Saat ini, hampir seluruh wilayah di Indonesia dilanda hujan. Bahkan, sejumlah daerah sudah mengalami banjir. Kejadian hujan dan banjir oleh sebagian warga dianggap sebagai musibah atau bencana bukan dianggap sebagai rahmat. Anggapan seperti ini adalah bentuk negative thinking dalam menyikapi fenomena alam. Padahal, sebagai umat yang berpikir maju ke depan seharusnya hujan dan banjir disikapi dengan positive thinking, sehingga semua segera dapat diselesaikan dengan baik dan berencana.
Memang benar ada hujan dan banjir yang merupakan suatu bencana bagi penduduk tertentu sebagaimana yang terjadi pada masa Nabi Nuh AS (QS Hud [11]: 37, al-Qamar : 11-12), atau hujan batu pada masa Nabi Luth AS. Hal ini berbeda jika banjir yang terjadi seperti pada keluarga Saba' (Abd Syams bin Yasyjab bin Ya'rab bin Qahthan (QS Saba' [34]: 16) dengan berbagai kriteria yang dinyatakan dalam Alquran.
Apa pun bentuknya, hujan adalah berkah yang diturunkan oleh Allah, sebagaimana firman Allah pada surah al-Anfal [8]: 11), al-Furqan [25]: 48-49, dan lainnya. Hujan itu menjadi berkah untuk membersihkan dari berbagai hal, menumbuhkan tanah yang mati, dan lain sebagainya. Jika kita melihat struktur air, maka dapat ditemukan dalam satu molekul air terdiri atas satu atom oksigen yang besar (bermuatan positif) ditempeli dua atom hidrogen yang kecil (bermuatan negatif).
Karenanya, bagian oksigen molekul air tersebut masih dapat menarik atom hidrogen dari molekul air lainnya, termasuk zat-zat kimia lain. Selain sebagai pelarut yang baik, air juga termasuk makanan yang sangat penting bagi manusia, setelah oksigen dari udara untuk bernapas.
Dalam salah satu hadisnya, Nabi SAW menyatakan bahwa doa ketika sedang hujan oleh Allah dikabulkan. "Dua ketika (di mana doa) tidak ditolak atau sedikit sekali yang ditolak: (yaitu) berdoa ketika azan dan ketika pertempuran sedang berkecamuk (dan dalam satu riwayat mengatakan) dan ketika hujan." (HR Abu Daud).
Sedangkan kejadian banjir karena hujan tidak diperkenalkan dalam Alquran. Sebab, Alquran memperkenalkan hujan sudah sesuai dengan ukuran yang sesuai dengan kapasitas bumi. (QS al-Mu'minun [23] :18). Banjir merupakan human and social error, kesalahan manusia dan kesalahan sosial, kesalahan lingkungan sosial yang tidak akrab dengan ekosistem dan bukan "God Error." Curah hujan tetaplah sebagai rahmat Allah untuk alam semesta. Hanya saja, penghuni alam semesta ini (utamanya manusia) menolaknya dengan berbagai cara.
Penyebab terjadinya banjir adalah karena kesalahan manusia. Bagi orang yang beriman, banjir tidak semata-mata musibah, tapi bagaimana ia menjadi rahmat. Caranya adalah dengan berupaya melakukan antisipasi atau mengatasi banjir tersebut. Dengan banjir, banyak ahli bermunculan.
Dengan banjir, tersedia beragam lapangan pekerjaan. Bahkan, dari banjir orang dapat beramal melalui penghimpunan dana untuk membantu korban banjir. Karena itu, dengan adanya banjir, hendaknya kita senantiasa mensyukuri nikmat Allah untuk saling berbagi dengan sesama. Kita harus banyak mengingat Allah SWT yang Mahabijaksana atas segala kuasa-Nya.
Rabu, 11 Januari 2012 07:52 WIB
REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Dr H Samsul Maarif MA
Memang benar ada hujan dan banjir yang merupakan suatu bencana bagi penduduk tertentu sebagaimana yang terjadi pada masa Nabi Nuh AS (QS Hud [11]: 37, al-Qamar : 11-12), atau hujan batu pada masa Nabi Luth AS. Hal ini berbeda jika banjir yang terjadi seperti pada keluarga Saba' (Abd Syams bin Yasyjab bin Ya'rab bin Qahthan (QS Saba' [34]: 16) dengan berbagai kriteria yang dinyatakan dalam Alquran.
Apa pun bentuknya, hujan adalah berkah yang diturunkan oleh Allah, sebagaimana firman Allah pada surah al-Anfal [8]: 11), al-Furqan [25]: 48-49, dan lainnya. Hujan itu menjadi berkah untuk membersihkan dari berbagai hal, menumbuhkan tanah yang mati, dan lain sebagainya. Jika kita melihat struktur air, maka dapat ditemukan dalam satu molekul air terdiri atas satu atom oksigen yang besar (bermuatan positif) ditempeli dua atom hidrogen yang kecil (bermuatan negatif).
Karenanya, bagian oksigen molekul air tersebut masih dapat menarik atom hidrogen dari molekul air lainnya, termasuk zat-zat kimia lain. Selain sebagai pelarut yang baik, air juga termasuk makanan yang sangat penting bagi manusia, setelah oksigen dari udara untuk bernapas.
Dalam salah satu hadisnya, Nabi SAW menyatakan bahwa doa ketika sedang hujan oleh Allah dikabulkan. "Dua ketika (di mana doa) tidak ditolak atau sedikit sekali yang ditolak: (yaitu) berdoa ketika azan dan ketika pertempuran sedang berkecamuk (dan dalam satu riwayat mengatakan) dan ketika hujan." (HR Abu Daud).
Sedangkan kejadian banjir karena hujan tidak diperkenalkan dalam Alquran. Sebab, Alquran memperkenalkan hujan sudah sesuai dengan ukuran yang sesuai dengan kapasitas bumi. (QS al-Mu'minun [23] :18). Banjir merupakan human and social error, kesalahan manusia dan kesalahan sosial, kesalahan lingkungan sosial yang tidak akrab dengan ekosistem dan bukan "God Error." Curah hujan tetaplah sebagai rahmat Allah untuk alam semesta. Hanya saja, penghuni alam semesta ini (utamanya manusia) menolaknya dengan berbagai cara.
Penyebab terjadinya banjir adalah karena kesalahan manusia. Bagi orang yang beriman, banjir tidak semata-mata musibah, tapi bagaimana ia menjadi rahmat. Caranya adalah dengan berupaya melakukan antisipasi atau mengatasi banjir tersebut. Dengan banjir, banyak ahli bermunculan.
Dengan banjir, tersedia beragam lapangan pekerjaan. Bahkan, dari banjir orang dapat beramal melalui penghimpunan dana untuk membantu korban banjir. Karena itu, dengan adanya banjir, hendaknya kita senantiasa mensyukuri nikmat Allah untuk saling berbagi dengan sesama. Kita harus banyak mengingat Allah SWT yang Mahabijaksana atas segala kuasa-Nya.
Rabu, 11 Januari 2012 07:52 WIB
REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Dr H Samsul Maarif MA