SAYA sengaja mengangkat judul di atas, karena keduanya termasuk virus mematikan. Kejahatan korupsi bisa membunuh sendi-sendi perekonomian, begitu pula virus AI sangat berbahaya bahkan bisa sampai merenggut jiwa manusia apabila tidak segera ditangani serius.
Sebenarnya pemerintah sudah berusaha maksimal memberantas korupsi dan virus AI. Namun, tetap saja kedua wabah penyakit ini menebar ancaman hingga ke mana-mana. Aparat penegak hukum seperti jaksa dan polisi, oleh para koruptor dianggap angin lalu. Bahkan, KPK juga terkesan bukanlah sebagai penghalang untuk memperkaya diri sendiri atau golongan. Lebih parahnya lagi, tidak sedikit aparat penegak hukum di negara kita yang justru turut terlibat kasus korupsi. Terbukti, sudah banyak jaksa, polisi, dan hakim yang terlibat di dalamnya. Tak heran, hingga kini negara kita masih tercatat sebagai salah satu negara terkorup di dunia.
Ikhwal Virus AI, pemerintah melalui Kementrian Kesehatan sejak beberapa tahun silam sudah berupaya agar virus jenis H5N1 ini tidak mewabah. Sayangnya, hingga sekarang virus ini tetap menjadi momok menakutkan. Bahkan, kejadian terakhir menyebabkan seorang anak di Jakarta meninggal karena terjangkit virus AI.
George Aditjondro dalam bukunya berjudul "Oligarki Tiga Kaki", menegaskan ada tiga faktor utama yang menjadi penyebab terjadinya korupsi. Pertama karena rendahnya mutu SDM, adanya keinginan, serta faktor ketiga karena adanya kesempatan (peluang).
Pengarang buku fenomenal karena mayoritas hasil karyanya bertemakan korupsi ini menjelaskan, mutu SDM di negara kita sangat rendah. Demikian juga mutu aparat penegak hukum, bobrok. Sehingga tak mengherankan banyak aparat penegak hukum yang terlibat kurupsi.
Meski mutu SDM rendah, apabila di hatinya tidak ada niat korupsi, dipastikan kejahatan kerah putih ini tidak terjadi. Lalu, sebesar apapun peluang, bila mutu SDM-nya bagus dan tidak punya keinginan, korupsi akan hilang dari bumi Pertiwi. Intinya, ketiga faktor tersebut memiliki keterkaitan satu sama lainnya.
Membaca buku karya George Aditjondro tersebut, terus terang saya merasa miris karena jika suatu negara mutu SDM para pejabat negara dan aparat penegak hukumnya bobrok, maka korupsi akan tumbuh subur. Imbasnya tentu saja kepada jumlah angka kemiskinan, pengangguran, dan perekonomian.
Pemerintah boleh berdalih kejahatan korupsi menurun, tapi faktanya, korupsi-korupsi kelas kakap malah terjadi di masa pemerintahan sekarang. Misalnya kasus BLBI, Wisma Atlet, dan rekening gendut pejabat. Anehnya, kasus-kasus kakap tersebut seperti ditelan bumi lantaran pengusutannya tidak jelas.
Rendahnya mutu SDM itu pulalah yang menyebabkan virus AI betah mewabah. Mayoritas masyarakat kita sudah terbiasa membuang limbah (sampah) seenaknya, sehingga menyebabkan banjir dan kotor. Dalam kondisi seperti inilah virus AI betah hidup.
Para pakar WHO dan Kemenkes sepakat, virus AI termasuk virus mematikan tapi mudah mati. Penyebarannya pun bisa memerlukan waktu singkat, layaknya flu biasa. Namun, virus jenis ini akan mati bila dipanaskan (dibakar) di atas suhu 60 derajat celcius.
