatan tersebut.
Sesungguhnya, peristiwa Sampang, Madura, harus menjadi pelajaran berharga bagi kita bersama. Kita berharap, kasus serupa tidak terulang lagi, dimana pun di bumi pertiwi yang kita cintai ini. Bangsa kita membutuhkan hadirnya seorang pemimpin yang berani menegakkan keadilan secara arif di tengah masyarakat Indonesia yang heterogen. Wallahu a’lam.
Oleh: Nanat Fatah Natsir
sumber : www.republika.co.id