"HAI orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orangorang sebelum kamu agar kamu bertaqwa" (QS. Al-Baqarah : 183).
Ayat ini menjadi terkenal pada bulan Ramadan, karena memang merupakan dalil Naqly diwajibkannya shoum/puasa/puasa yang saat ini sedang kita ja-lani. Ada yang sangat menarik dari ayat ini, beberapa kata yang menarik bagi kita adalah kata aamanuu(telah beriman) dan tattaquun (bertaqwa).
Dari beberapa literatur yang saya temukan, kata aamana( beriman) atau kata-kata lain yang serumpun dan memiliki arti dasar beriman merupakan formula mengantarkan pada predikat tattaquun(bertaqwa). Di antaranya ada ungkapan dalam bahasa arab yang artinya "Makhluk yang paling mulia adalah manusia, dan sesuatu yang paling mulia pada diri manusia adalah hatinya, dan yang paling mulia pada hatinya adalah imannya, dan yang paling mulia dalam imannya adalah takqanya". Dalam suatu hadis juga disinyalir, iman itu "telanjang" sedangkan takwa adalah bajunya dan ilmu sebagai buahnya.
Dari penelusuran di atas, jelas bahwa takwa merupakan intisari dari iman, iman tidak hanya percaya, tetapi meyakini dan melaksanakan apa yang kita percayai. Takwa bagaikan mutiara yang akan indah setelah melalui proses yang panjang dan berkesinambungan. Salah satu proses menjadikan seseorang bertakwa adalah melalui puasa (puasa) Ramadan seperti yang tertera dalam ayat di atas.
Puasa Ramadan merupakan kewajiban bagi setiap muslim yang beriman yang sudah baligh setiap tahunnya yang akan memberikan ciri khusus bagi mereka yang melaksanakannya. Salah satu cirinya adalah selalu ingin menjadi lebih baik, lebih saleh dari hari ke hari. Tetapi tidak semua yang melaksanakan puasa akan mendapat predikat bertakwa, manakala puasanya banyak dihiasi dengan hal yang mengurangi nilai puasa tersebut. Puasa Ramadan bagaikan diklat atau pelatihan satu bulan penuh untuk menahan segala hal yang negatif yang dilarang Allah swt untuk dimanifestasikan dan direfleksikan pada sebelas bulan selanjutnya.
Predikat takwa akan terlihat setelah berakhirnya bulan Ramadan, manakala di bulan ramdalan ini kita melaksanakan qiyamullail, tadarrus al-quran, sedekah, menghidari ghibah, fitnah dan hal hal lain yang akan mengurangi nilai-nilai ketakwaan kita sebagai seorang yang beriman.
Seorang yang bertakwa akan selalu menjaga kualitas ketakwaannya kepada Allah melaluli pelatihan rohani dan jasmani di bulan suci ini. Seseorang yang bertakwa akan merasa rindu pada kedatangan kembali bulan suci Ramadan dan merasa gembira bertemunya bulan Ramadan. Rasulullah sangat menantinantikan kedatangan bulan Ramadan dan menangisi kepergiannya. Hal ini tentunya dengan alasan bahwa di bulan Ramadan Allah melimpahkan rahmatnya kepada mereka yang benar-benar melaksanakan puasa.
Rahmat Allah di bulan ini banyak sekali, khususnya bagi mereka yang benar-benar melaksanakan puasa dengan sebenar-benarnya. Rahmat Allah yang paling besar adalah nikmat iman dan Islam yang mengantar kita menuju gerbang ketakwaan. Inilah tujuan akhir Allah mewajibkan puasa dengan segala aturannya yaitu bertakwa. Bertakwa dengan sebenar-benarnya, melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangannya. (Penulis, Kepala MTs Pondok Pesantren Al-Furqon, Singaparna, Tasikmalaya)**
Oleh: ALI AHMAD FAUZI
Ayat ini menjadi terkenal pada bulan Ramadan, karena memang merupakan dalil Naqly diwajibkannya shoum/puasa/puasa yang saat ini sedang kita ja-lani. Ada yang sangat menarik dari ayat ini, beberapa kata yang menarik bagi kita adalah kata aamanuu(telah beriman) dan tattaquun (bertaqwa).
Dari beberapa literatur yang saya temukan, kata aamana( beriman) atau kata-kata lain yang serumpun dan memiliki arti dasar beriman merupakan formula mengantarkan pada predikat tattaquun(bertaqwa). Di antaranya ada ungkapan dalam bahasa arab yang artinya "Makhluk yang paling mulia adalah manusia, dan sesuatu yang paling mulia pada diri manusia adalah hatinya, dan yang paling mulia pada hatinya adalah imannya, dan yang paling mulia dalam imannya adalah takqanya". Dalam suatu hadis juga disinyalir, iman itu "telanjang" sedangkan takwa adalah bajunya dan ilmu sebagai buahnya.
Dari penelusuran di atas, jelas bahwa takwa merupakan intisari dari iman, iman tidak hanya percaya, tetapi meyakini dan melaksanakan apa yang kita percayai. Takwa bagaikan mutiara yang akan indah setelah melalui proses yang panjang dan berkesinambungan. Salah satu proses menjadikan seseorang bertakwa adalah melalui puasa (puasa) Ramadan seperti yang tertera dalam ayat di atas.
Puasa Ramadan merupakan kewajiban bagi setiap muslim yang beriman yang sudah baligh setiap tahunnya yang akan memberikan ciri khusus bagi mereka yang melaksanakannya. Salah satu cirinya adalah selalu ingin menjadi lebih baik, lebih saleh dari hari ke hari. Tetapi tidak semua yang melaksanakan puasa akan mendapat predikat bertakwa, manakala puasanya banyak dihiasi dengan hal yang mengurangi nilai puasa tersebut. Puasa Ramadan bagaikan diklat atau pelatihan satu bulan penuh untuk menahan segala hal yang negatif yang dilarang Allah swt untuk dimanifestasikan dan direfleksikan pada sebelas bulan selanjutnya.
Predikat takwa akan terlihat setelah berakhirnya bulan Ramadan, manakala di bulan ramdalan ini kita melaksanakan qiyamullail, tadarrus al-quran, sedekah, menghidari ghibah, fitnah dan hal hal lain yang akan mengurangi nilai-nilai ketakwaan kita sebagai seorang yang beriman.
Seorang yang bertakwa akan selalu menjaga kualitas ketakwaannya kepada Allah melaluli pelatihan rohani dan jasmani di bulan suci ini. Seseorang yang bertakwa akan merasa rindu pada kedatangan kembali bulan suci Ramadan dan merasa gembira bertemunya bulan Ramadan. Rasulullah sangat menantinantikan kedatangan bulan Ramadan dan menangisi kepergiannya. Hal ini tentunya dengan alasan bahwa di bulan Ramadan Allah melimpahkan rahmatnya kepada mereka yang benar-benar melaksanakan puasa.
Rahmat Allah di bulan ini banyak sekali, khususnya bagi mereka yang benar-benar melaksanakan puasa dengan sebenar-benarnya. Rahmat Allah yang paling besar adalah nikmat iman dan Islam yang mengantar kita menuju gerbang ketakwaan. Inilah tujuan akhir Allah mewajibkan puasa dengan segala aturannya yaitu bertakwa. Bertakwa dengan sebenar-benarnya, melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangannya. (Penulis, Kepala MTs Pondok Pesantren Al-Furqon, Singaparna, Tasikmalaya)**
Oleh: ALI AHMAD FAUZI