"MAKA dirikanlah salat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah" (Q.S. Al-Kautsar: 2)
Itulah ayat yang sering disampaikan para penceramah ketika menyampaikan tausiahnya di bulan-bulan ini. Beberapa hari lagi kita akan memasuki bulan Zulhijah, bulan yang disyariatkan untuk pelaksanaan ibadah kurban.
Beberapa keterangan menyebutkan sejarah pelaksanaan kurban diawali saat Nabi Ibrahim a.s. bermimpi. Dalam mimpinya beliau diperintah Allah SWT untuk menyembelih putranya, Nabi Ismail a.s. Kisah ini diabadikan dalam Alquran sebagai berikut, "Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: 'Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!' Ia menjawab: 'Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar'" (Q.S. Ash-Shafat: 102)
Mimpi seorang nabi merupakan salah satu cara turunnya wahyu dari Allah SWT. Maka Nabi Ibrahim pun dengan segera melaksanakan apa yang diperintah Allah untuk menyembelih puteranya. Meskipun dengan perasaan berat hati untuk melakukannya, apalagi ketika itu Nabi Ismail sedang memasuki usia remaja.
Keadaan seperti itu tidak mengurungkan Nabi Ibrahim untuk melaksanakan perintah Allah tersebut. Sebagai seorang nabi, pesuruh Allah, dan pembawa agama yang menjadi contoh dan teladan bagi para pengikutnya dalam bertaat kepada Allah, ia harus mengutamakan cintanya kepada Allah di atas cintanya kepada anak, istri, harta benda, dan lain-lain.
Pengorbanan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail ini pun akhirnya Allah ganti dengan menyuruh Nabi Ibrahim agar menyembelih seekor domba yang telah tersedia di sampingnya. Allah berfirman, "Dan Kami panggillah dia: 'Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu. Sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata'" (Q.S. Ash-Shafat: 104 -106)
Di sinilah makna kurban sesungguhnya, yakni pengorbanan seorang hamba kepada Allah SWT sebagai syariat yang telah ditetapkan oleh-Nya. Selain itu, ibadah kurban juga memiliki makna horizontal antarsesama manusia, yaitu kepedulian untuk berbagi.
Maka berbahagialah bagi kita yang mampu melaksanakan ibadah kurban, karena tentu termasuk orang-orang yang diberikan kelebihan oleh Allah SWT. Semoga ibadah kurban yang kita laksanakan merupakan bentuk pengorbanan, ketaatan, dan bentuk syukur kita kepada Allah, yang senantiasa akan membalasnya sebagai amalan yang diterima.
(Penulis adalah staf pengajar Al Biruni dan pengurus DKM Thariqul Huda, Kompleks Bumi Panyileukan, Cibiru, Kota Bandung)**
Galamedia
jumat, 05 oktober 2012 00:45 WIB
Oleh : M. Nuzul Nurulhuda, S.Kom.I.
Itulah ayat yang sering disampaikan para penceramah ketika menyampaikan tausiahnya di bulan-bulan ini. Beberapa hari lagi kita akan memasuki bulan Zulhijah, bulan yang disyariatkan untuk pelaksanaan ibadah kurban.
Beberapa keterangan menyebutkan sejarah pelaksanaan kurban diawali saat Nabi Ibrahim a.s. bermimpi. Dalam mimpinya beliau diperintah Allah SWT untuk menyembelih putranya, Nabi Ismail a.s. Kisah ini diabadikan dalam Alquran sebagai berikut, "Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: 'Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!' Ia menjawab: 'Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar'" (Q.S. Ash-Shafat: 102)
Mimpi seorang nabi merupakan salah satu cara turunnya wahyu dari Allah SWT. Maka Nabi Ibrahim pun dengan segera melaksanakan apa yang diperintah Allah untuk menyembelih puteranya. Meskipun dengan perasaan berat hati untuk melakukannya, apalagi ketika itu Nabi Ismail sedang memasuki usia remaja.
Keadaan seperti itu tidak mengurungkan Nabi Ibrahim untuk melaksanakan perintah Allah tersebut. Sebagai seorang nabi, pesuruh Allah, dan pembawa agama yang menjadi contoh dan teladan bagi para pengikutnya dalam bertaat kepada Allah, ia harus mengutamakan cintanya kepada Allah di atas cintanya kepada anak, istri, harta benda, dan lain-lain.
Pengorbanan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail ini pun akhirnya Allah ganti dengan menyuruh Nabi Ibrahim agar menyembelih seekor domba yang telah tersedia di sampingnya. Allah berfirman, "Dan Kami panggillah dia: 'Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu. Sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata'" (Q.S. Ash-Shafat: 104 -106)
Di sinilah makna kurban sesungguhnya, yakni pengorbanan seorang hamba kepada Allah SWT sebagai syariat yang telah ditetapkan oleh-Nya. Selain itu, ibadah kurban juga memiliki makna horizontal antarsesama manusia, yaitu kepedulian untuk berbagi.
Maka berbahagialah bagi kita yang mampu melaksanakan ibadah kurban, karena tentu termasuk orang-orang yang diberikan kelebihan oleh Allah SWT. Semoga ibadah kurban yang kita laksanakan merupakan bentuk pengorbanan, ketaatan, dan bentuk syukur kita kepada Allah, yang senantiasa akan membalasnya sebagai amalan yang diterima.
(Penulis adalah staf pengajar Al Biruni dan pengurus DKM Thariqul Huda, Kompleks Bumi Panyileukan, Cibiru, Kota Bandung)**
Galamedia
jumat, 05 oktober 2012 00:45 WIB
Oleh : M. Nuzul Nurulhuda, S.Kom.I.