"Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Alquran) pada lailatul qadr. Tahukah kamu apakah lailatul qadr itu? Lailatul qadr itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan al-Ruh dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar" (QS. Al-Qadr: 1-5).
AL QADR adalah malam yang dipenuhi cahaya, rahmat, berkah, kebaikan, ampunan, keselamatan dan kebahagiaan. Segala sesuatu yang ada pada malam tersebut, dari semua sisinya adalah tidak tertandingi oleh waktu mana pun. Diriwayatkan dari Abu Dzar bahwa dia bertanya kepada Rasulullah saww, "Wahai Rasulullah, apakah malam Alqadr itu adalah sesuatu yang hanya ada pada masa para nabi yang pada malam itu urusan segala sesuatu diturunkan kepada mereka dan tatkala para nabi itu meninggal dunia? Apakah alqadr pun berarti dicabut?" Beliau menjawab, "Tidak, bahkan malam alqdr akan terus berlanjut hingga hari kiamat".
Kata alqadr memiliki beberapa arti, di antaranya ialah kadar/ukuran, kedudukan dan ketetapan, juga bisa bermakna takdir. Alasan penamaan malam itu dengan malam alqadr adalah karena malam tersebut memiliki kedudukan yang sangat mulia dan keutamaan yang teramat agung di sisi Allah swt. Lailatul qadr juga dapat diartikan sebagai malam keputusan dan penetapan takdir. Sebab, segala urusan yang akan terjadi di alam semesta ini untuk satu tahun ke depan, apakah yang menyangkut nasib manusia (kelahiran atau kematian, sukses atau gagal, ketaatan atau kemaksiyatan, kebahagian atau kesengsaraan, rezeki, musibah, bencana, peperangan dsb) ataupun makhluk-makhluk lainnya. Bahkan, apa yang akan menimpa seekor semut atau rumput di bumi Allah ini, juga materi yang lebih kecil dari itu (debu atau partikel yang beterbangan di udara) atau alam yang lebih besar (planet, bintang-bintang dan galaksi), semua ilmu dan ketetapannya diturunkan pada Lailatul Qadar ini, hingga bertemu dengan malam alqadr tahun berikutnya.
Setelah wafatnya Nabi saw, ada sekelompok orang yang murtad dan menyimpang dari syariat Islam dan mengatakan bahwa lailaul qadr telah tidak ada karena dikhususkan untuk para nabi. Mendengar ini Imam Ali bin Abi Thalib as segera naik mimbar dan berkhotbah, "Wahai manusia, ketahuilah. Sesungguhnya aku telah mendengar Nabi saww, bahwa lailatul qadr akan selalu ada bersama kita, hingga hari kiamat. Sebab, seandainya lailatul qadr telah dicabut, niscaya Alquran juga berarti sudah dicabut".
Kita sering mendengar ungkapan bahwa satu malam lailatul qadr lebih baik daripada seribu bulan (sebagaimana yang di tegaskan dalam Surat Al-Qadr ayat ketiga), namun adakah penjelasan atau tafsir lainnya yang lebih mudah kita fahami? Tentu saja ada, di antaranya berikut ini: Apabila 1000 bulan kita bagi ke dalam tahun, hasilnya adalah 83 tahun. Berdasarkan perhitungan ini, berarti ibadah, amal soleh dan ketaatan bentuk apa pun (salat, infak dan sedekah, doa, munajat, bertobat, membaca Alquran, berdzikir, tafakkur, diskusi ilmiah tentang masalah agama dll) yang dilakukan pada malam itu, maka pahalanya di sisi Allah lebih baik dari perbuatan-perbuatan tersebut yang dilakukan selama 83 tahun yang di dalamnya tidak terdapat lailatul qadr. (Penulis adalah Ketua Mejelis Habib, Jln. Kembar VI No. 8 Bandung)**
Oleh: HABIB ALI ASSAGAF
AL QADR adalah malam yang dipenuhi cahaya, rahmat, berkah, kebaikan, ampunan, keselamatan dan kebahagiaan. Segala sesuatu yang ada pada malam tersebut, dari semua sisinya adalah tidak tertandingi oleh waktu mana pun. Diriwayatkan dari Abu Dzar bahwa dia bertanya kepada Rasulullah saww, "Wahai Rasulullah, apakah malam Alqadr itu adalah sesuatu yang hanya ada pada masa para nabi yang pada malam itu urusan segala sesuatu diturunkan kepada mereka dan tatkala para nabi itu meninggal dunia? Apakah alqadr pun berarti dicabut?" Beliau menjawab, "Tidak, bahkan malam alqdr akan terus berlanjut hingga hari kiamat".
Kata alqadr memiliki beberapa arti, di antaranya ialah kadar/ukuran, kedudukan dan ketetapan, juga bisa bermakna takdir. Alasan penamaan malam itu dengan malam alqadr adalah karena malam tersebut memiliki kedudukan yang sangat mulia dan keutamaan yang teramat agung di sisi Allah swt. Lailatul qadr juga dapat diartikan sebagai malam keputusan dan penetapan takdir. Sebab, segala urusan yang akan terjadi di alam semesta ini untuk satu tahun ke depan, apakah yang menyangkut nasib manusia (kelahiran atau kematian, sukses atau gagal, ketaatan atau kemaksiyatan, kebahagian atau kesengsaraan, rezeki, musibah, bencana, peperangan dsb) ataupun makhluk-makhluk lainnya. Bahkan, apa yang akan menimpa seekor semut atau rumput di bumi Allah ini, juga materi yang lebih kecil dari itu (debu atau partikel yang beterbangan di udara) atau alam yang lebih besar (planet, bintang-bintang dan galaksi), semua ilmu dan ketetapannya diturunkan pada Lailatul Qadar ini, hingga bertemu dengan malam alqadr tahun berikutnya.
Setelah wafatnya Nabi saw, ada sekelompok orang yang murtad dan menyimpang dari syariat Islam dan mengatakan bahwa lailaul qadr telah tidak ada karena dikhususkan untuk para nabi. Mendengar ini Imam Ali bin Abi Thalib as segera naik mimbar dan berkhotbah, "Wahai manusia, ketahuilah. Sesungguhnya aku telah mendengar Nabi saww, bahwa lailatul qadr akan selalu ada bersama kita, hingga hari kiamat. Sebab, seandainya lailatul qadr telah dicabut, niscaya Alquran juga berarti sudah dicabut".
Kita sering mendengar ungkapan bahwa satu malam lailatul qadr lebih baik daripada seribu bulan (sebagaimana yang di tegaskan dalam Surat Al-Qadr ayat ketiga), namun adakah penjelasan atau tafsir lainnya yang lebih mudah kita fahami? Tentu saja ada, di antaranya berikut ini: Apabila 1000 bulan kita bagi ke dalam tahun, hasilnya adalah 83 tahun. Berdasarkan perhitungan ini, berarti ibadah, amal soleh dan ketaatan bentuk apa pun (salat, infak dan sedekah, doa, munajat, bertobat, membaca Alquran, berdzikir, tafakkur, diskusi ilmiah tentang masalah agama dll) yang dilakukan pada malam itu, maka pahalanya di sisi Allah lebih baik dari perbuatan-perbuatan tersebut yang dilakukan selama 83 tahun yang di dalamnya tidak terdapat lailatul qadr. (Penulis adalah Ketua Mejelis Habib, Jln. Kembar VI No. 8 Bandung)**
Oleh: HABIB ALI ASSAGAF