-

Thursday, November 29, 2012

Titik Pusat Cinta

CINTA kepada Allah SWT merupakan landasan untuk semua bentuk cinta. Untuk umat Islam, semua bentuk cinta harus ditempatkan di bawah cinta kepada Allah. Oleh sebab itu, siapa pun yang ingin dicintai, hendaklah dia mencintai Allah sehingga dia bisa mencintai apa yang dicintai-Nya dan membenci apa yang dibenci-Nya. Dalam benci itu terdapat cinta dalam pengertian, jika seseorang membenci sesuatu karena Allah pun membencinya, maka Allah akan mencintainya. Dengan cinta terhadap perintah dan benci pada larangan Allah yang didasarkan pada cintanya kepada Allah, berarti dia telah menjadi seorang yang taat dan tunduk kepada-Nya.

Seorang pencinta, hatinya pasti terpaut kepada kekasihnya, yaitu Allah ta'ala. Kemudian melaksanakan semua perintah dan menghindar dalam batas-batas yang telah ditetapkan-Nya, sebab dia mengakui bahwa Allah-lah yang menciptakan dan membuat dirinya menjadi ada serta menciptakan cinta, kesempurnaan, keindahan, keagungan, dan kemuliaan.

Allah menghendaki hamba-Nya saling mencintai di dalam cinta kepada-Nya, dan saling terikat satu sama lainnya. Dengan demikian, mereka akan cinta-mencintai, akan merasa tenang dan bahagia dalam limpahan cinta serta anugerah-Nya. Seterusnya Allah akan mengangkat jiwa mereka dan melimpahkan anugerah iman dengan membenarkan nubuwat para nabi dan para rasul-Nya, membenarkan kitab-kitab-Nya, para malaikat-Nya, dan hari akhir dan yang darinya memancarkan berbagai aspek cinta, sampai dia masuk ke dalam perhambaan dan keimanan yang mendalam.

Memang betul bahwa terdapat cinta lain yang dibenarkan syara, yakni cinta kepada makhluk Allah, baik jenis manusia maupun jenis lainnya. Akan tetapi, cinta ini adalah cinta yang nisbi yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam, sebab segala sesuatu selain Allah tidak boleh dicintai melebihi cintanya kepada Allah.

"Katakanlah, jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang disukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya" (Q.S. At-Taubah: 24).

Dari penjelasan tersebut, kita dapat memahami bahwa semua sarana dan media itu mengantarkan kita untuk mencinta Allah, sebab cinta kita kepada Allah sesuai dengan perintah-Nya. Dari sini terungkap bahwa cinta yang dimiliki oleh hamba yang mencintai Allah yang ditempatkan dalam lingkaran keimanan, akan membentuk pedoman hidup yang akan memandu tindakan, pikiran, dan kesadaran menuju perintah Allah.

Ia akan menghangatkan qalbu orang yang mencintai Allah dengan nyala iman dan cinta, membimbing hatinya menuju amal yang baik sehingga dia bisa menjadi penunjuk jalan saat dia berpikir dan menalar, menjadi petunjuknya pada saat dia bekerja dengan tangan dan raganya, serta menjadi pembimbing saat dia bergaul dengan saudara-saudaranya sesama umat Islam. Dengan demikian, terbentuklah suatu umat yang hidup saling mencintai.

Cinta kepada Allah merupakan titik pusat dalam penyucian jiwa dari berbagai cela dan noda duniawi. Oleh sebab itu, cinta kepada Allah memiliki beberapa syarat berdasarkan syara, yang wajib dipenuhi agar cinta kepada Allah itu menjadi cinta murni. Maka dari itu, kalbu seorang yang beriman tidak memiliki dua bentuk loyalitas yang saling bertolak belakang, sebagaimana difirmankan oleh Allah, "Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua kalbu dalam rongga dadanya." (Q.S. Al-Ahzab: 4).
(Penulis, Dosen STAI Sabili dan Dosen LB FIB Universitas Padjadjaran)**
Galamedia
jumat, 19 oktober 2012 00:55 WIB
Oleh : Edi Warsidi

Artikel yang Berkaitan

0 komentar:

-

Post a Comment