BANGSA Indonesia kini sedang dirundung banyak masalah. Tingginya eskalasi politik, makin maraknya korupsi dan suap, runtuhnya etika berbangsa, santernya radikalisme agama, kemiskinan, dan semakin mahalnya tingkat kejujuran di masyarakat adalah kenyataan yang menghiasi wajah Negeri Pertiwi saat ini. Terhadap fenomena itu, mestinya masyarakat dan pemerintah harus introkpeksi agar segala persoalan bisa diatasi.
Hal tersebut disampaikan Ketua LSM Barisan Aliansi Masyarakat Bandung (BAMB), H. Bambang Setiadi, S.H., M.H. pada acara Tablig Akbar Menyambut Bulan Ramadan di Lapangan Babakan Jati, RW 08/RT 05, Kel. Binong, Kec. Batununggal, Selasa (26/7) malam.
Menurutnya, terdapat dua aspek yang tidak bisa ditinggalkan dari puasa. Pertama, aspek mengendalikan diri yang bersifat ritual formal. Kedua aspek spiritua yang bersifat rohaniah.
"Tentu kehadiran bulan puasa kali ini penting sebagai ajang introspeksi diri secara bersama-sama. Kita perlu merekap dan merekam pelajaran apa saja yang dapat kita rasakan dan terima selama menjalani ibadah puasa. Dalam praktik ibadah puasa, esensi penting di dalamnya adalah kita dianjurkan untuk introspeksi. Bukan sekadar merenung, tetapi merenungkan apa yang telah dan sedang dilakukan setahun ini," ujar Bambang.
Karena itu, terdapat beberapa dimensi penting untuk kita renungkan pada esensi bulan puasa. Pertama, peningkatan semangat kebersamaan dimana antar umat Islam saling memaafkan menjelang bulan Ramadan. "Hal positif ini sudah tidak perlu di komando oleh pemerintah karena sudah melekat pada kepribadian tiap umat muslim. Masyarakat harus senantiasa menyemarakan Ramadan dengan Ukhuwah Islamiyah, pesantren kilat, tablik akbar serta mempererat silaturahmi," cetusnya.
Dalam kesempatannya di hadapan ribuan jamaah dari 22 DKM se- Bandung Raya, Bambang juga mengkritisi soal sikap pemerintah yang terkesan serba mendadak dalam penyediaan infrastruktur untuk kegiatan menyambut Idulfitri. "Contohnya kawasan Nagreg. Setiap mau Lebaran langsung dibenahi. Padahal hal itu sudah harus jauh-jauhari sebelumnya dikerjakan, jangan hanya dilakukan pada saat Puasa. Begitupula jalan-jalan rusak lain, semua serba dijalankan dengan gerak cepat yang hasilnya di khawatirkan tidak optimal," sebutnya.
Selain itu, ia pun menyoroti soal kinerja Pemkot Bandung yang belum maksimal dalam hal penertiban selama bulan Ramadan. Pemkot dinilai Bambang membuat masyarakat tidak nyaman dalam menjalankan ibadah saum. "Misalnya penertiban PKL, sampai saat ini masih pabaliut. Juga soal pengemis, PSK dan penyakit masyaraat lain cuma gencar di bulan Puasa saja. Setelah itu tindakan berikutnya minim. Semestinya kegiatan tersebut sudah terencana dengan baik sebelum Puasa," tegasnya.
Sementara pada acara yang dikemas DKM Asy-Syifa bekerjasama dengan LSM BAMB dan Gerakan Masyarakat Bawah (Gembah) itu menampilkan 200 tim kasidahan dari 22 DKM. Satu DKM mengirimkan 10 grup yang semuanya membawakan lagu-lagu benafaskan agama.
Pada acara yang disaksikan ribuan pasang mata itu juga menghadirkan penceramah K.H. Ruhendra, S.Ag, dosen Universitas Islam Negeri (UIN). Dalam tausiahnya, Ruhendra menyoroti soal makna dan manfaat berpuasa.
"Puasa sangat erat kaitannya dengan kejujuran. Puasa adalah perkara batin dan hati, bukan fisik dan yang tampak saja. Siapa yang tahu kalau misalnya kita bilang puasa kepada orang lain, tetapi di dalam kamar makan dan minum. Di sini, puasa memerlukan kejujuran hakiki, karena langsung berkelindan dengan Tuhan," kata Ruhendra.
