Pengabdian Kennedy
Dalam waktu relatif singkat, dengan kemampuan dan pesonanya di usia 43 tahun John F. Kennedy terpilih sebagai presiden termuda Amerika Serikat. Ia juga menjadi penganut Katolik Roma pertama yang menduduki jabatan tersebut. Beberapa pandangan yang dilontarkannya lekat dalam ingatan rakyat Negeri Paman Sam dan sebagian lagi gaungnya melintasi wilayah kekuasaannya.
Seperti pidato inaugurasinya yang menekankan pentingnya pengabdian pada negara. Kalimat terbaik dari pidato tersebut bahkan hingga kini masih sering dikutip, khususnya untuk mengingatkan siapa pun akan pentingnya melakukan yang terbaik untuk negara. Mengabdi pada tanah air. Kalimat yang dimaksud tak lain, "Jangan tanya apa yang bisa negara berikan untukku tapi apa bisa aku berikan untuk negara."
Merdeka atau mati
Kemerdekaan adalah elemen fundamental bagi setiap makhluk di bumi ini. Demi kemerdekaan pula perjuangan dilakukan hingga titik darah penghabisan. Sejak dulu. Seperti pada tahun 1775 saat Konvensi Virginia menjadi saksi bagaimana Henry of Richmond berusaha meyakinkan mereka yang hadir untuk menentukan pengerahan pasukan melawan Inggris, betapa pentingnya memisahkan diri dan menjadi negara yang berdaulat.
Tapi lepas dari semua itu perjuangan adalah pilihan dan hasil bisa jadi hal yang berbeda. Bagaimanapun Henry menunjukkan apa arti kemerdekaan. Sesuatu yang pantas untuk raih dengan harga yang paling tinggi: kematian. "Benarkah hidup terlalu berharga dan perdamaian terlalu indah untuk ditukar dengan kungkungan dan perbudakan? Ampunanmu Tuhan. Aku tidak tahu jawaban yang lain tapi bagiku, beri aku kemerdekaan atau kirim aku pada kematian!" Demikian keyakinan Henry akan arti kemerdekaan.
Janji Amerika
Menyusul kekerasan yang terjadi melawan gerakan hak asasi bagi warga negara di Selma, Alabama, AS pada tahun 1965, Lindon B. Johnson menyerukan stop diskriminasi rasial melalui jargonnya yang terkenal "We Shall Overcome". Dengan mengesampingkan kepentingan pribadi terkait kursi kepresidenan mana pun, untuk pertama kalinya ia membantu kelompok yang selama ini terpinggirkan, mereka yang berasal dari kelas sosial strata rendah untuk mendapatkan hak memilih. Gerakan hak asasi manusia. Itulah inti dari semua ini.
Di hadapan begitu banyak perhatian sekaligus tensi politik yang meningkat, Lindon pun menyatakan seruannya. "Tidak ada isu moral. Dan sungguh sebuah kesalahan, kesalahan fatal, memungkiri hak sesama rakyat Amerika untuk mendapatkan hak memilih di negeri ini. Tidak ada hak negara ataupun bangsa. Yang ada hanyalah perjuangan akan hak asasi manusia. Dan tidak sedikit pun saya ragu apa pendapat kalian dalam hal ini." (mia fahrani/"GM"/net/ bersambung)**
Dalam waktu relatif singkat, dengan kemampuan dan pesonanya di usia 43 tahun John F. Kennedy terpilih sebagai presiden termuda Amerika Serikat. Ia juga menjadi penganut Katolik Roma pertama yang menduduki jabatan tersebut. Beberapa pandangan yang dilontarkannya lekat dalam ingatan rakyat Negeri Paman Sam dan sebagian lagi gaungnya melintasi wilayah kekuasaannya.
Seperti pidato inaugurasinya yang menekankan pentingnya pengabdian pada negara. Kalimat terbaik dari pidato tersebut bahkan hingga kini masih sering dikutip, khususnya untuk mengingatkan siapa pun akan pentingnya melakukan yang terbaik untuk negara. Mengabdi pada tanah air. Kalimat yang dimaksud tak lain, "Jangan tanya apa yang bisa negara berikan untukku tapi apa bisa aku berikan untuk negara."
Merdeka atau mati
Kemerdekaan adalah elemen fundamental bagi setiap makhluk di bumi ini. Demi kemerdekaan pula perjuangan dilakukan hingga titik darah penghabisan. Sejak dulu. Seperti pada tahun 1775 saat Konvensi Virginia menjadi saksi bagaimana Henry of Richmond berusaha meyakinkan mereka yang hadir untuk menentukan pengerahan pasukan melawan Inggris, betapa pentingnya memisahkan diri dan menjadi negara yang berdaulat.
Tapi lepas dari semua itu perjuangan adalah pilihan dan hasil bisa jadi hal yang berbeda. Bagaimanapun Henry menunjukkan apa arti kemerdekaan. Sesuatu yang pantas untuk raih dengan harga yang paling tinggi: kematian. "Benarkah hidup terlalu berharga dan perdamaian terlalu indah untuk ditukar dengan kungkungan dan perbudakan? Ampunanmu Tuhan. Aku tidak tahu jawaban yang lain tapi bagiku, beri aku kemerdekaan atau kirim aku pada kematian!" Demikian keyakinan Henry akan arti kemerdekaan.
Janji Amerika
Menyusul kekerasan yang terjadi melawan gerakan hak asasi bagi warga negara di Selma, Alabama, AS pada tahun 1965, Lindon B. Johnson menyerukan stop diskriminasi rasial melalui jargonnya yang terkenal "We Shall Overcome". Dengan mengesampingkan kepentingan pribadi terkait kursi kepresidenan mana pun, untuk pertama kalinya ia membantu kelompok yang selama ini terpinggirkan, mereka yang berasal dari kelas sosial strata rendah untuk mendapatkan hak memilih. Gerakan hak asasi manusia. Itulah inti dari semua ini.
Di hadapan begitu banyak perhatian sekaligus tensi politik yang meningkat, Lindon pun menyatakan seruannya. "Tidak ada isu moral. Dan sungguh sebuah kesalahan, kesalahan fatal, memungkiri hak sesama rakyat Amerika untuk mendapatkan hak memilih di negeri ini. Tidak ada hak negara ataupun bangsa. Yang ada hanyalah perjuangan akan hak asasi manusia. Dan tidak sedikit pun saya ragu apa pendapat kalian dalam hal ini." (mia fahrani/"GM"/net/ bersambung)**