"ALQURAN menyatakan bahwa berpuasa akan membuat kita menjadi takwa," tanyaku pada sang Maulana, "Untuk apa sih takwa itu? Hidup hari-hari ini lebih membutuhkan uang untuk mudik!"
Maulana melihatku sejenak, lalu menjawab, "Seorang sahabat bertanya pada Umar bin Khattab, 'Ceritakan padaku tentang takwa!' Sahabat Nabi yang utama ini kemudian mengajak si penanya untuk membayangkan sesuatu. 'Sahabat, pernahkah kau melewati jalan yang berduri?' Si penanya menjawab, 'Ya, saya sering '. Umar bin Khattab mengangguk, 'Kenapa kau tetap mau melewati jalan itu dan bagaimana caranya?".
Sahabatnya Umar bin Khattab ini menjawab, 'Tentu saja karena ada sesuatu yang sangat penting yang membuat saya harus tetap melewati jalanan berduri itu atau jalan lain lebih berduri lagi daripada jalan itu. Caranya? Tentu saja saya akan sangat berhati-hati, tidak lengah!"
"Itulah takwa!" Ujar Umar bin Khattab. Berhati-hati menempuh jalan yang akan mengantarkan kita dapat mencapai harapan adalah takwa. Takwalah yang menjadi tujuan dari kegiatan berpuasa. Jadi berpuasa adalah latihan agar kita bisa selamat melewati jalan-jalan kehidupan dunia yang penuh dengan duri dan lubang.
Puasa menyulap kita menjadi anak manusia yang mau menjalani kehidupan dengan cara yang terpuji, ihsan. Ya, ihsan terhadap diri sendiri telah ditunjukkan pada diri kita. Tubuh yang selama 11 bulan dibebani kerja yang luar biasa sibuk, dalam satu bulan ini diberi kesempatan untuk beristirahat, meremajakan dirinya. Itulah ihsan kita.
Keluarga yang selama 11 bulan diabaikan keakrabannya, dalam satu bulan ini kita "dipaksa" untuk menyapa mereka dengan penuh kasih sayang. Selama satu bulan ini kita bangun bersama, makan bersama, salat bersama, saling mengingatkan dalam kebaikan dan kesabaran. Betapa luar biasa bulan ini, semua orang telah menjelma menjadi pelatih untuk menjadi ihsan.
"Nah, menurutmu mana yang lebih kau butuhkan: takwa atau uang?" tanya sang Maulana."Saya akan memilih takwa kalau begitu," ralatku segera.Maulana tersenyum, saya tersipu malu. (Penulis, dosen UIN SGD Bandung, mahasiswa Program Doktoral UPI Bandung)**
Oleh: BAMBANG Q. ANEES
Maulana melihatku sejenak, lalu menjawab, "Seorang sahabat bertanya pada Umar bin Khattab, 'Ceritakan padaku tentang takwa!' Sahabat Nabi yang utama ini kemudian mengajak si penanya untuk membayangkan sesuatu. 'Sahabat, pernahkah kau melewati jalan yang berduri?' Si penanya menjawab, 'Ya, saya sering '. Umar bin Khattab mengangguk, 'Kenapa kau tetap mau melewati jalan itu dan bagaimana caranya?".
Sahabatnya Umar bin Khattab ini menjawab, 'Tentu saja karena ada sesuatu yang sangat penting yang membuat saya harus tetap melewati jalanan berduri itu atau jalan lain lebih berduri lagi daripada jalan itu. Caranya? Tentu saja saya akan sangat berhati-hati, tidak lengah!"
"Itulah takwa!" Ujar Umar bin Khattab. Berhati-hati menempuh jalan yang akan mengantarkan kita dapat mencapai harapan adalah takwa. Takwalah yang menjadi tujuan dari kegiatan berpuasa. Jadi berpuasa adalah latihan agar kita bisa selamat melewati jalan-jalan kehidupan dunia yang penuh dengan duri dan lubang.
Puasa menyulap kita menjadi anak manusia yang mau menjalani kehidupan dengan cara yang terpuji, ihsan. Ya, ihsan terhadap diri sendiri telah ditunjukkan pada diri kita. Tubuh yang selama 11 bulan dibebani kerja yang luar biasa sibuk, dalam satu bulan ini diberi kesempatan untuk beristirahat, meremajakan dirinya. Itulah ihsan kita.
Keluarga yang selama 11 bulan diabaikan keakrabannya, dalam satu bulan ini kita "dipaksa" untuk menyapa mereka dengan penuh kasih sayang. Selama satu bulan ini kita bangun bersama, makan bersama, salat bersama, saling mengingatkan dalam kebaikan dan kesabaran. Betapa luar biasa bulan ini, semua orang telah menjelma menjadi pelatih untuk menjadi ihsan.
"Nah, menurutmu mana yang lebih kau butuhkan: takwa atau uang?" tanya sang Maulana."Saya akan memilih takwa kalau begitu," ralatku segera.Maulana tersenyum, saya tersipu malu. (Penulis, dosen UIN SGD Bandung, mahasiswa Program Doktoral UPI Bandung)**
Oleh: BAMBANG Q. ANEES