Dengan berpuasa, tambahnya, kita semakin merasakan betapa besar nikmat Tuhan yang telah kita peroleh. Puasa menggiring kita untuk semakin bersyukur kepada-Nya. Pelajaran bersyukur akan membawa kepada rasa simpati dan empati terhadap orang lain. Puasa kemudian mampu mendidik kita mendefinisikan kebahagiaan yang mencakup ketika sudah mampu ikut membantu dan membahagiakan orang lain. "Dalam konteks kehidupan bernegara, tentu puasa dapat menginterupsi kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak pro-rakyat," katanya. (mirza/"GM")**
Hal tersebut disampaikan Ketua LSM Barisan Aliansi Masyarakat Bandung (BAMB), H. Bambang Setiadi, S.H., M.H. pada acara Tablig Akbar Menyambut Bulan Ramadan di Lapangan Babakan Jati, RW 08/RT 05, Kel. Binong, Kec. Batununggal, Selasa (26/7) malam.
Menurutnya, terdapat dua aspek yang tidak bisa ditinggalkan dari puasa. Pertama, aspek mengendalikan diri yang bersifat ritual formal. Kedua aspek spiritua yang bersifat rohaniah.
"Tentu kehadiran bulan puasa kali ini penting sebagai ajang introspeksi diri secara bersama-sama. Kita perlu merekap dan merekam pelajaran apa saja yang dapat kita rasakan dan terima selama menjalani ibadah puasa. Dalam praktik ibadah puasa, esensi penting di dalamnya adalah kita dianjurkan untuk introspeksi. Bukan sekadar merenung, tetapi merenungkan apa yang telah dan sedang dilakukan setahun ini," ujar Bambang.
Karena itu, terdapat beberapa dimensi penting untuk kita renungkan pada esensi bulan puasa. Pertama, peningkatan semangat kebersamaan dimana antar umat Islam saling memaafkan menjelang bulan Ramadan. "Hal positif ini sudah tidak perlu di komando oleh pemerintah karena sudah melekat pada kepribadian tiap umat muslim. Masyarakat harus senantiasa menyemarakan Ramadan dengan Ukhuwah Islamiyah, pesantren kilat, tablik akbar serta mempererat silaturahmi," cetusnya.
Dalam kesempatannya di hadapan ribuan jamaah dari 22 DKM se- Bandung Raya, Bambang juga mengkritisi soal sikap pemerintah yang terkesan serba mendadak dalam penyediaan infrastruktur untuk kegiatan menyambut Idulfitri. "Contohnya kawasan Nagreg. Setiap mau Lebaran langsung dibenahi. Padahal hal itu sudah harus jauh-jauhari sebelumnya dikerjakan, jangan hanya dilakukan pada saat Puasa. Begitupula jalan-jalan rusak lain, semua serba dijalankan dengan gerak cepat yang hasilnya di khawatirkan tidak optimal," sebutnya.
Selain itu, ia pun menyoroti soal kinerja Pemkot Bandung yang belum maksimal dalam hal penertiban selama bulan Ramadan. Pemkot dinilai Bambang membuat masyarakat tidak nyaman dalam menjalankan ibadah saum. "Misalnya penertiban PKL, sampai saat ini masih pabaliut. Juga soal pengemis, PSK dan penyakit masyaraat lain cuma gencar di bulan Puasa saja. Setelah itu tindakan berikutnya minim. Semestinya kegiatan tersebut sudah terencana dengan baik sebelum Puasa," tegasnya.
Sementara pada acara yang dikemas DKM Asy-Syifa bekerjasama dengan LSM BAMB dan Gerakan Masyarakat Bawah (Gembah) itu menampilkan 200 tim kasidahan dari 22 DKM. Satu DKM mengirimkan 10 grup yang semuanya membawakan lagu-lagu benafaskan agama.
Pada acara yang disaksikan ribuan pasang mata itu juga menghadirkan penceramah K.H. Ruhendra, S.Ag, dosen Universitas Islam Negeri (UIN). Dalam tausiahnya, Ruhendra menyoroti soal makna dan manfaat berpuasa.
"Puasa sangat erat kaitannya dengan kejujuran. Puasa adalah perkara batin dan hati, bukan fisik dan yang tampak saja. Siapa yang tahu kalau misalnya kita bilang puasa kepada orang lain, tetapi di dalam kamar makan dan minum. Di sini, puasa memerlukan kejujuran hakiki, karena langsung berkelindan dengan Tuhan," kata Ruhendra.
Dengan berpuasa, tambahnya, kita semakin merasakan betapa besar nikmat Tuhan yang telah kita peroleh. Puasa menggiring kita untuk semakin bersyukur kepada-Nya. Pelajaran bersyukur akan membawa kepada rasa simpati dan empati terhadap orang lain. Puasa kemudian mampu mendidik kita mendefinisikan kebahagiaan yang mencakup ketika sudah mampu ikut membantu dan membahagiakan orang lain. "Dalam konteks kehidupan bernegara, tentu puasa dapat menginterupsi kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak pro-rakyat," katanya. (mirza/"GM")**