Berkaca kepada penanganan virus AI itulah, kalau boleh penulis usul, sebaiknya para koruptor juga dipanaskan dengan suhu di atas 60 derajat celcius, biar tidak menyebar ke mana-mana. Karena kalau sudah menyebar ke mana-mana, saya hanya bisa bertanya, "Mau dibawa ke mana negara kita? (Wartawan Galamedia)** Jumat, 20 Januari 2012
Oleh: ASEP SOBANDI
Sebenarnya pemerintah sudah berusaha maksimal memberantas korupsi dan virus AI. Namun, tetap saja kedua wabah penyakit ini menebar ancaman hingga ke mana-mana. Aparat penegak hukum seperti jaksa dan polisi, oleh para koruptor dianggap angin lalu. Bahkan, KPK juga terkesan bukanlah sebagai penghalang untuk memperkaya diri sendiri atau golongan. Lebih parahnya lagi, tidak sedikit aparat penegak hukum di negara kita yang justru turut terlibat kasus korupsi. Terbukti, sudah banyak jaksa, polisi, dan hakim yang terlibat di dalamnya. Tak heran, hingga kini negara kita masih tercatat sebagai salah satu negara terkorup di dunia.
Ikhwal Virus AI, pemerintah melalui Kementrian Kesehatan sejak beberapa tahun silam sudah berupaya agar virus jenis H5N1 ini tidak mewabah. Sayangnya, hingga sekarang virus ini tetap menjadi momok menakutkan. Bahkan, kejadian terakhir menyebabkan seorang anak di Jakarta meninggal karena terjangkit virus AI.
George Aditjondro dalam bukunya berjudul "Oligarki Tiga Kaki", menegaskan ada tiga faktor utama yang menjadi penyebab terjadinya korupsi. Pertama karena rendahnya mutu SDM, adanya keinginan, serta faktor ketiga karena adanya kesempatan (peluang).
Pengarang buku fenomenal karena mayoritas hasil karyanya bertemakan korupsi ini menjelaskan, mutu SDM di negara kita sangat rendah. Demikian juga mutu aparat penegak hukum, bobrok. Sehingga tak mengherankan banyak aparat penegak hukum yang terlibat kurupsi.
Meski mutu SDM rendah, apabila di hatinya tidak ada niat korupsi, dipastikan kejahatan kerah putih ini tidak terjadi. Lalu, sebesar apapun peluang, bila mutu SDM-nya bagus dan tidak punya keinginan, korupsi akan hilang dari bumi Pertiwi. Intinya, ketiga faktor tersebut memiliki keterkaitan satu sama lainnya.
Membaca buku karya George Aditjondro tersebut, terus terang saya merasa miris karena jika suatu negara mutu SDM para pejabat negara dan aparat penegak hukumnya bobrok, maka korupsi akan tumbuh subur. Imbasnya tentu saja kepada jumlah angka kemiskinan, pengangguran, dan perekonomian.
Pemerintah boleh berdalih kejahatan korupsi menurun, tapi faktanya, korupsi-korupsi kelas kakap malah terjadi di masa pemerintahan sekarang. Misalnya kasus BLBI, Wisma Atlet, dan rekening gendut pejabat. Anehnya, kasus-kasus kakap tersebut seperti ditelan bumi lantaran pengusutannya tidak jelas.
Rendahnya mutu SDM itu pulalah yang menyebabkan virus AI betah mewabah. Mayoritas masyarakat kita sudah terbiasa membuang limbah (sampah) seenaknya, sehingga menyebabkan banjir dan kotor. Dalam kondisi seperti inilah virus AI betah hidup.
Para pakar WHO dan Kemenkes sepakat, virus AI termasuk virus mematikan tapi mudah mati. Penyebarannya pun bisa memerlukan waktu singkat, layaknya flu biasa. Namun, virus jenis ini akan mati bila dipanaskan (dibakar) di atas suhu 60 derajat celcius.
Berkaca kepada penanganan virus AI itulah, kalau boleh penulis usul, sebaiknya para koruptor juga dipanaskan dengan suhu di atas 60 derajat celcius, biar tidak menyebar ke mana-mana. Karena kalau sudah menyebar ke mana-mana, saya hanya bisa bertanya, "Mau dibawa ke mana negara kita? (Wartawan Galamedia)** Jumat, 20 Januari 2012
Oleh: ASEP SOBANDI