"YA Maulana, pada situasi sekarang ini, kita seperti dikepung oleh keputusasaan bahwa kehidupan bangsa ini tidak akan berujung baik. Perilaku korupsi yang menyebar seperti kanker, membuat kita kehilangan kepercayaan pada nasib yang lebih baik," saya memulai pembicaraan.
"Islam memerintahkan, Optimislah! Putus asa adalah dosa!" jawab Maulana.
"Bagaimana mungkin kita tidak putus asa pada situasi seperti ini? Bila putus asa adalah dosa, seluruh umat ini berada dalam dosa?"
Maulana kembali menjawab, "Kita adalah manusia biasa. Kesedihan jiwa adalah sesuatu yang alami, namun putus asa yeng merupakan dosa besar adalah frustrasi yang mengarah kepada keengganan beramal dan ketiadaan harapan dalam jiwa. Demikianlah ucapan Imam Al-Qurthuby, Imam Suyuthi, dan Imam Dzahabi."
Ada kisah dalam Alquran yang dapat kita tiru mengenai cara menerima situasi yang terbutuk. Nabi Yakub as diceritakan kehilangan anak terkasihnya Yusuf as. Lalu setelah itu, negerinya mengalami kelaparan yang panjang. Namun ia tidak merasa perlu untuk berputus asa, ia berkata pada anak-akanya, "Wahai anak-anakku, pergilah kalian! Carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya dan janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah! Sesungguhnya tidaklah berputus asa dari rahmat Allah melainkan kaum kafir!" (QS. Yusuf: 87).
Rasulullah bersabda, "Jika hari kiamat tiba dan di tangan salah seorang dari kalian terdapat tunas pohon kurma, tanamlah!" (HR Ahmad). Lihatlah, betapa optimisnya hadis ini, bahkan ketika pikiran kita menerka besok akan terjadi peristiwa langit terbalah, gunung berhamburan, bumi berguncang, dan laut meledak, kita tetap saja diperintahkan untuk menanam.
Menanam, tentu bukan sekadar menancapkan batang tumbuhan. Menanam adalah juga berharap bahwa ia akan memberikan buah-buahan di masa depan. "Tanamlah!" ujar Nabi, "meskipun engkau tidak akan melihat buahnya."
Puasa tentu mengajarkan akhlak ini. Kita pasti pernah merasa tidak tidak kuat menjalankan puasa karena merasa kelelahan, kita berusaha dan ternyata kita berhasil berpuasa sehari penuh.
Saat ini, kita pasti sedang repot memikirkan uang untuk baju lebaran dan ongkos mudik. Berusahalah dengan rasa optimis, sisanya Allah akan memberi kita jalan keluar.
"Tapi bagaimana berusaha di zaman susah ini?", tanya saya.
Maulana memandangiku agak lama, seperti menelusuri seluruh urat syarafku yang bebal, "Nabi Yakub berkata pada anak-anaknya yang hendak mencari Nabi Yusuf, 'Jangan mencari dari satu pintu saja, carilah dari pintu yang berlainan (QS. Yusuf)'. Berhentilah mengeluh!" (Penulis adalah Dosen UIN SGD Bandung, Mahasiswa Program Doktoral UPI Bandung)**
Oleh: BAMBANG Q. ANEES
"Islam memerintahkan, Optimislah! Putus asa adalah dosa!" jawab Maulana.
"Bagaimana mungkin kita tidak putus asa pada situasi seperti ini? Bila putus asa adalah dosa, seluruh umat ini berada dalam dosa?"
Maulana kembali menjawab, "Kita adalah manusia biasa. Kesedihan jiwa adalah sesuatu yang alami, namun putus asa yeng merupakan dosa besar adalah frustrasi yang mengarah kepada keengganan beramal dan ketiadaan harapan dalam jiwa. Demikianlah ucapan Imam Al-Qurthuby, Imam Suyuthi, dan Imam Dzahabi."
Ada kisah dalam Alquran yang dapat kita tiru mengenai cara menerima situasi yang terbutuk. Nabi Yakub as diceritakan kehilangan anak terkasihnya Yusuf as. Lalu setelah itu, negerinya mengalami kelaparan yang panjang. Namun ia tidak merasa perlu untuk berputus asa, ia berkata pada anak-akanya, "Wahai anak-anakku, pergilah kalian! Carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya dan janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah! Sesungguhnya tidaklah berputus asa dari rahmat Allah melainkan kaum kafir!" (QS. Yusuf: 87).
Rasulullah bersabda, "Jika hari kiamat tiba dan di tangan salah seorang dari kalian terdapat tunas pohon kurma, tanamlah!" (HR Ahmad). Lihatlah, betapa optimisnya hadis ini, bahkan ketika pikiran kita menerka besok akan terjadi peristiwa langit terbalah, gunung berhamburan, bumi berguncang, dan laut meledak, kita tetap saja diperintahkan untuk menanam.
Menanam, tentu bukan sekadar menancapkan batang tumbuhan. Menanam adalah juga berharap bahwa ia akan memberikan buah-buahan di masa depan. "Tanamlah!" ujar Nabi, "meskipun engkau tidak akan melihat buahnya."
Puasa tentu mengajarkan akhlak ini. Kita pasti pernah merasa tidak tidak kuat menjalankan puasa karena merasa kelelahan, kita berusaha dan ternyata kita berhasil berpuasa sehari penuh.
Saat ini, kita pasti sedang repot memikirkan uang untuk baju lebaran dan ongkos mudik. Berusahalah dengan rasa optimis, sisanya Allah akan memberi kita jalan keluar.
"Tapi bagaimana berusaha di zaman susah ini?", tanya saya.
Maulana memandangiku agak lama, seperti menelusuri seluruh urat syarafku yang bebal, "Nabi Yakub berkata pada anak-anaknya yang hendak mencari Nabi Yusuf, 'Jangan mencari dari satu pintu saja, carilah dari pintu yang berlainan (QS. Yusuf)'. Berhentilah mengeluh!" (Penulis adalah Dosen UIN SGD Bandung, Mahasiswa Program Doktoral UPI Bandung)**
Oleh: BAMBANG Q. ANEES