pernahkah terpikir jika kita menyelesaikan pendidikan hingga perguruan tinggi bahkan bekerja, karena arahan dari orangtua. Atau kita merasakan semua itu tidak sesuai dengan hati dan jiwa. Bisa jadi, karena memang apa yang dilakoni baik itu sekolah atau pekerjaan tidak berdasarkan potensi dan bakat yang dimiliki.
Kini ada salah satu alat untuk mendeteksi potensi terbesar apa yang dimiliki anak yakni finger print atau tes sidik jari. Menurut asisten dokter di RS Melinda, Hesty Sarah Hastika, S.Si., tes tersebut tingkat akurasinya mencapai 100%. "Tetapi karena yang membacanya adalah manusia, maka tentu saja ada humman error tapi hanya 15% saja. Karenanya, tingkat akurasi melalui analisis finger print ini bisa 85%," terangnya kepada wartawan di Jln. Pajajaran, Rabu (3/8).
Tes sidik jari melalui alat pschyobiometric ini akan menganalisis potensi berdasarkan cara kerja otak. Berbagai penelitian menunjukkan adanya relevansi antara sidik jari dan otak. Apalagi sidik jari terbentuk di usia 13 minggu pada janin dalam kandungan, bersamaan dengan pertumbuhan otak. "Karenanya kita bisa menemukan cara kerja otak yang tercermin dari titik syaraf tersebut," ucapnya.
Setiap jari memiliki relevansi dengan cerebral korteks (5 bagian dari otak besar), yaitu jempol dengan lobus pre-frontal, telunjuk dengan lobus frontal, jari tengah dengan lobus parietal, jari manis dengan lobus temporalis, dan jari kelingking dengan lobus oksipitalis. Setiap lobus pada cerebral korteks ini memiliki fungsi yang berbeda-beda dan merupakan bagian dari otak yang berkaitan dengan potensi bakat.
"Karenanya melalui tes ini, akan membantu orangtua untuk membantu mengembangkan dan mengarahkan potensi anaknya. Diharapkan saat akan menjalani sekolah hingga bekerja nanti, akan dilakoni secara menyenangkan. Bahkan sukses nantinya," ujarnya.
Tidak seperti zaman dulu, katanya, anak-anak diarahkan sekolah hingga bekerjanya oleh orangtua. Sehingga apa yang dilakoni atau yang merupakan cita-cita anak-anak sebetulnya adalah cita-cita atau keinginan orangtuanya.
Untuk pensiun
Finger print analysis, katanya, bisa juga membantu para anak-anak yang mengidap down syndrome atau indigo. Orangtua akan bisa mengajarkan anak-anak tersebut dengan melihat potensi mana yang dimiliki anak memiliki bagian terbesar.
"Apakah mengajarkannya melalui gambar (visual, red) atau musik," tuturnya.
Orang dewasa juga bisa mengikuti tes tersebut. Pihaknya telah bekerja sama dengan BUMN untuk membantu mengalisis sidik jari dari para pegawainya yang akan memasuki masa pensiun (MPP). Dari analisis tersebut, diketahui bahwa sejumlah karwayannya ternyata salah pilih departemen. Tes potensi itu sendiri sebtulnya untuk membantu pegawai MPP tersebut untuk memilih langkah apa yang dapat digunakan setelah pensiun tiba.
"Ada karyawan yang setelah bertahun-tahun tidak naik juga jabatannya. Ternyata, karena potensi terbesarnya ada di lapangan. Bukan berada di desk office (belakang meja, red). Padahal jika diketahui dari awal, justru akan membantu karyawan tersebut mengembangkan kariernya," terangnya. (rinny rosliany/"GM")**
Kini ada salah satu alat untuk mendeteksi potensi terbesar apa yang dimiliki anak yakni finger print atau tes sidik jari. Menurut asisten dokter di RS Melinda, Hesty Sarah Hastika, S.Si., tes tersebut tingkat akurasinya mencapai 100%. "Tetapi karena yang membacanya adalah manusia, maka tentu saja ada humman error tapi hanya 15% saja. Karenanya, tingkat akurasi melalui analisis finger print ini bisa 85%," terangnya kepada wartawan di Jln. Pajajaran, Rabu (3/8).
Tes sidik jari melalui alat pschyobiometric ini akan menganalisis potensi berdasarkan cara kerja otak. Berbagai penelitian menunjukkan adanya relevansi antara sidik jari dan otak. Apalagi sidik jari terbentuk di usia 13 minggu pada janin dalam kandungan, bersamaan dengan pertumbuhan otak. "Karenanya kita bisa menemukan cara kerja otak yang tercermin dari titik syaraf tersebut," ucapnya.
Setiap jari memiliki relevansi dengan cerebral korteks (5 bagian dari otak besar), yaitu jempol dengan lobus pre-frontal, telunjuk dengan lobus frontal, jari tengah dengan lobus parietal, jari manis dengan lobus temporalis, dan jari kelingking dengan lobus oksipitalis. Setiap lobus pada cerebral korteks ini memiliki fungsi yang berbeda-beda dan merupakan bagian dari otak yang berkaitan dengan potensi bakat.
"Karenanya melalui tes ini, akan membantu orangtua untuk membantu mengembangkan dan mengarahkan potensi anaknya. Diharapkan saat akan menjalani sekolah hingga bekerja nanti, akan dilakoni secara menyenangkan. Bahkan sukses nantinya," ujarnya.
Tidak seperti zaman dulu, katanya, anak-anak diarahkan sekolah hingga bekerjanya oleh orangtua. Sehingga apa yang dilakoni atau yang merupakan cita-cita anak-anak sebetulnya adalah cita-cita atau keinginan orangtuanya.
Untuk pensiun
Finger print analysis, katanya, bisa juga membantu para anak-anak yang mengidap down syndrome atau indigo. Orangtua akan bisa mengajarkan anak-anak tersebut dengan melihat potensi mana yang dimiliki anak memiliki bagian terbesar.
"Apakah mengajarkannya melalui gambar (visual, red) atau musik," tuturnya.
Orang dewasa juga bisa mengikuti tes tersebut. Pihaknya telah bekerja sama dengan BUMN untuk membantu mengalisis sidik jari dari para pegawainya yang akan memasuki masa pensiun (MPP). Dari analisis tersebut, diketahui bahwa sejumlah karwayannya ternyata salah pilih departemen. Tes potensi itu sendiri sebtulnya untuk membantu pegawai MPP tersebut untuk memilih langkah apa yang dapat digunakan setelah pensiun tiba.
"Ada karyawan yang setelah bertahun-tahun tidak naik juga jabatannya. Ternyata, karena potensi terbesarnya ada di lapangan. Bukan berada di desk office (belakang meja, red). Padahal jika diketahui dari awal, justru akan membantu karyawan tersebut mengembangkan kariernya," terangnya. (rinny rosliany/"GM")**