Hari itu seorang sahabat dari kalangan Anshar bernama Abu Umamah menyendiri di satu sudut masjid. Dengan wajah lesu dan lunglai, sahabat ini terpaku dalam sunyinya rumah Allah itu.
Tidak ada seorang pun di sana karena memang saat itu bukanlah waktu orang ke masjid untuk menunaikan shalat atau bermuzakarah mengkaji kitab Allah maupun sunah Rasulullah.
Abu Umamah hanya sendiri ditemani satu harapan kiranya Allah memberikan secercah kemudahan terhadap semua masalahnya hari itu.
Beberapa waktu berlalu hingga sunyi itu terpecah dengan kehadiran Rasulullah saw dari bilik masjid. Rasulullah saw mendekati Abu Umamah.
Ketika menghampiri Abu Umamah, sang Nabi bertanya, “Wahai Abu Umamah, ada apa gerangan yang membuatmu berada di dalam masjid sendirian di waktu seperti ini?”
Seketika itu Abu Umamah menjawab, “Duhai Rasulullah, aku dirundung rasa galau dan sedang diimpit utang.”
Mengetahui masalah yang menimpa sahabatnya ini, Rasulullah segera memberikan tawaran jalan keluar. Rasulullah saw bersabda, “Duhai Abu Umamah, maukah engkau aku ajarkan suatu amalan (doa), yang apabila engkau terus membacanya di waktu pagi dan petang Allah akan menghilangkan darimu rasa galau itu, dan Ia akan memudahkan engkau melunasi utangmu.”
Dengan wajah semringah, Abu Umamah menjawab, “Mau ya Rasulullah.” Lalu Rasulullah melanjutkan, “Bacalah di waktu pagi dan petang, ‘Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari rasa galau dan sedih, dan aku berlindung kepada-Mu dari rasa lemah dan malas, dan aku berlindung kepada-Mu dari rasa pengecut dan bakhil, dan aku berlindung kepada-Mu dari lilitan utang dan tekanan orang lain’.”
Abu Daud dan al-Baihaqi mencatat dengan apik kelanjutan cerita singkat ini. Beberapa waktu kemudian, setelah Abu Umamah rutin memanjatkan doa ini kepada Allah di pagi dan petang harinya, ia berujar, “Setelah aku merutinkan amalan yang diajarkan Rasulullah itu, Allah menghapus dari diriku rasa galau yang menimpaku dan Ia memudahkan bagiku untuk melunasi utang yang melilitku.”
Setiap orang tidak akan pernah luput dari problematika kehidupan. Karena sesungguhnya hamparan ruang dan waktu yang dinikmati setiap manusia hakikatnya adalah ujian dari Allah.
Allah ingin mengetahui sejauh mana ketahanan kita terhadap ujian itu. Galau dan gelisah adalah satu dari sekian masalah kejiwaan yang kerap menyesaki jiwa seseorang.
Dari sinilah timbul rasa tidak percaya terhadap diri sendiri. Dan, dari sini pula sikap pesimistis, putus asa, dan matinya kemampuan untuk berharap muncul dan mengakar.
Namun, bagi seorang mukmin yang menjadikan Alquran dan Sunah Nabi Muhammad sebagai tuntunan hidup, kegalauan, keresahan, dan rasa risau ini bukanlah sesuatu yang sulit diobati.
Cukuplah baginya menengadah, memohon kepada Rabbnya di pagi dan petang harinya seraya berdoa, “Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari rasa galau dan sedih, dan aku berlindung kepada-Mu dari rasa lemah dan malas, dan aku berlindung kepada-Mu dari rasa pengecut dan bakhil, dan aku berlindung kepada-Mu dari lilitan utang dan tekanan orang lain.”
, Oleh: Ahmad Musyaddad Lc
sumber : www.republika.co.id
Tidak ada seorang pun di sana karena memang saat itu bukanlah waktu orang ke masjid untuk menunaikan shalat atau bermuzakarah mengkaji kitab Allah maupun sunah Rasulullah.
Abu Umamah hanya sendiri ditemani satu harapan kiranya Allah memberikan secercah kemudahan terhadap semua masalahnya hari itu.
Beberapa waktu berlalu hingga sunyi itu terpecah dengan kehadiran Rasulullah saw dari bilik masjid. Rasulullah saw mendekati Abu Umamah.
Ketika menghampiri Abu Umamah, sang Nabi bertanya, “Wahai Abu Umamah, ada apa gerangan yang membuatmu berada di dalam masjid sendirian di waktu seperti ini?”
Seketika itu Abu Umamah menjawab, “Duhai Rasulullah, aku dirundung rasa galau dan sedang diimpit utang.”
Mengetahui masalah yang menimpa sahabatnya ini, Rasulullah segera memberikan tawaran jalan keluar. Rasulullah saw bersabda, “Duhai Abu Umamah, maukah engkau aku ajarkan suatu amalan (doa), yang apabila engkau terus membacanya di waktu pagi dan petang Allah akan menghilangkan darimu rasa galau itu, dan Ia akan memudahkan engkau melunasi utangmu.”
Dengan wajah semringah, Abu Umamah menjawab, “Mau ya Rasulullah.” Lalu Rasulullah melanjutkan, “Bacalah di waktu pagi dan petang, ‘Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari rasa galau dan sedih, dan aku berlindung kepada-Mu dari rasa lemah dan malas, dan aku berlindung kepada-Mu dari rasa pengecut dan bakhil, dan aku berlindung kepada-Mu dari lilitan utang dan tekanan orang lain’.”
Abu Daud dan al-Baihaqi mencatat dengan apik kelanjutan cerita singkat ini. Beberapa waktu kemudian, setelah Abu Umamah rutin memanjatkan doa ini kepada Allah di pagi dan petang harinya, ia berujar, “Setelah aku merutinkan amalan yang diajarkan Rasulullah itu, Allah menghapus dari diriku rasa galau yang menimpaku dan Ia memudahkan bagiku untuk melunasi utang yang melilitku.”
Setiap orang tidak akan pernah luput dari problematika kehidupan. Karena sesungguhnya hamparan ruang dan waktu yang dinikmati setiap manusia hakikatnya adalah ujian dari Allah.
Allah ingin mengetahui sejauh mana ketahanan kita terhadap ujian itu. Galau dan gelisah adalah satu dari sekian masalah kejiwaan yang kerap menyesaki jiwa seseorang.
Dari sinilah timbul rasa tidak percaya terhadap diri sendiri. Dan, dari sini pula sikap pesimistis, putus asa, dan matinya kemampuan untuk berharap muncul dan mengakar.
Namun, bagi seorang mukmin yang menjadikan Alquran dan Sunah Nabi Muhammad sebagai tuntunan hidup, kegalauan, keresahan, dan rasa risau ini bukanlah sesuatu yang sulit diobati.
Cukuplah baginya menengadah, memohon kepada Rabbnya di pagi dan petang harinya seraya berdoa, “Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari rasa galau dan sedih, dan aku berlindung kepada-Mu dari rasa lemah dan malas, dan aku berlindung kepada-Mu dari rasa pengecut dan bakhil, dan aku berlindung kepada-Mu dari lilitan utang dan tekanan orang lain.”
, Oleh: Ahmad Musyaddad Lc
sumber : www.republika.co.id